BECAUSE IN MY HEART CHAPTER 4


BECAUSE IN MY HEART

Chapter : 4/6

.Post by Kirigaya Tatsumi

.
 
Galau!
Sudah beberapa hari ini Naruto mendadak galau. Diam-diam dia selalu memperhatikan seorang gadis berambut panjang biru tua yang kini begitu banyak yang mengagumi.
Cantik, pintar, dan feminine. Itulah gambaran Hyuuga Hinata. Gadis yang sudah dicalonkan akan menjadi perwakilan gadis sampul dari sekolahnya tahun ini. Hanya dalam waktu beberapa hari, si gadis yang selalu menyembunyikan kecantikannya di balik topeng itu kini mulai melebarkan sayapnya. Membuat banyak orang kini begitu memujanya.
Bahkan…
Tidak sedikit orang yang dulu selalu mencaci dan memakinya kini justru berbalik jatuh hati…
Hinata masih tetap ramah, dan tidak banyak bicara.
Sikapnya sama sekali tidak berubah.
Hanya satu hal saja yang berubah dari dirinya… dan itu sangat menyakiti bagi seorang pemuda yang menjadi terdakwa yang harus bertanggung jawab karena kesakitannya di masa lalu.
Hinata… tidak pernah lagi diam-diam memerhatikan Naruto. jangankan memerhatikan, bahkan setiap bertemu ia selalu bersikap seolah tidak mengenal si blonde.
Sedih!
Entah mengapa karena hal itu mendadak Naruto selalu merasa sedih? Baru menyadari bahwa kehadiran Hinata dulu menjadi salah satu warna yang begitu melengkapi harinya.
Hinata yang sekarang bukan lagi fansgirl-nya…
Hinata yang sekarang bukan lagi gadis cupu yang diam-diam selalu menulis surat untuknya…
Hinata yang sekarang… bukan lagi Hinata yang sangat mencintainya…
Dan semua hal itu, sukses membuat Naruto sering marah-marah tidak jelas. Menyalahkan siapa pun orang yang padahal tidak punya masalah dengannya. Salah satu orang yang paling sering jadi korban pelampiasannya adalah…
"Teme! Itu bukuku, kembalikan!"
"Tidak perlu berteriak Dobe!"
"Teme, mana pensilku?!"
"Teme! Kau mengambil pulpenku kan?"
"Teme! Yang kau dudukki itu kursiku!"
"Teme!"
"TEME!"
"SHUT UP DOBE!" teriak Sasuke akhirnya. Balas membentak karena tidak tahan sudah seharian itu ia selalu saja dibentak Naruto hanya karena masalah sepele. Naruto itu kenapa sih?
Akhirnya… pada jam istirahat, Sasuke menyeret sang tersangka a.k.a Namikaze Naruto ke atap gedung sekolah. Menghabiskan waktu istirahat mereka yang tersisa dengan menikmati suasana siang cerah di tempat tenang favorit mereka.
Sasuke duduk menyandarkan punggungnya ke tembok sambil bersidekap santai. Kedua kakinya terjulur sama sekali tidak peduli sekali pun tempat yang ia dudukki itu penuh debu. Mata onix kelamnya terus saja mendelik ke samping memperhatikan sahabat kecilnya alias Namikaze Naruto yang sejak tadi terus cemberut dan menunduk, menggambar lingkaran-lingkaran dengan telunjuknya.
"Sebenarnya kau itu kenapa? Heh?" Tanya Sasuke malas. Ini sudah menjadi pertanyaan sama ketiganya. Dan Naruto masih saja tidak menjawab. Sebenarnya, Sasuke sudah tahu alasannya. Hanya saja ia ingin mendengar hal itu dari bibir Naruto sendiri.
"Aku tidak tahu!" setelah cukup lama diam, akhirnya Naruto membuka suara. Ia tidak tahan juga. Naruto yakin Sasuke itu bisa dipercaya, dan menyimpan perasaan kalang kabut dan galau tak berujung tanpa teman curhat rasanya membuat kepalanya hampir pecah.
Naruto harus menceritakannya…
Setidaknya pada Sasuke, karena si jenius Sasuke itu pasti bisa memberi solusi untuk masalahnya.
