BECAUSE IN MY HEART CHAPTER 2
BECAUSE IN MY HEART
Chapter : 2/6
.
.
Hinata hanya bisa mematung shock, tidak jauh darinya Naruto menatapnya dengan sorot mata bengis. Seolah ingin menelan gadis bermata amethyst itu bulat-bulat, atau mungkin mencabut tulang sumsumnya karena saking muaknya?
Naruto… mendesis tak suka karena di tempat ini pun ia harus bertemu Hinata.
"Na-Naruto-kun…" Hinata bergumam lirih. langsung menundukkan kepalanya tak berani menatap sapphire itu lebih lama. Sapphire yang menatapnya dengan sorot menusuk dan membunuh hatinya detik itu juga.
"Aku benar-benar muak karena kau itu sudah seperti bakteri!" Naruto melengos pergi. Meninggalkan Hinata yang hanya mampu menelan ludahnya pahit. Apa salahnya? Kenapa Naruto begitu membencinya?
Hanya karena sebuah surat cinta darinya dan Naruto begitu jijik padanya?
Hinata tersenyum miris dalam hati. Ia segera melenggang pergi dengan langkah terseok-seok. Berusaha menetralisir rasa sakit hatinya yang kian menjadi. Logikanya memintanya melupakan Naruto, tapi hatinya… tetap memaksa ia terus bertahan.
Yah!
Aku akan bertahan… Naruto-kun.
.
Naysaruchikyuu
.
.
"Diangkat jadi anak?" Hinata membeo. Di depannya ada sepasang suami istri paruh baya yang menatapnya diringi senyuman lembut. Mereka kini sedang berkumpul di ruangan pemilik panti, saling menatap satu sama lain membuat gadis yang paling muda di tempat itu mengernyit tak mengerti.
"Yah, Hinata. Kami ingin mengangkatmu menjadi putri kami, menjadi seorang Hyuuga." Hiashi menjelaskan. Ia menoleh pada istrinya lalu tersenyum. Hanabi, sang calon ibu Hinata itu menggenggam kedua tangan Hinata yang sejak tadi menarik-narik bajunya sendiri gelisah, berusaha menenangkan gadis di depannya.
"Lagipula, kau memang cocok menjadi Hyuuga, matamu sama dengan kami." Hanabi sekali lagi mengukir seulas senyuman tulusnya.
Hinata sangat senang? Tentu saja, saking terlalu senangnya karena tak lama lagi akan mendapatkan orangtua seperti yang selama ini diimpikannya, ia sampai tidak tahu harus bicara bagaimana? Bahkan Hinata lupa bagaimana caranya bicara?
Bagi Hinata ini seperti mimpi. Yah! Mimpi terindah yang menjadi kenyataan di dalam hidupnya. Hinata tersenyum canggung saat mendapatkan pelukan sayang dari Hanabi, membalas pelukan wanita anggun itu sambil menghirup aroma tubuh sang ibu angkat berusaha menikmati kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan.
"Kau mirip sekali dengan almarhum putri kami, Hinata. Kumohon, jangan menolak kami."
Gila!
menolak?
Mana mungkin?
Hinata bahkan sangat antusias dan tidak sabar untuk memanggil dua orang di depannya itu dengan panggilan Kaa-san dan Tou-san.
"Arigatou… Kaa-san," gumam Hinata lirih. ia tersenyum haru lalu menyeka air matanya yang menetes. Bersyukur kepada Kami-sama karena kini sudah mendapatkan kebahagiaan yang selama ini didambakannya.
Memiliki keluarga adalah mimpi terbesarnya, mimpi yang menjadi obsesi terbesar seorang Hinata sejak dirinya menjadi penghuni panti.
Dan memiliki Namikaze Naruto, menjadi mimpi keduanya. Walau ia sendiri tidak yakin untuk mendapatkan hal kedua mengingat sikap sang Namikaze sulung itu padanya.
.
Naysaruchikyuu
.
.
Klan Hyuuga, tentu bukan klan yang bisa dianggap remeh di Konoha. Pengaruhnya sama besarnya seperti beberapa klan besar Uchiha, Nara, Sabaku, termasuk Namikaze. Bahkan nama Namikaze semakin dielu-elukkan karena bisa berbesan dengan Uzumaki. Tentunya… hal itu membuat Hinata naik drajat seketika, terlebih saat kedua orangtua angkatnya begitu menyayangi dan membanggakannya.
Sudah tiga hari Hinata tidak masuk sekolah, hal itu dikarenakan Hanabi masih belum mengijinkannya, terlebih malam ini di mansion Hyuuga itu akan diadakan sebuah pesta besar-besaran menyambut kehadiran putri tunggal mereka. Yah! Yang diketahui semua orang adalah Hinata putri keluarga Hyuuga yang menghilang dan ditemukan di panti asuhan. Hal itu dilakukan Hiashi agar anak gadisnya itu lebih dihormati dan tidak menyandang gelar 'anak pungut'. Tentu ia tidak mau Hinata diremehkan orang lain.
