BECAUSE IN MY HEART CHAPTER END



BECAUSE IN MY HEART

Chapter : 6/6 END

.Post by Kirigaya Tatsumi




Wah Ternyata Ini Adalah Chapter Terakhir Dari Because In My Heart T_T

Happy reading All!

Bukan lagi karena sebuah keegoisan. Tapi karena cinta yang sudah melebihi batasnya. Sehingga tidak peduli jika itu akan menyakiti mereka berdua, tidak peduli jika pada akhirnya yang ia ambil justru membuat orang yang dicintainya terluka, hal yang terpenting saat ini adalah memiliki orang yang amat dicintainya meski tidak lagi dalam keadaan utuh.

Yah, setidaknya hal itulah yang kini ada dalam benak Naruto. Ia tidak bisa mengukur sebesar apa rasa cinta –dadakan- yang akan ia berikan pada Hinata. Sehingga ia begitu berminat untuk melakukan cara keji untuk memiliki gadis yang beberapa hari lalu menantangnya.

Kesal? Naruto selalu kesal setiap kali Hinata tidak menganggapnya ada padahal mereka berdua tengah bertatap muka. Tidak dipedulikan orang yang dia inginkan menjadi sebuah tamparan tak terelakkan, membuat ia muak dan berhasrat untuk membunuh seseorang untuk melampiaskan kekecewaan.

"Kau terlihat menyedihkan, Do-chan." Seruan seseorang yang menyingkat kata 'dobe-chan' itu. Naruto menenggelamkan kepalanya di dalam lututnya yang tengah ditekuk frustasi. Saat ini Sasuke tidak membantu sama sekali.

"Aku baru tahu bahwa sikap seorang Namikaze yang patah hati akan semiris ini." Cemooh Sakura kejam.

"Diamlah kalian. Kenapa kalian tidak enyah saja ke neraka?!" sindir Naruto ketus. "Kalian membuatku semakin kesal."

"Ah, ayolah Naruto…" Sakura menepuk pundak Naruto berusaha memberi dukungan. "Kau tidak akan menyerah begitu saja bukan?"

"Aku memang tidak akan menyerah." Naruto menggumam. "Aku akan membuatnya juga merasakan derita yang saat ini kurasakan."

"Berhenti bermain hati Do-chan." Sasuke memberi saran. Ia sebenarnya tidak akan banyak bicara kalau saja hal itu tidak berhubungan dengan sahabat terbaiknya. "Caramu ini sangat konyol. Kau hanya akan semakin dibencinya."

"Ah, kalian berdua menyebalkan!" Naruto mengacak-acak rambutnya frustasi lalu berdiri, tanpa menghiraukan kedua sahabatnya yang mendongak menatapnya ingin tahu, ia segera melangkah pergi. Sungguh hal ini hanya akan membuang energi.

Sepertinya akan jauh lebih baik jika hari ini ia mengganggu ketenangan Hinata 'lagi'. Yah, setidaknya mereka bisa saling bicara walau harus mengandalkan emosi.

Naruto bersiul senang berjalan menuju kelasnya.

.

Naysaruchikyuu

.

..

"Jadi… Hime…" Naruto berdiri di samping Hinata yang sedang menghapus whiteboard. "Bagaimana kalau malam ini kita berkencan?"

"Kau mau mengajakku ke mana Namikaze?" Hinata bertanya tanpa minat. Tahu pasti ia tidak akan bisa menolak. Ia sadar betul apa yang dikatakan Naruto selalu menjadi perintah mutlak. Naruto pasti akan meminta izin pada kedua orangtua angkatnya lebih dulu.

"Ke mana pun tempat yang ingin kukunjungi." Naruto tersenyum mencemooh. "Kenapa? Kau takut akan aku perkosa?"

"Aku tidak pernah punya alasan untuk takut padamu." Hinata meletakkan penghapusnya lalu menoleh menatap Naruto datar. Sama sekali tidak terbaca sedikit pun emosi dari raut wajahnya. Sungguh aktris yang hebat. "Memangnya apa yang bisa kau lakukan padaku?"