"Kalau kau tidak cerita aku tidak bisa membantumu Dobe!" kata Sasuke lelah. Ia mulai memejamkan matanya rapat. Berusaha menikmati hembusan angin yang menerpa kulit putih alabasternya, nyaris saja Sasuke tertidur, tiba-tiba Naruto membuka suaranya…
"Teme!"
"Hn?"
"Aku mau curhat!" kata Naruto alay.
"Berceritalah!"
Flashback on!
Naruto merasa kepalanya berat karena kehujanan, ia mulai melangkah gontai ke UKS hendak meminta obat. Sekalian meminta Shizune mengambilkan baju ganti untuknya. Langkahnya yang tidak fokus itu terkadang membuatnya menabrak orang-orang yang berjalan berlawanan arah dengannya. Membuat orang-orang itu memaki Naruto dalam hati karena baju mereka juga jadi sedikit basah.
Tapi… jelas saja mereka hanya bisa memaki dalam hati. Mereka terlalu takut untuk menghadapi si blonde yang bisa saja men-DO mereka dari sekolah jika mencari urusan dengannya.
Naruto memegangi kepalanya, suara Hinata yang meneriakinya tadi terus saja berputar seperti kaset di kepalanya, membuat si blonde frustasi dan hampir saja membenturkan kepalanya sendiri ke tembok.
Muak! Naruto hampir menjerit sinting dibuatnya. Sebenarnya ada apa dengannya? Apa benar kutukan Hinata itu terbukti?
Menjungkir balikkan dunia Naruto.
Naruto yang dulu amat membenci Hinata kini selalu saja memikirkannya. Merasa kehadiran Hinata mendadak penting untuk hidupnya, keselamatan jiwanya.
Ceklek! Naruto membuka pintu UKS tak bertenaga, matanya memicing tajam saat melihat siapa orang yang ada di dalam sana?
Deg!
Hati Naruto mendadak ngilu, ia kini semakin dibingungkan dengan perasaannya sendiri. membuat pikirannya yang sudah galau itu semakin kacau.
Saat ini, tepat di depan matanya, Hinata sedang duduk di atas ranjang dengan kaki menjuntai ke lantai. Ia tampak menangis terisak dengan Gaara yang sedang mengobati luka di kakinya. Mengolesinya dengan cairan antiseptik agar tidak infeksi. Di samping kanannya, Hyuuga Neji terus saja memeluknya, memeluk gadis yang sekarang sudah menjadi saudara sepupunya.
"Sakit?" pertanyaan Neji menyeluruh. Hinata mengangguk cepat mengiyakan, sebenarnya luka di kakinya tidak seberapa, luka di lengan dan kepalanya juga tidak terlalu parah. Tapi hatinya… seolah dipaksa menghancurkan hatinya sendiri, Hinata menyesal karena sudah mengucapkan sumpah serapahnya pada seseorang yang begitu dicintainya…
Hatinya yang begitu tulus itu kini diliputi perasaan bersalah yang mendalam. Membuat dirinya merasa jadi manusia paling jahat di dunia.
"Sudah, mungkin sebaiknya kau pulang saja." Gaara berdiri tegak menatap Hinata lurus. Walau sulit ia berusaha tersenyum tipis. Membuat Hinata menyusut air matanya lalu sedikit membungkuk.
"Arigato… Gaara-san," kata Hinata serak.
"Sudah seharusnya, lagipula aku yang bersalah. Aku yang harus minta maaf."
"Itu kecelakaan, kau juga tidak sengaja."
"Tetap saja semua salahku."
"Jangan menyalahkan diri lagi." Hinata memiringkan kepalanya lalu tersenyum lembut. Membuat baik Gaara maupun Neji kini mendadak tertegun.
Hinata yang kini ada di antara mereka, bukan hanya memiliki wajah yang sangat cantik, tapi ketulusan dan segala kebaikan itu benar-benar membuat orang lain bisa merasakannya, merasa kasihan karena gadis sesempurna Hinata begitu banyak yang membencinya.
Dan semuanya… di awali karena cintanya… cinta brengsek yang ditujukan kepada seseorang yang amat brengsek.
Baik Gaara maupun Neji, kini sudah mengibarkan bendera peperangan pada Naruto. tidak rela karena gadis sebaik itu selalu saja menjadi bahan hinaan yang kadang tidak berperikemanusiaan.
