I Love You, Because My Little Cat Chapter 10

I Love You, Because My Little Cat Chapter 10






Taaarrraaaa, mari lanjutkan ^^/ 
Oh ya skedar pemberitahuan ajh nie karna ini sdah mncapai chap 10 saia bkal post hri ini chap 11 ya jdi anggap saja bonus karena saia mw lanjutin fic saia ndri hehehehe 
Rate ya msih sama yg sebelumnya
So Happy Reading~



Post by Dennis

I Love You, Because my Little Cat 

Story by/Author : Hyugazumaki

Disclaimner : Masashi Kishimoto Pairing : Naruto X Hinata

Rate : M!

Warning : OOC, Alur cepat, Ide pasaran.

I Love You, Because My Little Cat

Chapter : 10/11


"Tousan? Kaasan?" Naruto terkejut atas kedatangan Kushina dan Minato. Apalagi disana ada Hiashi dan

Neji yang langsung melebarkan iris

amethystnya, melihat Hinata berada

dibawah Naruto.

"Maaf Naruto, Hinata." Kushina dengan wajah yang merah menutup kembali pintunya dan berujar kepada Hiashi dan Neji yang memasang wajah tegang.

"Ehehehe... sepertinya

perceraian mereka akan ditunda sampai cucu kedua kita lahir." Kushina nyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Sementara Hinata dan

Naruto masih membeku dengan

keterkejutan yang baru saja terjadi. "N-Naruto... b-bisakah kau turun dari atasku sekarang?" Ucap Hinata yang

wajahnya telah memerah seluruhnya.

"Eh?" Naruto menatap Hinata yang

seperti itu, bibir yang basah dan mata

yang sayu, semakin membuat dada Naruto berpacu. Hinata sungguh menggodanya. Naruto tersenyum tipis. "Aku belum selesai, biarkan mereka menunggu sebentar." Dan Naruto kembali memulai kegiatanya yang tertunda.

"Um! Aku tidak mau!" Hinata berusaha mendorong dada bidang Naruto.

"Sedikit lagi Hinata."

"Ah! Naruto! Kau memperkosaku untuk yang kedua kalinya!" Hinata tetap protes.

"Kali ini berbeda," Naruto mengalungkan kedua tangan Hinata dilehernya. "Aku akan melakukanya dengan lembut Nikmatilah."

"Nnaruto...ak-ku"

"Cup" Dan ciuman Naruto membungkam bibir tipis Hinata, menghipnotis wanita bermata rembulan itu jatuh kepelukanya.

Dan kali ini Hinata benar-benar menyesal menolak pemasangan kontrasepsi yang ditawarkan dokter waktu itu.

.

.

.

"Mereka lama sekali!

Apa yang mereka lakukan!" Ujar Hiashi melipat tanganya didada, tampak gelisah setelah apa yang dilihatnya tadi. Dan semua orang yang berada diruang keluarga itu tampak canggung, bergelut dengan pikiran masing-masing.

Neji menopang kepalanya yang ia

rasakan sangat pusing, ia juga terlihat

tidak enak badan setelah menyaksikan adik kesayanganya digagahi Naruto didepan manik pucatnya.

"Bukankah kita semua

tahu apa yang dilakukan mereka

berdua," Ucap Minato yang duduk

disofa berwarna krem, disampingnya

Kushina duduk dengan manis. "Anakmu memang kurang ajar!" Jawab Hiasi sedikit emosi.

"Bukankah itu wajar? Mereka suami istri." Bela Kushina, tidak suka Naruto selalu dijelekan.

Hiashi diam, bosan berdebat dengan orang tua Naruto.

"Duduklah Hiashi-san," Lanjut Kushina.

"Tidak perlu! Aku hanya ingin cepat

membawa putri dan cucuku pulang!"

Jawab Hiashi ketus.

"Sabarlah, mereka pasti akan segera kemari." Timpal Kushina berusaha menenangkan Hiashi yang terlihat marah.

Lalu tak lama kemudian Naruto dan Hinata datang bersamaan.

"Ngg... Tousan, Kaasan?" Ucap Hinata lirih membuat semua yang berada diruang tamu menengok padanya. "Hinata-chan?"

Kushina tersenyum pada menantu

kesayanganya itu.

"Kemarilah... ada yang harus kita bicarakan." Lanjut Kushina dengan lembut.