"Aku selalu bisa melakukan semua yang kumau." Naruto berkata percaya diri. "Termasuk menghancurkanmu."

Diam! Dua bola mata kontras warna itu hanya saling menatap nyalang membuat suasana di antara mereka semakin tidak nyaman. Kelas yang tadinya ribut pun berubah sepi layaknya kuburan tua yang sudah lama tidak pernah ada satu pun yang menyinggahi. Dua mata itu sama-sama menebar aura mengintimidasi, seolah ingin membuat lawan mereka takut dan berlutut.

"Sebelum kau menghancurkanku." Hinata tersenyum sinis. "Kau yang akan kuhancurkan lebih dulu."

"Memangnya apa yang bisa kau lakukan?" Naruto menantang, ia mengangkat dagunya angkuh menyepelekan. "Gadis sepertimu bisa melakukan apa, hah?"

"Aku bisa melakukan apa pun untuk menghancurkanmu…" Hinata berbisik dengan kedua kaki mungilnya yang mendekatkan diri pada Naruto. Mengulurkan kedua tangannya merapikan gakuran Naruto di bagian kerahnya, ia tersenyum mencurigakan. "Bahkan aku bisa menjual tubuhku pada siapa pun yang aku mau."

Bruk!

Naruto kalap. Dua safir birunya memerah pertanda ia amat murka. Didorongnya Hinata kasar dengan kedua tangan yang mencengkeram erat bahunya. Naruto menggertakkan giginya kuat-kuat, berusaha menahan diri untuk tidak memukul gadis yang tampak kesakitan di depannya. Dihimpitnya tubuh mungil itu di antara dinding dan dirinya, bibirnya gemetaran menahan diri agar tidak mengeluarkan lontaran kata yang terlalu menyakitkan.

"Sejak awal aku tahu kau memang gadis murahan!" kata Naruto kasar. Ia diam saja saat Hinata merintih karena cengkeraman Naruto yang semakin kuat. "Tapi aku rasa membahas soal pekerjaan sampinganmu yang menjadi seorang pelacur di depan calon suamimu sendiri, bukanlah suatu tindakan yang dapat dibenarkan."

"Le-lepas Namikaze, kau menyakiti tanganku!" bentak Hinata kesakitan. Ia menjerit saat Naruto justru semakin menghimpitnya. Berusaha sekuat tenaga mendorong Naruto yang semakin kehilangan kendali. "NAMIKAZE!"

"Jadi kau itu pelacur, ya?" Naruto tampak terjebak di dunianya sendiri. Ia mengangkat salah satu sudut bibirnya mengulas seringaian jahat. "Kalau begitu… bagaimana jika kau menunjukkan padaku bagaimana pelayananmu?"

"Ap-"

Belum sempat Hinata menyelesaikan kalimatnya, bibirnya sudah dibungkam lebih dulu oleh bibir Naruto. Lidah Naruto memasuki mulut Hinata dan bermain solo di sana. Naruto tampak memejamkan matanya menikmati ciuman sepihak yang sedang dilakukannya. Tidak memedulikan bahwa saat ini ia tengah menjadi tontonan banyak orang, Naruto begitu terbuai dengan kelembutan daging di dalam mulut Hinata sampai tidak memedulikan rontaan gadis yang sejak tadi berusaha mendorongnya.

Naruto sudah gila!

Yah, semua orang yakin bahwa sang Namikaze sulung kini sudah sakit jiwa. Ia menjamah Hinata membabi buta seolah ingin menunjukkan pada semua orang bahwa saat ini Hinata adalah miliknya.

Merasa rontaannya sia-sia, Hinata mulai terbuai saat lidah Naruto mengajak lidahnya berdansa. Ia ikut memejamkan matanya menikmati setiap perlakuan yang Naruto lakukan.

Walau bagaimana pun… Hinata masih mencintainya… mencintai seorang Namikaze Naruto tanpa memedulikan sikapnya yang selalu saja seenaknya.