"Istirahatlah, nanti biar Kakak yang mengantarmu pulang," kata Neji. Usia mereka memang hanya berbeda beberapa bulan, dengan Neji yang lebih tua. Karena itu Hinata sekarang selalu memanggilnya kakak sekalipun mereka satu angkatan.
Hinata tersenyum lalu mengangguk, ia meluruskan pandangannya, sedikit terhenyak saat melihat Naruto yang berdiri dengan sorot bengis di depannya. Gaara dan Neji yang merasakan perubahan sikap Hinata jadi penasaran, kemudian mereka menoleh kearah pandangan Hinata tertuju. Hati mereka langsung menggeram saat melihat si blonde yang sudah seharusnya mereka salahkan.
"Mau apa kau di sini, Namikaze?" Tanya Neji dengan nada ditekan. Naruto meliriknya sebentar, kemudian kembali fokus menatap Hinata. Entah apa alasannya? Yang jelas Naruto merasa sedang diselingkuhi? Sakit! Hatinya merasa sakit.
"Tadinya aku hendak mengambil obat," desis Naruto dengan tatapan nyalang yang terus terfokus pada si gadis yang kembali menundukkan kepalanya. Takut dan kecewa. Hal itulah yang dirasakan Hinata. "Tapi… tidak jadi, aku tidak mau mengganggu waktu kencan kalian."
Dan setelah menyelesaikan kalimatnya, Naruto langsung berbalik dan melangkah pergi. Malas melihat terlalu lama pemandangan yang bukan hanya menyakitkan matanya, tapi juga menghancurkan perasaannya.
Flashback off
"Da-dan setelah itu, aku tidak mengerti kenapa aku selalu memperhatikannya, Teme. A-aku, aku bingung dengan perasaanku sendiri." kata Naruto yang mendadak gagap. Wajahnya benar-benar menunjukkan kebingungan.
"Hn!" kata Sasuke berusaha menyembunyikan seringaiannya, ia terus saja membiarkan Naruto yang tidak melihatnya sambil terus sibuk bercerita.
"Aku sama sekali tidak mengerti. Kenapa aku yang dulu sama sekali tidak memedulikannya kini selalu memikirkannya? Merasa marah karena si Hyuuga itu sekarang begitu dikagumi banyak pria? Kepalaku sakit, Teme. Dadaku sesak. Sebenarnya kenapa Hinata selalu saja berputar di kepalaku?"
"Kau jatuh cinta pada Hinata, Dobe…" kata Sasuke santai. Membuat Naruto yang hendak bicara hanya bisa membuka-tutup mulutnya. "Kau. Jatuh. Cinta. Pada. Hinata." Eja Sasuke membuat mata Naruto terbelalak tak percaya.
"Ti-tidak mungkin!" Naruto menggeleng cepat. Ia tidak percaya pada pendapat Sasuke. Mana mungkin hanya karena sekarang Naruto selalu memperhatikan Hinata, sering memikirkannya, tiba-tiba tersenyum sinting saat wajah Hinata terlukis di angannya, jantungnya berpacu cepat saat berhadapan dengan Hinata, dan rasa sakit serta marah menguasainya setiap ada pemuda yang mendekati gadis itu artinya ia jatuh cinta?
Heh? Tidak mungkin itu cinta, kan?
"Itu memang cinta Dobe. Apa pun yang kau lakukan dan kau pikirkan selalu tentang dia, kan? Itu memang cinta," seolah bisa membaca isi hati Naruto, Sasuke bicara demikian. "Dan sebenarnya… yang kau rasakan itu sudah sejak lama."
"Apa maksudmu?" Tanya Naruto semakin tidak mengerti. Mendadak ia menjadi orang bodoh dan idiot. Ternyata… Sasuke memang tidak salah memberi julukkan.
"Sejak dulu, kau selalu sibuk memikirkan bagaimana caramu besok untuk menyakitinya? Membuat semua pria jauh-jauh dari Hinata dan membenci gadis itu tanpa sebab. Kau jatuh cinta, hanya saja… pengakuan cintamu itu memang terlalu aneh. Kau tol-lol, id-di-ot!"
"Kau membual, brengsek!"
