BECAUSE IN MY HEART CHAPTER 3
BECAUSE IN MY HEART
Chapter : 3/6
.
.
"Arrrgh…" jerit Hinata kesakitan. Ia baru saja mendorong Naruto dan mengorbankan tubuhnya sendiri yang terserempet motor. Si pengendara yang ternyata adalah Sabaku Gaara langsung meminggirkan motornya dan turun. Ia membuka helm dan menghampiri Hinata yang terjatuh telungkup dengan kepala membentur trotoar.
Semua orang yang melihat kejadian itu berlari ingin melihat apa yang terjadi? Dua orang bodyguard yang ditugaskan Hyuuga Hiashi untuk menjaga putri angkatnya kalang kabut menghampiri dan membantu Hinata duduk.
Siang yang cerah…
Tapi di parkiran sekolah mendadak hening saat si rambut kuning cerah yang tampaknya juga cukup shock dengan kejadian singkat yang dialaminya itu hanya berdiri mematung menatap Hinata yang masih berusaha tersenyum sambil menggeleng saat kedua pengawalnya menanyakan keadaannya.
"Hyuuga-san, kau baik-baik saja?" Tanya Gaara menyesal. Ia menatap Hinata khawatir sekali pun rautnya tidak kentara. Hinata yang pelipisnya terdapat memar biru mendongak lalu tersenyum.
"Tidak apa-apa Sabaku-san. Aku baik-baik saja." Jawab Hinata lembut. Tapi tampaknya Gaara tidak percaya, dia ikut berjongkok dan memeriksa luka di pelipis Hinata.
"Ayo, biar kuantar ke UKS."
"Tidak usah. Aku baik-baik saja. Sungguh!" Hinata meyakinkan. Ia berusaha berdiri lalu tersenyum menenangkan, mengedarkan mata amethysnya mencari sosok pemuda yang baru saja ia tolong. Cemas, ia takut mendorong si pemuda itu terlalu kuat.
Hinata bernapas lega saat Naruto yang berdiri diapit Shikamaru dan Kiba kini masih menatapnya kosong. Berusaha melangkah tertatih, Hinata menghampiri pemuda itu dengan rona merah di kulit putihnya, bukan karena malu. Tapi karena menahan sakit di lututnya yang terantuk aspal, kaki kirinya juga sepertinya terkilir. Dan kepalanya… sejak tadi berdenyut nyeri.
Hinata tersenyum saat sudah ada di depan Naruto. seolah tidak memedulikan mereka yang kini dikelilingi banyak murid yang berbisik satu sama lain, matanya terus terpokus pada pemuda pirang di depannya. Hatinya mendesah lega saat sadar Naruto tampak baik-baik saja. Sama sekali tidak terluka.
Hinata memperhatikan dari ujung sepatu sampai ujung kepala Naruto. semuanya masih lengkap tanpa noda dan bebas luka gores. Itu artinya pengorbanan Hinata yang siang ini merelakan tubuh kecilnya sendiri yang menjadi tameng si pirang tidak sia-sia. Dan Hinata merasa bangga dalam hatinya.
Sampai kemudian kedua warna bola mata terang mereka saling menatap, jika si mata amethyst menggambarkan sorot hangat dan khawatir, maka si safir justru menyiratkan sorot dingin dan mungkin sedikit… bengis?
"Apa yang kau lakukan?" desis Naruto geram. Ia benar-benar tidak suka dilindungi siapa pun apalagi jika orang itu perempuan. Hancur sudah harga dirinya sebagai seorang Namikaze.
"E-eh?" Hinata menunduk saat sadar Naruto tidak suka tindakkan heroiknya.
Bodoh Hinata! Naruto-kun pasti tersinggung! Hinata terus saja menyalahkan dirinya sendiri dalam hati. Kepalanya semakin tertunduk dalam.
"Apa yang kau harapkan setelah menyelamatkanku, heh?" sindir Naruto diiringi senyuman sinisnya. Membuat tempat yang sebenarnya semakin banyak dipenuhi oleh teman-teman sekolah mereka itu mendadak hening. Ingin tahu hal apa yang akan diucapkan si pangeran sekolah yang begitu menawan?
Hinata tak menjawab. Ia masih tidak mengerti dan memahami. Sebenarnya apa maksud dari kata-kata Naruto?
Sedangkan dua orang pengawal Hinata hanya diam di belakangnya tanpa melakukan apa pun. Mereka mengenal Naruto, Namikaze Naruto yang adalah putra dari Namikaze Minato, salah satu sahabat karib dan rekan bisnis keluarga Hyuuga.
"Kau ingin ciumanku?" Naruto mencibir. Kali ini membuat teman-teman mereka beriuh heboh. Rupanya pertanyaan Naruto yang cukup vulgar itu semakin memperpanas cuaca siang yang sudah sangat panas. "Atau sebagai ucapan terima kasih, aku harus tidur denganmu?" tanyanya semakin berani.