Tubuh mereka kian merapat, napas mereka yang memburu saling menerpa wajah satu sama lain. Kedua cengkeraman Naruto di pundak Hinata melemas saat yakin Hinata tidak akan lagi menolaknya, ia memperdalam ciumannya dengan menekan kepala Hinata ke arahnya berusaha memasukan lidahnya lebih dalam.

Kedua tangan Hinata memeluk pinggang Naruto, ia sedikit menjinjitkan kakinya karena tinggi mereka yang memang jauh dari kata seimbang. Ia diam saja saat Naruto menggesekkan dada bidangnya ke payudara besar Hinata. Mengerang saat Naruto mengisap kuat-kuat ujung lidahnya.

Hah… hah…

Deru napas mereka begitu memburu, setelah beberapa menit, akhirnya Naruto memutuskan ciuman mereka.

"Ngh!" namun Hinata tetap tidak bisa bernapas lega, bibirnya kembali di lumat oleh Naruto. Kali ini ciumannya bahkan terkesan lebih menuntut. Naruto semakin hilang kendali, mencium Hinata ternyata menjadi obat perangsang tersendiri untuknya. Kedua tangannya bahkan sudah mulai berani bergerak nakal menjamah tubuh seksi Hinata. Tangan kanannya ia gunakan untuk meremas-remas dadanya, mengerang saat memikirkan kelembutan dua gundukkan besar itu tanpa ada kain yang menghalanginya.

"Si Dobe itu…" dengus Sasuke sambil memalingkan muka. Ia benar-benar malu karena punya sahabat seperti Naruto. Dasar tidak punya otak! Bagaimana bisa ia melakukan hal tidak senonoh di dalam kelas terlebih dengan banyak orang yang menonton kegiatannya?

"Kalian semua, cepat keluar sekarang juga! Hari ini libur!" suruh Sasuke tegas, seperti biasanya selalu bersikap semaunya. Memangnya dia pikir bisa seenaknya menjadikan hari biasa libur tanpa izin guru?

Biar saja lah. Toh, yang punya sekolah juga keluarga Naruto. Mengusir semua penonton yang tampak sudah mengeluarkan darah dari hidung mereka. Akhirnya, walau sedikit tidak rela, mereka semua beriringan keluar kelas dengan tas mereka masing-masing memberi privasi pada sang Namikaze-Uzumaki.

Sasuke dan Sakura menutup semua tirai jendela, mereka ikut keluar dari kelas sambil mendesah lelah karena kelakuan sahabat terbaik mereka.

Mau bagaimana lagi bukan? Setelah mengunci pintu, mereka memutuskan duduk di luar kelas memastikan tidak akan ada satu pun yang mengganggu kegiatan Namikaze Naruto bersama sang calon istri.

"Apa mereka akan berbaikan Sasuke?" tanya Sakura memecah keheningan. Ia menatap kosong pintu kelas yang menyembunyikan kegiatan di dalam sana rapat-rapat.

"Asal mereka mau saling jujur dengan perasaan mereka saja."

Keduanya terdiam. Mereka sadar tidak punya hak ikut campur tentang hubungan sang sahabat. Mereka hanya mengharapkan segala yang terbaik untuk Naruto juga Hinata.

"Kau sendiri…" Sakura tersenyum usil pada Sasuke. "Kudengar… kau punya hubungan dekat dengan Uzumaki Naruko." Tuduh Sakura semakin menjadi-jadi saat kedua pipi Sasuke sedikit merona. "Kau pacaran dengannya, ya?"

"Hentikan Baka Sakura. Aku tidak punya hubungan apa pun dengan sepupu si Dobe itu." Sasuke membuang muka, berusaha menetralisir degupan jantungnya yang menggila. "Kami… hanya pernah berkencan sekali." Imbuhnya berbisik.

.

Naysaruchikyuu

.

..

"Su-sudah!" Hinata berusaha mendorong Naruto yang mulai membuka kancing kemejanya satu-persatu. Ia masih cukup waras dan mengingat bahwa pemuda yang tengah mencumbunya adalah salah satu musuh besarnya. "He-hentikan."