Hinata mengangguk pelan dan duduk disofa yang masih kosong, diikuti Naruto duduk disampingnya. Sementara Hiashi menajamkan matanya menatap putrinya yang menundukan kepala.

Entah kenapa Naruto dan Hinata kini lebih mirip kedua pasangan mesum yang tertangkap pihak berwajib.

Suasana mendadak hening, hanya

suara detik jam yang terus berputar

yang terdengar.

Salah satu diantara mereka sepertinya juga enggan untuk

memulai suatu percakapan.

Sampai akhirnya Hiashi duduk disamping Neji.

Masih dengan tatapan yang tajam

menghunus Hinata dan Naruto. "Kami

sudah putuskan, kalian akan bercerai

secepatnya." Ungkap Hiashi memulai

percakapan.

Naruto dan Hinata mendengar hal itu, entah kenapa, pernyataan itu membuat telinga keduanya mendadak sakit. Namun keduanya tidak merespon Hiashi.

Mereka berdua tahu, cepat atau lambat hal ini akan terjadi. Namun entah sejak kapan, perceraian itu sama sekali tidak mereka inginkan.

"Hari ini kau dan Ryuki akan pulang kerumah Hyuuga," Lanjut Hiashi, dan mengerti bahwa yang dimaksud adalah Hinata, Hinata mengangguk pelan.

Naruto melirik Hinata tidak suka. "Jika kau ingin keluar dari rumah ini, sebaiknya kau jangan bawa Ryuki!" Ucap Naruto sinis. Hinata tersentak oleh kata-kata itu.

"Bicara apa kau bocah!" Sanggah Hiashi geram.

"Naruto..." Minato dan Kushina

berusaha menenangkan Naruto. Tidak ingin Naruto melakukan kesalahan dan membuatnya terluka.

"Bukanya kau senang terbebas dari

Hinata dan cucuku?" Tuduh Hiashi.

"Ryuki itu sudah lama disini! Dan aku berhak merawatnya! Karena aku ayahnya!" Ucap Naruto tidak terima.

"Tau apa kau soal merawat bayi!"

"Aku memang tidak mengerti! Tapi aku mau Ryuki tinggal disini!" Naruto tak mau kalah, ia berani menatap Hiashi.

"Memangnya kau siapa! Kau itu hanya penyakit yang merusak putriku!" Cerca Hiashi membuat orang yang berada disitu terkejut.

"Hiashi-san hentikan terus berbicara tidak baik pada putraku!" Bela Kushina.

"Dari awal Hiashi-san sendiri yang tidak mau merawat putra Hinata! Hiashi-san sendiri yang menyerahkan Ryuki pada kami! Sekarang dengan seenaknya Hiashi- san mengambil Ryuki dan menjelekan Naruto!" Kushina mengeluarkan emosinya yang terpendam.

"Aku berubah fikiran, apa ada

masalah?" Jawab Hiashi enteng dan meremehkan.

"Tousan,,,?" Hinata mencoba menghentikan ayahnya, tapi

ketika ia menatap Neji, Neji memberi

isyarat agar Hinata tetap diam.

"Kau ini orang tua tidak bisa dipercaya!"

Teriak Naruto marah.

"Naruto! Sudahlah!" Bentak Minato melerai Naruto dan Hiashi yang semakin emosi.

"Tousan tidak mengerti, aku

menginginkan Ryuki!" Dengan raut

wajah yang masam, Naruto berdiri dari kursinya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan semuanya.

"Naruto..." Hinata menatap kepergian Naruto dengan khawatir.

.

.

.

Naruto mendekap Ryuki dan membelai pelan pipi chubby Ryuki yang dibaringkan disampingnya. Memandangi wajah copyan dirinya itu dengan raut sedih.

Tidak siap jika harus jauh dari bayi mungil berumur 3 bulan itu, bagaimanapun kehadiran Ryuki memberi warna baru dihidupnya.

Seorang anak laki-laki yang amat sangat dicintainya.

"Katakan pada mereka kau tidak mau pergi dari sini Ryuki-chan." Naruto berbicara pada Ryuki. "Katakan kau bahagia disini bersama Tousan, Kaasan." Ryuki yang mendengar kesedihan ayahnya, hanya menendang-nendangkan kaki mungilnya diudara. "Ahh..." suara Ryuki.

"Kau tau aku sangat menyayangimu?" Naruto mencium pelan pipi merah muda itu. "Maaf jika dulu aku pernah menolakmu, Maaf dulu aku tidak mengakuimu. Tapi kau tau kan? Bahwa akhirnya memang akulah Tousanmu? Dan akhirnya aku menyayangimu. Aku ingin membesarkanmu Ryuki-chan.."