Hinata berdecak kagum di depan cermin, masih tidak percaya bahwa sosok bayangan di dalam cermin itu memanglah dirinya. Gadis cantik bersurai biru dongker itu memanglah ia. Rambutnya yang baru selesai di-smoothing agar lebih mudah diatur itu kini tergerai mengkilap. Sebuah jepit kupu-kupu besar bertengger merapikan pinggiran rambut kirinya.
Gaun putih panjang selutut dengan empat tali spageti polos membuatnya terlihat glamour sekalipun tanpa corak apa pun. Gaun sutera itu begitu pas dan cocok saat membalut kulit putih mulusnya, membuat Hinata tampak seperti seorang putri kerajaan hanya dalam waktu sekejap mata.
Matanya menggunakan softlens bening membuat Hinata melepas kacamatanya, dan kini ada seorang pelayan yang sedang membalur tangan kanan Hinata dengan lotion aroma lavender, sedangkan pelayan yang lainnya memasangkan heels putih dan menata rambutnya.
"Kau cantik sekali, Hime…" puji Hanabi begitu memasuki kamar mewah Hinata. Tersenyum dan mengisyaratkan tiga pelayan itu keluar. Mereka menurut, meninggalkan Hanabi yang menghampiri Hinata lalu sedikit merapikan liptintnya yang tadi sedikit berantakan karena Hinata tak mau diam.
"Kaa-san, benarkah aku cantik?" Tanya Hinata dengan mata berbinar. Membuat kaa-sannya itu tersenyum dan mengangguk pasti.
"Kau ratu malam ini."
"Mph… benarkah Kaa-san juga mengundang teman-temanku?" Tanya Hinata skeptis. Tiba-tiba wajahnya merona saat mengingat mungkin salah satu tamunya juga Naruto. dadanya mendadak berdegup tak karuan saat memikirkan ekspresi apa yang akan ditunjukkan oleh si pirang?
Akan kah Naruto juga terpesona dengan penampilan barunya?
"Tentu. Kenapa kau merona seperti itu? Apakah ada yang kau suka?" goda Hanabi. Membuat Hinata memalingkan wajahnya yang semakin memerah. Hanabi mengecup kepala Hinata lalu menghela napas.
"Semua orang, pasti akan mengagumimu, Sayang."
.
Naysaruchikyuu
.
.
Dan seperti dugaan ibunya. Hinata memang menjadi pusat perhatian saat ini, semua mata memandangnya tidak percaya. Masih tidak yakin putri keluarga Hyuuga yang menghilang itu adalah si gadis cupu yang selama ini menjadi objek hinaan mereka.
Hinata berjalan menaiki tangga dan berdiri di atas panggung antara kedua orangtuanya. Melempar senyum pada ratusan tamu undangan yang kini menatap fokus padanya. Berusaha bersikap layaknya bangsawan Hyuuga seperti yang diajarkan ibu angkatnya. Hinata tidak lagi menunduk seperti kebiasaannya, kini ia adalah seorang Hyuuga. Dan Hyuuga tidak akan menundukkan kepala mereka.
"Hari ini, kami mengadakan sebuah pesta sederhana untuk menyambut kehadiran putri kami yang hilang beberapa tahun lalu." Hiashi membuka pidatonya. Membuat suasana mendadak bergemuruh karena kata-katanya.
Pesta sederhana?
Astaga!
jika pesta dengan lima ratus tamu undangan dan dekorasi luar biasa indah di penuhi makanan dan minuman lezat serta tempat peristirahatan yang nyaman ini dianggap Hiashi sederhana, para tamu tidak bisa membayangkan bagaimana pesta yang dianggap mewah untuk seorang Hyuuga?
Intinya yang mereka ambil sebagai kesimpulan hanya satu…
Hyuuga sangat kaya.
"Namanya Hyuuga Hinata, putri bungsuku, cantik, kan?" Hanabi tersenyum saat bicara. Membuat semua orang mengangguk setuju tak berani membantah. Siapa juga yang ingin mencari masalah dengan Hyuuga? Ingin perusahaan mereka bangkrut?
Lagipula…
Hinata memang cantik sekali. Seperti boneka Barbie saja.
"Mulai hari ini, dia akan menjadi Hime di keluarga ini, satu-satunya ahli waris dari klan Hyuuga, yang akan memimpin semua perusahaan kami di masa depan. Jadi saya minta kalian memperlakukannya dengan baik." Hiashi berucap tegas. Matanya menyorot satu-persatu teman-teman sekelas Hinata yang setahunya dari orang suruhannya selalu membullynya.
.
.
"Minato-san!" sapa Hiashi saat melihat Minato dan anak istrinya berjalan menghampiri mereka. Minato tersenyum lebar lalu menyalami sahabat dekatnya itu, Kushina melakukan hal yang tak jauh beda pada Hanabi yang begitu antusias.