"Ahh…" Hinata mengerang saat Naruto mulai mengulum putingnya yang masih berlapis kain. Kakinya gemetaran menahan sensasi yang baru pertama kali ia rasakan. "Su-sudah."

"Tapi tubuhmu berkata lain." Naruto tersenyum jahat. "Tubuhmu merespon baik saat kujamah." Naruto membuka paksa atasan Hinata sebelum akhirnya melemparnya sembarang arah. Mata safirnya yang tertutup kabut napsu menatap tidak senonoh tubuh atas Hinata yang hanya tertutup bra.

"Kemari kau." Naruto menarik Hinata lalu mendorongnya ke atas meja sampai terbaring. Ia mengeluarkan salah satu payudara Hinata dari dalam cup bra. Dilahapnya payudara itu tanpa ampun, Naruto mempermainkan lidahnya, mengisap puting Hinata layaknya bayi yang tengah menyusu.

Tubuh mereka sama-sama berkeringat dingin. Suasana semakin panas sekali pun Hinata tahu pasti AC kelasnya masih menyala. Desahan dan erangannya menggema setiap kali Naruto menyentuh setiap bagian tubuhnya. Hinata bahkan tidak tahu sejak kapan ia sudah telanjang dada.

"Na-Naruto-kun. Ahh…" Hinata menggelinjang hebat saat Naruto mengisap putingnya kuat-kuat. Tubuhnya terlonjak begitu tangan kanan Naruto memilin puting yang satunya sambil sesekali ditariknya menggugah gairah. "Ugh…"

"Sssh…" Naruto semakin tidak sabaran. Ia menggesekkan miliknya dengan milik Hinata yang masih tertutup. Merasakan sengatan menggila yang membuatnya ketagihan. Naruto terus saja menggeseknya, seolah mereka sedang melakukan seks yang sesungguhnya.

"Na-Naruto… ahh…"

"Yah, panggil namaku Hinata… sebut namaku." Naruto mengusap paha dalam Hinata, ia mengelusnya semakin naik sampai akhirnya berada di pangkalnya. Ia menekan-nekan bagian tengahnya menggunakan telunjuk, membuat Hinata semakin tidak nyaman. Perutnya sedikit mual dengan miliknya yang kian berkedut-kedut.

Mata Hinata setengah tertutup, ia diam saja saat jari Naruto menyusup di antara belahan vaginanya dan membelai-belai bagian dalamnya.

"Naruto-kun…"

"Yah, kau suka Sayang?" tanya Naruto serak. Ia mengecupi bibir Hinata yang setengah terbuka, tersenyum saat Hinata menganggukkan kepalanya, ia terbawa suasana.

Naruto menjilati leher Hinata, mengecup, dan menggigitnya pelan lalu mengisapnya kuat-kuat. Meninggalkan tanda kepemilikan, ingin semua orang tahu bahwa Hinata sudah menjadi milik Naruto sepenuhnya.

Naruto memasukan telunjuknya ke dalam lubang vagina Hinata, mengerang saat Hinata merintih sedikit kesakitan. Telunjuknya dicengkeram begitu erat. Naruto sadar, ia adalah orang pertama yang melakukannya, dan ia tidak akan membiarkan siapa pun menjamah Hinata sepertinya.

Ia semakin posesif.

Naruto menggerakan jarinya maju-mundur, ia ikut mendesah dengan Hinata yang terus mengerang nikmat di bawah kendalinya, tersenyum lebar saat Hinata mulai terbuai dalam permainannya, Hinata bahkan menarik kepala Naruto dan mengajaknya bermain dalam sebuah ciuman panas.

Namun Hinata juga kian bertindak agresif. Sejak dulu, ia juga begitu ingin menjamah tubuh sosok orang yang hampir menindihnya, ia membelai punggung Naruto lembut, membangkitkan gairah Naruto yang semakin menuju puncaknya, membuat celananya kian menyempit karena sesuatu yang menegang di dalam sana.

Hinata menyusupkan tangan mungilnya ke dalam kemeja Naruto memilin putting Naruto yang kian menegang. Matanya menatap tajam walau terlihat tertutup kabut napsu.