Tanpa disadari Naruto, kegiatanya sedari tadi diawasi oleh sepasang mata bulan Hinata. Hinata berdiri terpaku didekat pintu kamarnya, menyaksikan Naruto yang begitu rapuh tidak seperti biasanya.

Melihat Naruto mendekap Ryuki dengan protektif.

"N-Naruto..." Ucap Hinata pelan. Sementara Naruto enggan menengok sedikit saja.

Hinata menghampiri Naruto dan duduk diranjangnya, tepat didepan Naruto yang memiringkan badanya untuk memeluk Ryuki.

"A-aku..harus pergi sekarang." Ucapnya lagi. Kalimat yang harus ia ucapkan, namun tidak dari hatinya.

Kalimat itu bagai petir yang menyambar kepala kuning Naruto. Tidak! Naruto tidak ingin Hinata dan Ryuki pergi, Ingin menangis tetapi gengsi didepan Hinata.

"Aauuh..hikk...aaaeeeekk...uuh..." Ryuki menangis. Dengan perlahan Hinata mengangkat Ryuki dan menenagkanya.

"Sssst...tidak apa sayang...ini Kaasan," Ucap Hinata, menimang Ryuki.

Naruto bangun dari tidurnya dan duduk disamping Hinata.

Menundukan kepalanya, menyembunyikan raut mendung dari Istrinya yang sebentar lagi menjadi mantan istri.

"Hn. Kau lega sekarang, bisa keluar dari rumah ini?" Ucap Naruto dengan nada seakan ia baik-baik saja.

Hinata diam, menatap sayu Ryuki dipangkuanya. Lalu beberapa menit kemudian berucap.

"Tentu saja, aku tidak harus bertemu denganmu, bukankah kau juga senang?" Hinata bertanya balik, masih sama, dengan nada seakan baik-baik saja.

"Eh..aku..aku tidak masalah kau pergi, tapi Ryuki..." Kata-kata Naruto sedikit membuat Hinata sedih, Naruto hanya menginginkan Ryuki,bukan dirinya. Entahlah...seharusnya Hinata tidak harus cemburu pada Ryuki.

"Iyaaa... aku mengerti, Ryuki-chan. Kau keberatan Ryuki bersamaku, akan lebih baik jika seorang anak dirawat ibunya kan?, aku berjanji akan merawat Ryuki dengan baik."

"Dia putraku, seharusnya ayahnya yang membesarkanya." Naruto memotong kalimat Hinata.

"Dia putraku!" Hinata tidak mau mengalah.

"Ryuki-chan putra kita berdua, akan lebih baik jika dia dirawat kedua orang tuanya." Kalimat Naruto membungkam bibir Hinata, Naruto sendiri tidak mengerti darimana kata-kata itu bisa terucap dari bibirnya.

"Maksudku...akuu..." Naruto meremas sprei berwarna biru yang menghias ranjang yang didudukinya, menghentikan kalimatnya ragu.

"Aku mengerti Naruto, aku tau kau sangat mencintai Ryuki."

"Tidak bisakah kau meminta Tousanmu untuk membiarkan kalian tetap tinggal disini sampai kita benar-benar bercerai?" Ucapnya lirih.

Hinata diam tak menjawab, hanya menatap wajah Ryuki yang mulai tertidur dipangkuanya.

"Baiklah, aku tau jawabanya! Kau tidak akan meminta hal bodoh pada lelaki tua yang seenaknya itu kan!?" Naruto sedikit meninggikan suaranya.

"Naruto! Dia Tousanku!" Ucap Hinata menatap Naruto tidak suka.

"Baiklah aku tidak akan membahasnya! Sebelum kau pergi, aku hanya ingin mengatakanya padamu, aku..." Naruto menghentikan kalimatnya lagi.

Sedangkan Hinata menatap Naruto dengan penuh tanda tanya.

"Selama ini, sebenarnya aku..." Naruto diam lagi.

"Apa?" Tanya Hinata heran, menatap wajah tampan Naruto yang semakin memberatkan hatinya.

"Aku senang ada kau dan Ryuki disini., kalian memberikanku pengalaman-pengalaman yang menyebalkan, menegangkan." Naruto mengaku.

Hinata tersenyum tipis, juga hatinya merasa senang.

