BECAUSE IN MY HEART CHAPTER 5
BECAUSE IN MY HEART
Chapter : 5/6
.Post by Kirigaya Tatsumi
.
.
.
Jika ada orang yang ingin tahu bagaimana perasaan seorang Hyuuga Hinata saat ini, hanya satu hal yang bisa diucapkan si gadis bermata amethyst itu.
Bahagia!
Yah, Hinata memang sangat bahagia karena saat ini karma sudah berlaku. Sejak beberapa hari yang lalu Naruto selalu saja menyapanya lebih dulu. Mengajaknya ke kantin atau pulang bersama. Yang tentu saja, ajakan itu selalu ditolak baik-baik olehnya.
Sakit! Rasa sakit di hatinya masih tidak bisa terobati. Apa yang dilakukan Naruto terhadapnya dulu sudah cukup menjadi alasan yang tepat baginya agar sekarang bisa memutar balikan keadaan. Akan ia buat seorang Namikaze tidak berkutik dan berlutut di kaki memohon cintanya.
Dan sepertinya Naruto sangat menyadarinya. Ia berusaha mempertahankan harga dirinya agar tidak lagi mendekati Hinata. Tapi apa yang dibalik dadanya itu seolah mengkhianati logika siempunya. Dengan seenaknya selalu saja mengontrol seluruh anggota tubuhnya membuat dirinya rendah di depan sang Hyuuga yang berhasil telak menjerat hatinya.
Seperti pagi ini.
"Hay Hinata!" sapa Naruto saat Hinata baru saja turun dari mobilnya. Ia berjalan membawa beberapa buku paket diikuti kedua bodyguardnya. Hinata hanya tersenyum ramah membalas sapaan Naruto. membuat pemuda blonde itu naik pitam dan bernapsu untuk menghajar gadis di depannya kalau saja dia bisa.
"Mau kubawakan bukumu?"
"Tidak usah, Namikaze-san. Aku bisa sendiri."
Dan satu lagi kenyataan pahit yang harus ditelan bulat-bulat oleh Naruto. sejak kejadian beberapa hari lalu itu, Hinata selalu saja memanggilnya dengan nama marganyanya, padahal dulu ia selalu memanggilnya 'Naruto-kun'.
Terus berjalan di samping Hinata, men-deathglare siapa pun yang berani melirik gadis yang bagi Naruto sudah menjadi hak miliknya.
Kini mereka sampai di lorong-lorong sekolah. Dalam diam Naruto terus saja mengekori Hinata, membuat gadis itu tidak tahan untuk mengukir seulas senyuman sinis di bibirnya. Jadi, sekarang siapa yang mengendalikan permainan Naruto-kun?
"Hinata!" panggil seorang gadis bersurai merah muda saat melihat Hinata menampakan dirinya di lubang pintu. Sakura yang sedang duduk di bangkunya itu melambaikan tangannya meminta agar Hinata menghampirinya.
Hinata tersenyum manis. Sakura memang salah satu orang yang selalu bersikap baik padanya. Bahkan sebelum dirinya bermarga Hyuuga. Ia menghampiri Sakura lalu duduk di sampingnya.
"Ada apa Sakura?"
"Aku tidak mengerti soal ini, bisa kau ajari aku?" Sakura menyodorkan buku catatan fisikanya. Hinata meliriknya sebentar lalu mengangguk. Ia memang sudah menguasai beberapa rumus fisika termasuk dengan yang saat ini tidak dimengerti Sakura. Cantik, kaya, jenius, itulah gambaran sosok seorang Hyuuga Hinata di mata teman-temannya yang sekarang.
"Baiklah!"
Merasa dirinya sudah tidak dipedulikan. Naruto mendesah pasrah lalu berbalik pergi meninggalkan kelasnya. Sekali lagi, ia membutuhkan teman curhat.
.
Naysaruchikyuu
.
..
"Hei Teme!" panggil Naruto pada Sasuke yang sedang tertidur di halaman belakang sekolah. Menutupi wajahnya dari cahaya matahari pagi menggunakan buku.
Merasa tidak ada sahutan, Naruto menendang-nendang pelan kaki Sasuke, "Hei Teme!"
"Berisik Dobe!" Sasuke mengenyahkan buku yang menutupi wajahnya dan menatap Naruto berang. Si pirang itu, tidak mengenal sopan santun sama sekali. Mana ada orang yang membangunkan orang lain dengan cara menendang?
Tentu saja ada. Naruto itulah bukti nyatanya.
"Aku mau cerita."
"Sejak kapan kau sudah seperti perempuan begini Dobe?" ringis Sasuke aneh. Tampaknya cinta memang merubah kepribadian Naruto yang dulu lelaki sejati menjadi lelaki berhati tweety. Tahu kan Tweety? Burung lucu berwarna kuning yang ada di televisi.