"Aku tetap tidak akan kalah darimu, Naruto-kun." Senyuman nakal Hinata membuat Naruto hilang kendali. Ia segera menarik jari-jarinya dan mengangkat rok Hinata. Melepas celana dalamnya membuat ia bisa melihat vagina dihiasi bulu-bulu tipis basah berlendir. Ia mulai membuka pakaiannya sendiri.

Hinata menantangnya… dan ia, tidak akan kalah begitu saja.

"Aku akan menyetubuhimu, Hinata." Naruto berkata sambil berusaha membuka ikat pinggangnya. Melempar sembarang arah lalu membuka kancing celananya. "Aku akan memasukan penisku ke dalam vaginamu." Ia semakin berkata kotor.

Hinata diam saja. Napsu sudah merenggut habis akal sehatnya, ia menatap Naruto yang mulai menurunkan celananya lalu membuang muka. Wajahnya merona merah saat untuk pertama kalinya, ia melihat bagian intim dari seorang lelaki.

"Aku, akan membuatmu tidak berdaya di bawah kendaliku." Naruto membungkukan tubuhnya lalu menjilat belahan vagina Hinata. Merasa cairan yang terkecap lidahnya tidak terlalu buruk, Naruto mulai menjilatnya rakus sambil berusaha memasukan lidahnya ke dalam lubangnya.

"Ngh…" Hinata bergerak tidak nyaman. Tangan kanannya menjambak rambut Naruto kuat-kuat. "Na-Nahrutoh… Ohh!"

Naruto mempermainkan klitoris Hinata dengan lidahnya, sesekali dia gigit dan hisap kuat-kuat. Desahan Hinata membuatnya semakin tidak tahan. Setelah beberapa menit kemudian, ia kembali berdiri tegak, tersenyum miring saat Hinata menatapnya kecewa. Naruto tahu persis barusan Hinata hampir mendapatkan orgasme pertamanya.

"Kau tidak akan memuaskan dirimu sendiri bukan?" Naruto mengarahkan ujung penisnya ke vagina Hinata, menggesekkannya menggoda. "Aku akan memasukimu, istriku…"

Sulit! Naruto awalnya tidak tahu bahwa memasukan penisnya ke dalam vagina Hinata akan sangat sulit. Sejak tadi ia sudah berusaha memasukannya bahkan meminta Hinata membuka kakinya lebih lebar, kesabarannya habis, dengan paksa, akhirnya Naruto berhasil memasukannya, menerobos selaput dara Hinata membuat jeritan pilu Hinata menggema di seisi kelas.

Napas mereka memburu, Naruto sedikit memberi Hinata waktu untuk membiasakan diri dengan keberadaannya dalam tubuhnya. Ia tersenyum memikat saat Hinata merintih dan membuka bola mata amethysnya menatapnya sendu.

"Kau tidak berharap diperlakukan lembut oleh musuhmu kan, Sayang?" Naruto memang tidak tahu situasi. Ia selalu saja pandai membuat Hinata naik darah bahkan dijelang-jelang persetubuhan mereka. "Aku akan bertindak kasar loh."

"Terserah kau saja brengsek!" maki Hinata geram. "Terserah kau mau melakukan apa pun padaku."

"Kau selalu saja menantangku, yah?" Naruto menarik penisnya sampai tersisa ujungnya lalu menghantamkannya kuat-kuat. Mereka sama-sama mengerang nikmat. Walau Hinata tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia masih sedikit kesakitan karena ini pengalaman pertama untuknya. "Baiklah jika ini maumu."

Naruto mulai menggerakkan pinggulnya maju-mundur, ia mendesah nikmat setiap kali daging hangat Hinata mencengkeram erat batang penisnya. Mendongakan kepala berusaha menikmati kegiatan yang tengah dilakukannya, Naruto menundukkan kepalanya ingin tahu ekspresi wajah Hinata saat tengah digagahinya.