"Kau masih ingat saat kita menikah paksa?, saat kau ngidam dan menyuruhku mencarikan makanan-makanan aneh? dan seenaknya tidak perduli siang atau malam?" Ucap Naruto mengingat-ingat masa lalunya.

"Um..huum.." Hinata mengangguk.

"Saat Ryuki cerewet dan sakit, itu semua menjadi kenangan yang tidak akan aku lupakan." Lanjut Naruto.

Hinata tersenyum mengingat itu semua, melirik Naruto yang tersenyum pahit menceritakan semua hal yang mereka alami.

Lalu Naruto memberanikan diri membalas tatapan Hinata.

Memandangi wajah cantik Hinata, dan mengulurkan tanganya membelai pipi halus Hinata.

"Hinata...aku..aku..." Mata indah Naruto dan Hinata kembali bertemu, tatapan yang jelas menjelaskan perasaan betapa mereka saling mencintai.

Tapi mulut keduanya seakan kelu mengungkapkan kata 'Aku mencintaimu, jangan pergi dan tetaplah disini.'

Naruto mendekatkan wajahnya kewajah Hinata, dan memiringkan kepalanya. Lalu dengan lembut mencium bibir Hinata.

Beberapa detik hanya mengecup, tapi beberapa menit kemudian keduanya saling melumat. Saling memberi dan menerima, ciuman yang terasa manis, sangat manis.

Tangan Naruto menahan leher Hinata, menenggelamkan bibirnya dibibir Hinata seakan tidak mau sedikitpun lepas. Ciuman yang penuh dengan emosi tak tergambarkan, Ciuman manis Hingga keduanya terus menyesap rasa manisnya.

Seakan dengan ciuman itu keduanya saling mengungkapkan, bahwa mereka ingin memiliki satu sama lain. Mereka ingin hidup bersama, mereka saling mencintai.

Hingga saat Naruto mulai kehilangan kendali, dan dengan gemas menggigit bibir bawah Hinata.

"Sakit!" Hinata mendorong dada Naruto, dan merusak suasana yang sedikit hangat barusan.

"Maaf..." Naruto salah tingkah, menggaruk kepalanya.

Dan mendekatkan wajahnya kewajah Hinata, kembali ingin mengulangi ciuman yang baru saja terjadi.

"Sudahlah, aku harus pergi. Tousan dan Neji -nii sudah menungguku," Hinata menahan dada Naruto.

"Hh! Baik! Pergilah! lebih cepat lebih baik." Naruto kecewa, lalu beranjak dari duduknya dan pergi kebalkon kamar Hinata.

Hinata sedikit merasa bersalah, tetapi ia tidak mau, semakin ia dekat dengan Naruto. Rasa berat meninggalkanya akan semakin bertambah.

.

.

.

Keluarga Namikaze beserta beberapa orang kepercayaanya sudah berkumpul dihalaman utama, untuk mengantarkan Hinata pergi. Kecuali Naruto yang enggan menampakan dirinya.

"Hinata-chan, beri kami kabar tentangmu ya?" Ucap Kushina memeluk Hinata erat dengan wajah sedih.

"B-baik Kushina Kaasan," Balas Hinata lembut.

Lalu Hinata berpamitan dengan Minato.

"Minato Tousan, terima kasih selama ini sudah diijinkan tinggal disini, maaf jika aku selalu merepotkan."

"Jangan bilang begitu, kau sudah kami anggap sebagai putri kandung kami sendiri," Balas Minato tersenyum tulus, dan memeluk Hinata.

"Senang pernah mempunyai menantu yang baik dan cantik sepertimu Hinata.." Lanjutnya.

"Hm..iyaa! Hinata tersenyum senang mendengarnya.

Minato melepaskan pelukan Hinata dan mengacak lembut rambut Hinata.

"Oh ya Ryuki-chan, kau jangan nakal ya? Jangan sakit lagi, kau cucuku yang paling hebat." Ucap Kushina mencium Ryuki yang berada dalam gendongan Hinata.

Lalu Minato bergantian mencium Ryuki, "Jaga Kaasanmu ya Ryuki-chan," Ucapnya.

Sementara itu Hiashi dengan pandangan dingin menatap pemandangan mengharukan itu bagi Naruto yang ternyata masih berdiri dikamar Hinata, menyaksikan dari balik kaca jendelanya.

"Bisakah kau cepat sedikit Hinata?!" Tanya Hiashi yang sedari tadi melipat tanganya dan bersandar pada mobil berwarna silvernya.