Hinata menggigit bibir bawahnya pelan. Lagi-lagi kalimat Naruto sanggup membuat dadanya berdenyut nyeri, membuat ada sesuatu yang di balik dadanya itu robek perlahan. Mata Hinata memanas, namun ia tetap menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan rona merah yang semakin jelas di wajahnya.
Sakit!
Hati Hinata benar-benar sakit. Ia tidak tahu apa kesalahannya? Yang dilakukannya tadi hanya refleks karena ingin melindungi orang yang amat dicintainya.
Tapi kenapa?
Kenapa semua yang ia lakukan selalu saja salah di mata Naruto?
Kenapa seorang Hinata tidak pernah benar?
Terkadang Hinata berpikir. Hanya karena ia mencintai seseorang, ia harus selalu mendapatkan hinaan yang begitu menyakitkan. Membuat dadanya sesak dan matanya selalu saja meneteskan bening-bening nakal sebagai pengungkap segala kekecewaan yang ia simpan.
Hanya karena perasaan yang ia sendiri sebenarnya juga tidak mengharapkan, ia selalu saja dibully dan menjadi bahan hinaan dan ejekkan.
Apa Hinata yang meminta?
Apa Hinata yang memohon pada Tuhan agar rasa cinta itu tumbuh begitu saja di hatinya?
Sementara Naruto sendiri… sama sekali tidak menganggap penting kehadirannya. Bahkan terkesan sangat jijik.
Hinata tertawa miris dalam hati, sekalipun bibirnya terus terkatup rapat menahan gejolak panas yang hampir menembus kerongkongannya.
Dipermalukan!
Kali ini Namikaze Naruto sudah bersikap keterlaluan.
Dan… kepala Hinata semakin berdenyut sakit saat mendengar suara cekikikan dan cibiran dari orang-orang yang mengelilinginya. Seolah Hinata adalah sampah masyarakat yang tiada artinya sehingga bisa mereka jadikan bahan lelucon.
"Baiklah!" kata Naruto sambil bertolak pinggang. Mendapatkan kembali kesombongannya begitu gadis mungil di depannya itu sama sekali tampak tidak berniat menjawab. "Ini ucapan terima kasihku, sialan!"
Tanpa ragu, Naruto menarik kepala Hinata, membuat gadis itu terbelalak kaget saat bibir tipisnya menubruk bibir lain yang lebih tebal. Menekan kepalanya membuat Hinata kesulitan bernapas.
Naruto…
Benar-benar sudah membuat Hinata merasa direndahkan sampai titik terendah.
Hinata tak melawan, ia hanya menangis terisak saat tubuhnya semakin melemas. Membiarkan Naruto yang melumat bibirnya beringas dan banyak orang yang menyoraki mereka dengan suara yang menyakitkan telinga.
Naruto melepaskan ciumannya, ia tersenyum sinis saat melihat Hinata yang lagi-lagi menangis dibuatnya.
"Sampah, selamanya akan menjadi sampah!" kata Naruto kejam. Tidak menyadari dengan tubuh Hinata yang semakin bergetar dibuatnya.
Bergetar
Bergetar
Berget-
"Hahahahaha!" Hinata tertawa keras dibuatnya. Membuat semua orang yang mengelilingi mereka menatapnya horror karena menganggap Hinata sudah tidak waras.
Kesalahan!
Yah!
Kali ini Hinata baru menyadari bahwa cintanya memang sebuah kesalahan.
Mencintai Naruto… adalah sebuah kesalahan yang tidak termaafkan.
"Sampah? Ya? Hmph?" Hinata menyeka air matanya lalu tersenyum sinis. Ia berkacak sebelah pinggang sambil menatap Naruto bengis. Keterlaluan! Hinata sudah menjadi seorang Hyuuga, dan Hyuuga, tidak boleh ada seorang pun yang mempermalukan.
Kau cari mati Naruto-kun!
Hinata yang ada di depanmu, bukan lagi Hinata yang amat lemah dan hanya bisa memohon ampun saat kau siksa.
Hinata di depanmu ini adalah seorang Hyuuga.
Dan seorang Hyuuga, adalah klan terhormat yang tidak bisa kau pandang sebelah mata.
"Kau bilang aku sampah? Baiklah! Maka dengarlah sumpah dari sampah yang menyakitkan matamu ini. Mulai hari ini, KUTUKARKAN SEGALA PERBUATAN BAIK YANG PERNAH AKU LAKUKAN DENGAN SEBUAH KUTUKAN YANG AKAN MENJUNGKIR BALIKKAN DUNIAMU NAMIKAZE NARUTO!" teriak Hinata menggema.
Hening!
Untuk sesaat semuanya hening. Sama sekali tidak menyangka bahwa Hinata yang sudah menjadi seorang Hyuuga sanggup berteriak dan membentak Namikaze Naruto.