"Aish!" Naruto menggembungkan pipinya jengkel. Membuat Sasuke mendengus geli dibuatnya. Naruto sedikit imut jika sudah memasang wajah ngambek. Membuat jiwa seme Sasuke bangkit saja. Sasuke duduk di depan Naruto lalu menatapnya malas.
"Ada apa?"
"Aku merasa Hinata memang sengaja mempermainkanku." Naruto berkata serius. Kedua alisnya menukik tajam. "Dia tahu sekarang aku menginginkannya, tapi dengan sengaja menjauhiku.
"Dia merendahkanku, Teme."
"Memangnya apa yang kau harapkan dari orang yang sudah terlalu sering kau sakiti Namikaze?" Tanya Sasuke sinis. Ia menguap lebar lalu menggerakkan lehernya yang kaku. Membuat persendiannya kembali ke tempat-tempat mereka berasal. "Aku tidak heran."
"Harusnya dia bersyukur aku menyukainya." Naruto berkata berang. "Aku, seorang Namikaze Naruto, siswa favorit di KHSI sengaja terang-terangan mendekatinya. Mana boleh dia tak memedulikanku begitu?"
"Lama – lama aku jengkel padanya."
"Hah… apa maumu saja Dobe."
.
Naysaruchikyuu
.
..
Mencintai Naruto?
Tentu saja. Hinata masih sangat mencintai si blonde. Sekalipun sekarang ini ia selalu berusaha menghindarinya, berharap ras cintanya sedikit terkikis untuk mengurangi kesakitannya, tapi ia sadar hal itu sama sekali tidak membantu,
Sadar betul, bahwa dirinya masih tidak bisa melepaskan diri dari jeratan si pirang yang sudah menawan hatinya sejak mereka pertama kali bertemu.
Tapi…
Ia sudah sering terlanjur sakit. Ia sudah terlalu sering diperlakukan tak berharga. Membuat rasa bencinya lebih mendominasi, membuat rasa benci yang dipendam hatinya itu sama besarnya dengan perasaan cinta yang masih disimpannya saat ini.
"Hinata!" panggil seseorang saat Hinata keluar dari perpustakaan. Sendirian menyusuri lorong-lorong menuju kelasnya yang sudah sunyi. Bel masuk memang sudah berbunyi sejak lima belas menit yang lalu.
Hinata menoleh, ia tersenyum saat melihat yang memanggilnya Hyuuga Neji. Neji yang baru keluar dari laboratorium sekolah itu membalas senyuman Hinata lalu berdiri di depannya. Membuat sepupu barunya itu mengernyitkan kening bingung.
"Ada apa Kak Neji?"
"Kau cantik menggunakan jepit rambut itu." Neji berkata jujur. Hinata tersipu mendengarnya. Jepit rambut kupu-kupu itu diberikan Neji kemarin sore saat berkunjung ke mansionnya.
"Terima kasih."
"Hinata…" panggil Neji dengan nada gugup. Membuat Hinata juga ikut dibuat gugup karenanya. Mata amethyst mereka saling bertemu. Saling memancarkan hal yang sama-sama ambigu. Jika Neji terlihat begitu tegang, maka gadis bersurai biru kehitaman itu justru terlihat kebingungan.
"Aku mencintaimu."
Dan napas Hinata tercekat saat mendengar ungkapan hati pemuda yang sudah dianggapnya kakak. Mencintainya? Mana mungkin? Ah… sepertinya Hinata baru saja salah dengar. Hinata menggeleng tak percaya.
"Kau tidak salah dengar Hinata." Neji berkata serius, seolah dia bisa membaca pikiran gadis di depannya. Ia memegangi kedua bahu Hinata membuat gadis itu semakin gugup. Ia masih terlihat linglung.
"Kak Neji…" panggil Hinata parau. Akhirnya ia bisa juga bicara. "Kita ini sepupu."
"Aku tahu." Neji tidak menyangkal. "Tapi aku tidak peduli."
Hinata tertegun.
"Aku mencintaimu Hinata…" Neji menghela napas dalam berusaha menormalkan degupan jantungnya yang semakin tidak karuan. Matanya yang tadi menyorotkan ketegasan kini terlihat begitu rapuh. "Aku sangat mencintaimu."
"Jadilah kekasihku…"
Hinata hendak menolak, ia hampir saja memalingkan wajahnya saat Neji mulai memperpendek selisih jarak di antara wajah mereka. tapi tanpa sengaja mata amethysnya menangkap sosok bayangan Naruto tidak jauh darinya. Sedang menatapnya penuh harap.
Yah! Sepertinya Naruto memang sangat berharap agar Hinata menolak cinta Neji.
"Kau itu menjijikkan!"
"Kau pikir gadis sepertimu pantas mencintaiku?"