"I-iya" Jawab Hinata cepat.

Lalu Hinata memandang jendela kamarnya, berharap Naruto berada disana, dan berteriak 'Jangan pergi'.

Namun hanya angin yang berhembus menerpa daun hias didepan kamarnya yang terlihat.

Hinata menundukan kepalanya kecewa.

"Kau baik saja Hinata?" Tegur Kushina yang melihat perubahan wajah Hinata.

"Eh..eh tidak Kaasan," Hinata menegakan kepalanya dan menggeleng cepat.

Kushina tersenyum dan mengusap pelan pipi Hinata.

"Kalau begitu aku harus pergi sekarang Kushina Kaasan, Minato Tousan" Pamit Hinata.

"Baik, jaga dirimu dan Ryuki" Ucap Kushina. Dengan wajah sedih namun masih berusaha tersenyum.

Hinata tersenyum kemudian berbalik dan masuk kedalam mobil mewah milik ayahnya.

"Kami pergi dulu Minato." Pamit Hiashi.

"Baik, hati-hati. Jaga cucuku." Jawab Minato mencoba tetap tersenyum.

Lalu Hiashi pun masuk kedalam mobilnya diikuti Neji yang sedari tadi memilih diam, dan tak lama kemudian mobil bergerak meninggalkan kediaman Namikaze.

Hinata membuka kaca mobilnya hanya untuk melambai kearah Kushina dan Minato.

Kushina membalas dengan pandangan tidak rela, Minato mengerti hal itu dan memeluk Kushina yang mulai menangis melihat mobil Hinata semakin menjauh dan menghilang dari pandangan mereka.

.

.

.

Malam yang mulai dingin dan gelap telah menyelimuti kota Konoha selatan, hanya beberapa orang yang masih saja berjalan disekitaran perumahan elit itu. Perumahan yang diantaranya didiami keluarga Hyuuga, rumah yang paling mewah diantara rumah-rumah mewah lainya tentu saja.

Namun pemandangan berbeda tampak disalah satu jendela rumah mewah bercat ungu tersebut. Masih terpancar sinar lampu yang bertanda penghuninya masih terjaga.

Hinata nampak gelisah dengan Ryuki yang ternyata masih saja menangis digendonganya.

Beribu ungkapan sayang telah mengalun dari bibir Hinata, namun semua itu tidak cukup membuat Ryuki tenang dan tidur.

Neji sang kakak hanya bisa menunggui dan berharap keponakanya itu segera diam dan tidur. Karena jujur saja Neji tidak tega. melihat Ryuki menangis begitu keras dan lama. Andai saja ia bisa melakukan sesuatu, menggendong Ryuki saja hanya sambil duduk.

"Apa yang harus kita lakukan untuk membuatnya diam, Hinata?" Tanya Neji yang melihat Hinata menimang pelan tubuh Ryuki.

Hinata menatap kakaknya, dengan ragu lalu menjawab.

"Ryuki-chan, biasa tidur dengan Naruto."

"Maksudmu?" Neji tidak mengerti.

Hinata menghela nafasnya lalu menghembuskanya, "Kami tidur bertiga disatu ranjang, Ryuki chan tidak pernah mau tidur jika tidak didekat Naruto." Jelas Hinata.

Neji masih menampakan wajah tidak mengertinya. "Tapi kau kan ibunya Hinata?"

"Ryuki-chan... hanya akan tidur jika Naruto didekatnya, Niisan." Ungkap Hinata lembut.

"Sejak kapan? setauku bocah berkepala kuning itu tidak memperdulikan kalian." Jawab Neji.

"Sejak Ryuki-chan sakit, Naruto bersama kami, dan menjaga kami." Jawab Hinata lagi. Ya Neji mengingatnya, Neji ingat Naruto yang menjaga adik dan keponakanya waktu itu.

Neji tampak berfikir, satu-satunya cara memanglah Naruto harus ada didekat Ryuki.

.

.

.

Sementara dikediaman Namikaze, pemuda berambut kuning itu nampak berbaring sendirian dikamar yang beberapa minggu ini ia tempati bersama keluarga kecilnya.

Kamar yang sengaja ia matikan lampunya agar semua mengira ia sudah tertidur.

Seharian ini, Naruto hanya mengurung diri, tidak makan dan tidak perduli dirinya sendiri.

Memeluk bantal kecil berbentuk rubah berwarna orange, bantal milik Ryuki, putra yang sedang ia rindukan saat ini.