"Dan kau tetap idiot!"
"Shut up!"
.
Naysaruchikyuu
.
.
Naruto masuk ke dalam kelas, ia tersenyum senang saat melihat Hinata sedang sendirian di sana, mencatat semua hal yang dituliskan di papan white board. Hinata yang kebagian menjadi sekretaris kelas itu memang selalu mencatat double jika guru tidak ada. Ia yang menulis di white board, dan lalu menyalin di buku catatannya sendiri.
Naruto tahu Hinata belum makan siang, dan dengan tubuhnya yang sedikit gemetar nervous, tadi ia sengaja ke kantin membeli jus stroberi dan roti isi keju seperti yang selalu dibeli Hinata setiap istirahat makan siangnya.
Eh?
Naruto menggelengkan kepalanya. Sejak kapan ia memperhatikan Hinata? Sejak kapan ia tahu apa makanan kesukaan Hinata?
Fokus brengsek! Maki Naruto pada dirinya sendiri. ia tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal aneh macam itu. Ia harus segera memberikan semua yang dibawanya itu pada Hinata, waktu istirahat sudah hampir lewat, dan Naruto tidak mau gadis itu sakit karena lupa makan.
Perlahan… Naruto melangkah gontai menghampiri Hinata, degupan jantungnya semakin tak karuan seiring langkahnya yang semakin mendekat. Sampai akhirnya, Naruto berdiri tepat di samping Hinata yang tampak tetap tidak mau memedulikannya.
"Hhh-Hyuuga…" kata Naruto dengan suara bergetar hebat. Sumpah demi apa pun, bahkan seumur hidupnya ia tidak pernah merasa setegang ini.
"Ya?" Tanya Hinata tetap tidak balas melihat Naruto. ia berusaha menahan gejolak di dadanya. Berusaha tidak bersorak senang karena ini untuk pertama kalinya Naruto memanggil 'marga'nya. Bukan dengan segala bentuk caci maki yang menusuk.
"Ini untukmu!" Naruto meletakkan jus kalengan dan roti itu di meja Hinata yang masih tidak memedulikannya. Jujur saja, hati Naruto sakit dibuatnya, hanya saja ia tidak mau terlalu memperlihatkan ekspresi tak biasanya itu.
"Terima kasih." Hinata berkata datar. Ia kembali fokus menulis. Menggigit bibir bawahnya yang mendadak gemetar. Tiba-tiba ingat sekumpulan orang yang dulu selalu membullinya, dan itu… adalah karena hatinya yang selalu berharap Naruto balas mencintainya.
Dan tanpa Hinata sadari… segala ketulusan dan kepolosan yang dimilikinya kini mulai ternodai bintik-bintik hitam kesakitan dan mencemari hatinya yang dulu putih bersih, memunculkan ego tersendiri saat mengingat kekejaman Naruto yang dulu tidak pernah mengenal kata puas jika sudah menyakitinya.
Hinata memang masih mencintai Naruto… sangat!
Tapi… sikap Naruto yang kini balas mengejarnya itu bukan hanya membuatnya senang karena akhirnya setelah sekian lama cintanya berbalas juga.
Ingin balas dendam? Yah! Tentu saja.
Siapa yang menanam maka ia yang menuai bukan?
Dan sikap jahat Naruto padanya dulu lah yang membuat Naruto harus rela kini berganti posisi dan harga dirinya diinjak-injak oleh Hinata.
Hinata tidak akan berbaik hati. Dia tetap akan membuat Naruto terus mengejarnya apa pun caranya, tapi… dia tidak akan pernah membalas cinta Naruto seperti yang seharusnya.
Sekalipun… Hinata juga pasti akan ikut menderita bersama orang yang dicintainya.
.
Naysaruchikyuu
.
.
Sasuke sedikit mengernyitkan keningnya, saat ini ia sedang tidur di halaman belakang sekolah yang sepi. Menjadikan akar pohon-pohon besar di sekitarnya itu bantal. Menikmati semilir angin siang yang berhembus lembut.
"Jangan begitu…" gumam Sasuke tanpa sadar. Ia yang memiliki kemampuan membaca masa depan itu menggeleng pelan. "Itu akan menyakitimu juga… Hinata…"
Tebese

Comments