"Sampai mati aku tidak akan pernah menyukaimu."
"Kau hanya kuman pengganggu. Membuatku alergi saja."
"Menjauhlah dariku dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku."
Seketika itu pula rekaman-rekaman makian dan kata-kata kasar Naruto berputar cepat di otak Hinata. Membuat hatinya yang tadi sempat gundah itu kini menemukan kembali kekuatannya.
Hinata membiarkan saja saat Neji mengecup bibirnya, melumatnya lalu memberikan akses pada Neji memasukan lidah ke dalam mulutnya. Memeluk pinggang ramping Hinata menempelkan erat tubuh mereka.
Hinata tanpa sadar mengikuti permainan lidah Neji. Lidah mereka saling membelit menimbulkan decakan bunyi. Matanya tetap fokus menatap mata biru Naruto yang masih terbelalak.
Seolah tidak percaya bahwa yang dilihatnya itu adalah Hinata, Naruto tetap berdiri di depannya dengan ekspresi kesal, jengkel, kecewa, marah, dan… terluka.
Tidak disangkanya Hinata akan sengaja berciuman di depannya. Kedua mata amethyst itu menatapnya tajam seolah tengah menantangnya.
Membuat sesuatu di balik dada Naruto perlahan robek menimbulkan luka menganga tak terobati. Membuatnya dikuasai emosi dan tidak bisa lagi mengendalikan diri.
Naruto…
Akan membalas apa yang sudah dilakukan Hinata padanya.
Akan dia buat menyesal seseorang yang sudah berani menyia-nyiakan perasaan tulusnya.
"Menantangku, Hyuuga?" Naruto tersenyum sinis lalu berbalik. Tidak menghiraukan kakinya yang mendadak lemas, ia segera melangkah pergi. Mengumpulkan kekuatannya agar langkahnya tidak terlihat gontai. "Kuterima!"
.
Naysaruchikyuu
.
..
"Ada apa, Kaa-san?" Naruto mengangkat sebelah alisnya saat menyadari Kushina tengah menatapnya curiga.
"Kau serius Naruto? kau ingin dijodohkan dengan Hyuuga Hinata?" Tanya Kushina memastikan. Memastikan bahwa dirinya memang tak salah dengar. Mendengar pertanyaan itu Naruto langsung mengangguk dan menjawab kata 'ya' dengan tegas.
"Kenapa tiba-tiba?" Minato yang duduk di samping istrinya itu menatap putra sulungnya aneh. Setahunya, kedua anak itu tidak pernah dekat.
"Aku menyukainya." Naruto menjawab jujur. Ia memang menyukai Hinata. 'Dan aku akan membalas apa yang sudah dia lakukan padaku.' Lanjutnya dalam hati. Tentu saja tujuan keduanya itu tidak akan ia ungkapkan kepada kedua orangtuanya.
Kushina hanya mengelusi kepala Kyuubi yang mengerjakan pr di depannya. Duduk di atas karpet tanpa memedulikan pembicaraan kedua orangtua dan kakak semata wayangnya.
"Apa ini tidak terlalu terburu-buru?" Minato menggumam. Sebelumnya ia dan Hiashi memang sudah punya rencana untuk menjodohkan anak-anak mereka. minato pikir Naruto akan menolaknya mentah-mentah mengingat sikapnya yang keras kepala. Tidak disangkanya justru Naruto sendiri yang meminta hal itu padanya.
Lagipula… menurutnya ini terlalu tiba-tiba.
"Hiashi-san adalah teman baik Tou-san, Naru." Minato menjelaskan. Ia memicingkan matanya tajam. Tapi tampaknya putranya itu memang serius, sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan tatapannya yang seolah hendak menelanjangi.
"Lalu?" Tanya Naruto datar.
"Sampai kau menyakiti putrinya, kedua orangtuamu juga akan terkena masalah."
Naruto diam sejenak. Ia sudah memikirkan konsekuensi itu sejak awal. Ia sadar betul apabila dirinya salah langkah, bisa membuat hancur hubungan baik antara kedua orangtua mereka. oleh karena itu, ia akan memainkan perannya hati-hati. Membuat Hinata mau tidak mau harus terseret arus permainannya.
"Aku tahu." Naruto tetap berusaha menjawab tegas.
Minato dan Kushina saling bertatapan sebentar, meminta pendapat satu sama lain. Tapi begitu mereka yakin bahwa putra sulungnya memang serius menginginkan Hinata untuk diperistrinya, mereka pun mengangguk setuju. Lagipula… bukan kah memang itu yang mereka harapkan?
"Baiklah Naruto!" Kushina tersenyum lembut. "Kaa-san akan meminangkan Hinata secepatnya untukmu."
Mendengar itu, mati-matian Naruto berusaha agar bibirnya tidak membentuk seulas seringaian. Ia tidak mau rencananya gagal.