Napsunya kian terbakar, Hinata tampak begitu seksi. Ia terbaring di depannya dengan kaki mengangkang lebih lebar, memberi Naruto akses untuk memasukinya lebih dalam. Bibirnya setengah terbuka dengan air liurnya yang menetes, mendesahkan suara merdu sambil sesekali menyebut nama Naruto. Matanya terpejam erat, kedua payudara besarnya berguncang hebat setiap kali Naruto menghentakkan tubuhnya.

Naruto membungkukan tubuhnya, ia meremas kedua payudara Hinata kuat-kuat dengan dua pasang jari memainkan putting-putingnya, menarik dan memilinnya ingin melihat Hinata lebih tersiksa karena kenikmatan yang dirasakannya.

"Ahh… Ahh… Narutoh… Ngh…"

"Yes Hinata, Say my name Honey… Ugh…"

"Ngh… Mph…" bunyi keciprak air ludah semakin meramaikan suasana saat Hinata menarik kepala Naruto kemudian menciumnya dengan rakus. Hinata bahkan menggigit bibir bawah Naruto dan mengisapkan kuat-kuat. Tangan kanannya meremas rambut jabrik Naruto yang semakin basah dengan tangan kiri yang memeluk punggung Naruto erat. Ingin menggesekkan dada telanjang mereka, ingin suasana semakin panas dan bergairah.

Naruto tentu dengan senang hati melakukannya. Ia sengaja tidak melepas rok Hinata karena baginya saat ini Hinata jauh terlihat seksi. Merasa pegal dengan posisinya, Naruto mengeluarkan penisnya tepat disaat Hinata lagi-lagi hampir orgasme.

"Naruto-kun!" bentak Hinata kesal. Ia menatap Naruto sebal dengan napasnya yang masih memburu. Naruto hanya menggidikkan bahunya dan tersenyum menyebalkan.

"Ayo kita ganti posisi." Naruto menarik agar Hinata bangkit dan berdiri. Ia memutar tubuh Hinata sampai membelakanginya. Ditepuknya bokong sekal Hinata kurang ajar. "Ayo, menungginglah Sayang, aku akan memuaskanmu kali ini."

Hinata menurut saja saat ia disuruh membungkuk oleh Naruto. Ia yang terlanjur dikuasai napsu tampak sudah tidak mengenal rasa malu menyodorkan bokongnya pada pemuda yang amat dicintainya.

Naruto memposisikan penisnya di depan lubang vagina Hinata yang terbuka. Ia menggesekkannya kemudian memasukannya sekaligus.

"Ahh!"

"Ugh!" Naruto langsung menghentak-hentakkan pinggulnya cepat, ia meremas-remas bokong Hinata dengan kedua tangan liarnya. Semakin naik sampai akhirnya kembali meremas kedua payudara Hinata kuat-kuat.

Hinata pasrah saja. Ia menikmati setiap perlakuan kasar yang Naruto lakukan. Menggigit bibir bawahnya pelan berusaha meredam rasa nikmat yang semakin menguasai akal sehatnya.

"Ahh… ahh… fasteeer… Narutoh… Ahh!"

"Yes… Oh… bagus, gerakan pinggulmu seperti itu Hinata. Yeah…"

Bunyi deritan meja yang mereka tindih tampak sama sekali tidak mengganggu aktivitas keduanya, bibir mereka terus menggumamkan nama satu sama lain seolah sedang mengungkapkan cinta.

Dan tidak lama kemudian, mereka menjeritkan nama pasangan mereka begitu persetubuhan mereka sampai pada puncaknya.

.

Naysaruchikyuu

.

..

"Apa arti ini semua?" tanya Hinata sambil membenahi pakaiannya. Mata ametis-nya memerah dengan air yang mulai bercucuran menyusuri pipinya. Baru menyadari bahwa dia baru saja menyerahkan diri pada sang Namikaze-Uzumaki, ia benar-benar kalah dan menjadi wanita paling hina di dunia. Yah… setidaknya itulah yang dirasakan Hinata saat ini.

Hinata masih menangis sesenggukkan sambil berdiri, membelakangi Naruto dan menghadap papan whiteboard, bagian tengah tubuhnya masih nyeri, namun ia berusaha menguatkan diri. Ia tidak mau terlihat lebih lemah lagi.