Semua orang tahu Hinata menyukai Naruto sejak lama.
Dan semua orang juga setuju, bahwa Hinata yang 'dulu' sama sekali tidak ada pantas-pantasnya untuk seorang Namikaze Naruto.
Hinata yang dulu selalu mereka bully, kini sanggup berteriak bahkan menyumpahi?
Tidak ada yang menyangka memang. Tapi… saat mereka akan menyoraki Hinata, lagi-lagi teriakkan Hinata menginterupsi, "KALIAN DENGAR AKU BAIK-BAIK BRENGSEK!" teriak Hinata memaki. Wajahnya sudah merah padam menahan marah. "HYUUGA, ADALAH INVESTOR TERBESAR DI KHSI INI!"
"DAN SIAPA PUN YANG BERANI MENCARI MASALAH DENGANKU, BUKAN HANYA AKAN DI DO! TAPI KUPASTIKAN PERUSAHAAN ORANGTUA KALIAN JUGA AKAN MENJADI MUSUH PERUSAHAAN ORANGTUAKU!" jerit Hinata parau.
Dan kali ini… semua orang benar-benar terbelalak tak percaya. Tersadar kembali akan kekuasaan yang dimiliki seorang Hyuuga. Bahkan Naruto hanya bisa megap-megap mendengarnya, apalagi saat Hinata menatapnya semakin bengis.
"Dan kutukan itu…" Hinata mendesis sakit. Benar-benar sakit. "Dimulai dari sekarang… Namikaze-san!"
Hinata berbalik lalu melangkah tertatih pergi. Dua pengawalnya berjalan membuntutinya sambil berusaha memberikan bantuan.
Kini semua mata menatap Naruto, menunggu hal apa yang akan dilakukan si penguasa setelah mendapatkan sebuah ancaman.
Petir mulai saling menyambar, membuat semua orang mendongak karena merasa siang itu masih begitu cerah. Semuanya merasakan firasat yang kurang baik.
Lalu, hujan turun begitu deras. Membuat semua murid lari kocar-kacir mencari tempat berteduh. Meninggalkan Naruto yang masih berdiri mematung tak mengerti.
Yah!
Naruto memang sama sekali tidak mengerti.
Kenapa hatinya mendadak sakit saat melihat Hinata pergi?
Kenapa matanya mendadak panas dan pandangannya mengabur?
Kiba dan Shikamaru sama-sama saling menatap lalu mengangkat bahu pasrah. Membiarkan tubuh mereka ikut basah kuyup demi menemani sang sahabat yang mendadak seperti patung. Tak bersuara, bahkan tidak mengedipkan matanya. Kalau saja napasnya tidak terdengar, mungkin… kedua temannya itu akan menganggap Naruto mati berdiri.
Beruntunglah hujan turun begitu deras, karena hal itu… membuat tidak ada seorang pun yang menyadari…
Bahwa kali ini…
Untuk pertama kalinya…
Seorang Namikaze Naruto menangis tanpa sebab.
.
Naysaruchikyuu
.
.
Seorang pemuda berambut raven berjalan santai menyusuri koridor sekolah yang sepi. Ia baru saja keluar dari perpustakaan meminjam beberapa buku paket untuk dibawanya pulang dan pelajari. Di samping kanannya seorang gadis bersurai pink tampak setia menemani. Suara langkah kaki mereka sama-sama menggema karena tidak ada seorang pun di antara mereka yang bicara.
"Eh, hujan Sasuke?" pertanyaan Sakura lebih tepat jika dianggap pernyataan. Mendadak Sasuke menghentikan langkahnya, ia mendongak dan menatap langit cerah. Entah darimana asalnya? Yang jelas… hujan kali ini turun sekali pun tak berawan. Warna langit biru itu begitu cerah dan memukau.
Sakura ikut menghentikan langkahnya dan mengernyit, melihat sahabat baiknya dari kecil itu menyeringai, Sakura tanpa sadar mundur selangkah karena ngeri. Takut kalau Sasuke mendadak gila dan menerkamnya.
"Aku tidak gila, Sakura!" kata Sasuke yang mendadak sudah seperti paranormal gadungan. Bisa membaca pikiran Sakura.
"Lalu, kenapa kau tersenyum mengerikan begitu?" Tanya Sakura sedikit bernapas lega. Tiba-tiba ia merasa penasaran dengan alasan Sasuke.
"Itu karena…" Sasuke kembali meluruskan pandangannya dan melangkah santai.
"Karena?" Sakura berusaha mengimbangi langkah Sasuke. Menatap si raven semakin penasaran.
"Tidak ada!" lanjut Sasuke watados. Membuat Sakura mendadak sweatdrop dan berniat sekali menggunduli kepala pantat ayamnya.
"Sudah dimulai, ya?" kata Sasuke dalam hati. "Semoga kau beruntung, Dobe!"
Tebese!
Comments
Post a Comment