Well… Hinata!
Jangan salahkan aku.
Karena kau sendiri yang mengibarkan bendera peperangan lebih dulu.
.
Naysaruchikyuu
.
..
"Apa maksud Kaa-san?" Hinata menatap ibunya tak mengerti. Saat ini keluarganya sedang makan malam di ruang makan, keluarga yang terdiri dari tiga orang manusia itu kini makan sambil berbincang.
Hinata hampir saja menjatuhkan dagunya saat mendengar permintaan –perintah- ibunya. Yang menjelaskan bahwa tidak lama lagi ia akan bertunangan dari seseorang yang amat sangat dicintainya tapi juga sangat dibencinya. Seseorang yang tadi dengan sengaja ia berikan tayangan live ciumannya bersama sang kakak sepupu.
"Yah! Minato-san dan Tou-sanmu sudah sepakat kau dan Naruto akan dijodohkan." Hanabi mengulas senyuman tipis. "Memangnya kenapa Hinata? Bukan kah dia tampan?"
"Yah…" Hinata mengangguk setuju. Ia memang tahu Naruto tampan, bahkan di matanya sangat-sangat tampan. Karena itu juga selama ini Hinata tidak bisa menampik perasaanya bukan?
"Lalu apa masalahnya? Kau tidak keberatan kan dijodohkan dengannya, Hime?"
Hinata diam sebentar. Jujur saja menurutnya hal ini terlalu tergesa-gesa. Belum sampai dua belas jam insiden di lorong sekolah itu terjadi, dan begitu pulang ia dikejutkan dengan perjodohannya dengan orang yang tadi siang ia sakiti?
Aneh…
Lagipula… kenapa Naruto setuju? Bukan kah harusnya ia menolak acara perjodohan itu mentah-mentah?
Tiba-tiba kedua tangan Hinata mengepal. Ia tahu hal apa yang bisa membuat Naruto justru menerima dengan senang hati perjodohan di antara mereka saat ini.
"Kau mau balas dendam, Naruto-kun?" Hinata membatin sinis.
.
Naysaruchikyuu
.
..
"Apa yang kau inginkan, Namikaze-san?" Tanya Hinata saat mereka berdua di tangga darurat sekolah. Istirahat siang ini, Naruto memang sengaja mengajak Hinata ke sana.
"Bukan kah langitnya sangat indah?" Naruto menjawab tidak nyambung. Ia melipat kedua tangannya di pagar pembatas lantai lima lalu mendongak. Menatap langit biru yang nyaris tidak berawan.
"Tidak perlu basa-basi." Hinata berkata pelan. "Sebenarnya apa yang kau inginkan?"
"Minggu depan kita akan bertunangan." Naruto berkata santai. Ia melirik Hinata yang bungkam dengan ekor matanya. Tersenyum miring lalu kembali fokus menatap langit.
"Aku tahu." Hinata menjawab parau.
"Kenapa kau tidak menolak?"
"Kau sendiri, kenapa menginginkanku padahal aku sudah menyakitimu?"
"…"
"Balas dendam, heh?"
"Begitulah Hime…" Naruto tersenyum sinis. "Aku akan menghancurkanmu, sampai ke akar-akarmu." Katanya sangat santai. Seolah sedang membicarakan bahwa Brazil bisa mengalahkan Jepang dengan mudah dalam permainan sepak bola. Ia bahkan tetap tidak melihat Hinata saat mengatakannya.
"Kau pikir aku takut?" Hinata balas menantang. Kini ia menatap Naruto tajam. "Aku akan mengikutimu permainanmu, Namikaze."
Hinata berbalik lalu berjalan menuju pintu. Mendadak ia merasa sangat kesal dan jengkel. Ingin sekali ia membenturkan kepalanya ke tembok sekeras mungkin agar hilang ingatan dan melupakan bahwa sampai saat ini ia masih mencintai pemuda yang kini ia tinggalkan.
"Satu lagi Namikaze." Hinata berkata tanpa berbalik. Dan sekalipun Naruto tidak menyahut, tapi Hinata tahu Naruto mendengarkannya. "Hati-hati jika kau bermain api, Namikaze, karena salah-salah…"
Hinata mendesis.
"Justru kau sendiri yang akan terbakar." Lanjut Naruto memotong apa yang akan dikatakan Hinata.
Hinata mendengus lalu masuk ke dalam gedung sekolah. Meninggalkan Naruto yang masih mendongak menatap langit di atasnya dengan sorotnya yang amat sayu.
"Sepertinya…" Naruto tersenyum tipis. "Aku memang sudah terbakar."
"Tapi maaf saja Hinata…"
"Aku, tidak ingin mati sendiri."
Tebese
Tolong tinggalkan kritik dan saran anda dikomentar
Comments
Post a Comment