Beberapa kali Naruto menghirup dalam-dalam aroma Ryuki yang masih tertinggal dibantal lucu itu.

"Ryuki-chan...Hinata..." Lirihnya pelan. Hatinya terasa sakit, tidak ingin kebahagiaan yang baru saja ia rasakan bersama putra dan istrinya direnggut pria tua yang menurut Naruto plin plan itu.

Ah! Andai saja orang tua kolot itu tidak membawa keluarganya pulang, saat ini seharusnya Naruto sedang memeluk Hinata yang sedang tertidur, walau itu tanpa sepengatahuan Hinata. Mencium pipi Hinata dan Ryuki disaat mereka terlelap.

Kembali Naruto mengusap bantal didekapanya, menghirup lagi wangi Ryuki yang membuat Naruto semakin ingin bertemu Ryuki jagoan kecilnya.

"Ryuki-chan, apa kau sudah tidur?" Lirihnya kembali.

Tanpa disadari Naruto, kegiatanya diawasi oleh kedua orang tuanya yang sengaja melihat keadaan Naruto dari pintu kamar yang dibuka sedikit.

Kushina menatap cemas putranya, dan Minato hanya memeluk bahu Kushina mencoba memberi rasa nyaman.

"Dia belum makan hari ini Minato," Ucap Kushina sedih.

Kushina ingin mendekati Naruto, tapi Minato mencegahnya.

"Istirahatlah, biar aku yang bicara denganya." Ucap Minato.

Kushina menatap Minato ragu.

"Percayalah padaku Kushina." Minato meyakinkan istrinya yang masih ragu.

"Baiklah Minato." Balas Kushina tersenyum dan menyerahkan pada suaminya, membiarkan Minato mendekati Naruto.

Minato berlahan mendekati Naruto yang meringkuk memeluk bantal Ryuki.

Minato duduk dipinggiran bed berseprei violet, yang biasa dipakai Hinata. Sengaja Naruto melarang maidnya mengganti sprei itu.

Dengan ragu Minato mengulurkan tanganya, membelai pelan kepala Naruto. Naruto sedikit terkejut, namun dari aroma tubuh yang ia kenal, Naruto tau itu ayahnya.

"Kaasanmu menghawatirkanmu," Kata Minato membuka percakapan. "Kau kenapa?" Lanjutnya.

"Aku tidak apa-apa, hanya tidak enak badan." Jawab Naruto kaku, tanpa menoleh ayahnya.

Minato menghela nafas, "Kau mengurung diri dan tidak makan, kau bilang tidak apa-apa?" Seru Minato, "Kau tau? Kaasan mencemaskanmu!" Lanjut Minato.

"Katakan pada Kaasan aku tidak apa-apa." Jawab Naruto lagi,

"Hn, kau sangat tidak sopan Naruto," Sindir Minato. "Setidaknya ceritakan apa masalahmu."

Naruto diam tak bergeming, didalam temaranya lampu kamar Naruto memejamkan matanya.

Sungguh Naruto tidak tahu betul apa yang sedang ia rasakan. Bukankah seharusnya ia senang? keinginanya berpisah dengan Hinata terwujud?

"Aku tidak tahu Tousan."Jawabnya lesu.

Minato mengernyitkan dahinya tidak mengerti apa yang dikatakan putra semata wayangnya itu.

"Baiklah baiklah, jika boleh menebak,-" Minato menghentikan kalimatnya, memastikan Naruto tidak akan terkejut.

Naruto melirik ayahnya, menunggu apa yang akan dikatakan ayahnya.

"- bawa pulang mereka, dan katakan padanya kau mencintainya." Ucap Minato, membuat duplikat dirinya sedikit terkejut.

"A-ma-maksud Tousan?" Naruto memastikan.

"Tousan tidak akan mengulanginya lagi, bawa pulang Hinata dan Ryuki jika kau mencintai mereka. Atau kau akan kehilangan mereka dan terus hidup sebagai pecundang?" Minato menekankan kalimatnya.

Naruto membulatkan mata safirnya didalam keremangan kamarnya.

"Kau sudah dewasa bukan? ambilah keputusan, dan jangan menyesali apapun pilihanmu." Minato berdiri dari duduknya, "Makanlah, Tousan tidak suka kau berani membuat Kaasanmu khawatir." Lalu Minato berjalan keluar kamar meninggalkan Naruto sendiri.

Bersambung 

Comments