"Hentikan…" bisik Naruto lirih. Kedua tangan kekarnya memeluk punggung Hinata lalu menarik kepala gadis itu agar bersandar ke dadanya. "Aku kalah…

Aku tidak bisa lagi Hinata…" Naruto berkata sendu, melontarkan kalimat yang benar-benar ambigu. "Aku tidak ingin menyakitimu, karena itu juga menyakiti diriku sendiri."

"Tap-pih kau jah-hat." Hinata berkata disela-sela tangisnya, namun anehnya ia tetap tidak berontak dari pelukan Naruto, ia justru lebih memilih menggerakkan kepalanya menyamankan posisi. "Kau jah-hat."

"Maafkan aku." Naruto berkata menyesal. Ia mengecup puncak kepala Hinata dan terus saja mengucapkan permintaan maaf. Tangisan Hinata jauh lebih menyakitkan untuknya dibanding saat dirinya membuat Hinata marah.

Hampir lima belas menit mereka ada dalam posisi yang sama, Naruto terus saja mengucapkan permintaan maafnya, menyesali hal yang dulu pernah dilakukannya, menyakiti Hinata membuat gadis itu berbalik membencinya.

Sampai kemudian tangisan Hinata mereda, Naruto memberanikan diri membalikan tubuh Hinata, mengecup keningnya dan tersenyum lebar. Pipi Hinata merona saat melihat betapa tampannya sang sulung Namikaze.

"Mulai sekarang aku tidak akan lagi menyakitimu…" Naruto menangkup kedua pipi porselen gadis di depannya lalu menatap Hinata lembut. "Aku harap kita bisa memulai semuanya dari awal, Hime.."

Hinata berpikir sejenak, ia mulai sadar tindakannya selama ini hanya merugikan dirinya sendiri. Naruto sudah mau berubah dan terlihat sangat mencintainya. Kenapa ia terus saja menimbun rasa benci menyakiti diri sendiri. Tidak lama kemudian, ia mengangguk lalu balas tersenyum kecil.

"Ya, Naruto-kun. Ayo kita mulai semuanya dari awal."

Naruto menggenggam tangan kanan Hinata dan menautkan jari-jari mereka. Hari sudah beranjak sore entah berapa jam yang mereka habiskan berdua? Kemudian sambil bergandengan mereka keluar dari kelas, sedikit mengernyit saat melihat Sasuke yang sedang menggendong seorang gadis berambut pirang panjang yang tertidur menyandarkan bahu di punggungnya. Tepat menghadap mereka yang baru saja membuka pintu kelas.

"Sejak kapan Naruko ada di sini?" Naruto mengangkat sebelah alisnya heran. Ia semakin mengangkatnya lebih tinggi saat Sasuke tetap memasang wajah stoic minta dihajar. "Kenapa dia tidur, mana Sakura?"

"Dia baru datang setengah jam yang lalu. Pingsan, karena Sakura melemparkan ular mainan ke arahnya lalu kabur." Sasuke mendengus kemudian menatap kedua tangan Hinata dan Naruto yang masih saling bergenggaman. "Kita pulang Do-chan."

"BERHENTI MEMANGGILKU BEGITU TEME!"

Hinata terkikik geli. Sepertinya ia lebih suka dengan keadaannya yang seperti ini. Tidak menyimpan apa pun yang bisa membuat hatinya tersakiti, memaafkan Naruto demi kebahagiaan sempurna dan akhirnya dia dapatkan.

Hinata hanya mengamit tangan Naruto manja saat Naruto mengomelkan cara Sasuke memanggilnya yang semakin keterlaluan saja. Ia pun diam begitu tanpa sadar Naruto merangkul bahunya posesif…

Hidup ini indah…

Yah, pasti akan indah kalau saja sejak awal Hinata tidak memulai permainan bodohnya.

The end

Arigatou Minna, Makasih Karena Telah Membaca Fanfiction Ini, Jika Ada Saran Tolong Kirim Kekomentar^_^

Comments