"Aku ikut senang karena kau akhirnya menemukan putrimu." Minato menepuk bahu Hiashi bangga, melirik gadis mungil di sampingnya yang mendadak merona.
Eh?
Hinata merona?
Tentu saja. Saat ini Naruto sedang menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Di samping ayahnya itu Naruto memasang wajah datar namun tak sekalipun mengalihkan perhatiannya dari sang gadis Hyuuga. Nyaris tak berkedip.
Terpesona kah?
Entahlah! Hanya Naruto dan Tuhan yang tahu isi dari kepala si pirang junior itu.
"Putrimu cantik sekali, Hiashi-san. Dia sangat mirip dengan ibunya. Kecantikan temurun, ya?" canda Minato. Yang langsung disambut gelak tawa oleh Hanabi, Hanabi merangkul bahu putrinya lalu mengusap kepalanya pelan.
"Kau membuatku tersinggung Minato-san, Hinata masih jauh lebih cantik dariku." Hanabi tersipu malu. Ekspresi yang tidak jauh beda juga ditunjukkan Hinata. Hinata menunduk sambil sesekali curi pandang pada Naruto. raut wajahnya masih tetap sama, membuat Hinata tegang saja.
"Oh, iya. Naruto-kun, kenalkan ini putriku." Hiashi tersenyum ramah. Naruto mengalihkan perhatiannya pada Hiashi lalu balas tersenyum, beberapa detik kemudian ia kembali menatap Hinata dan mengulurkan tangannya, seolah mereka memang baru pertama kali bertemu, seolah mereka memang baru saling mengenal.
"Namikaze Naruto, yoroshiku…" kata Naruto sopan. Wajah Hinata semakin merona, ini pertama kalinya Naruto mengajaknya berkenalan secara resmi bahkan mau mengulurkan tangannya. Apa Naruto sudah tidak membencinya lagi?
"Hyu-Hyuuga Hinata, mo yoroshiku, Naruto-kun." Hinata menjabat tangan Naruto gugup. Naruto mencengkeram lengannya erat, membuat Hinata sedikit meringis refleks. Kaget karena sikap tiba-tiba Naruto. tapi kemudian Naruto menarik kembali tangannya, kini giliran Kyuubi yang mengajak Hinata berkenalan, menjabat tangan Hinata yang belum sempat turun.
"Namikaze Kyuubi, Hinata-nee. Kau cantik sekali, mau jadi pacarku?" Tanya Kyuubi dengan mata berbinar. Membuat semua orang yang ada di sana tergelak tawa. Sedangkan Hinata hanya tersenyum malu sambil melepaskan jabatan tangan Kyuubi. Ia melirik Naruto yang juga menatapnya, masih tanpa ekspresi. Membuat Hinata menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala pirangnya?
.
Naysaruchikyuu
.
.
KHSI geger. Berita tentang seorang Hinata yang ternyata bermarga Hyuuga menjadi trending topic yang sedang panas di kalangan sekolah. Semua orang yang dulu selalu mencibirnya kini tersenyum penuh rasa hormat padanya. Bahkan julukkan kasar seperti kata 'bodoh, sialan, jelek, kuman, buruk rupa,' dan kawan-kawan sebangsanya kini berubah menjadi 'Hime'. Sebuah panggilan agung untuk kaum bangsawan Hyuuga yang kedudukannya memang tidak bisa disepelekan.
Penampilan Hinata pun berubah drastis, kini ia memakai seragam rapid an tampak baru ke sekolah dengan ukuran pas tidak seperti sebelumnya. Rambutnya digerai berkilau karena mendapatkan perawatan khusus oleh piƱata rambut yang ada di rumahnya. Wajahnya yang memang sudah cantik alami kini dipoles bedak bermerk tipis yang membuatnya semakin bercahaya.
Tidak ada tas bututnya lagi, kini yang ia kenakan adalah sebuah tas sekolah yang dibuat khusus oleh designer tas ternama Eropa. Sepatu mahalnya menjejaki koridor sekolah yang kini membuatnya menjadi pusat perhatian.
Senang?
Tentu saja.
Hinata tidak bisa bersikap munafik dengan berkata tidak senang dengan apa yang kini didapatkannya? Berkat kedua orangtua angkatnya kini tidak ada lagi Hinata yang selalu diremehkan. Hinata yang saat ini tengah berjalan menuju kelasnya adalah gadis ningrat yang orangtuanya merupakan salah satu investor terbesar di KHSI.
Eh?
Mendadak langkah Hinata terhenti, matanya terpaku pada sosok pemuda jangkung yang kini juga berjalan berlawanan arah dengannya. Hinata sangat gugup dan menyampingkan rambut yang menutupi pipinya. Mata amethysnya yang kini dihias softlens bening itu bisa menangkap sosok sempurna pemuda jangkung itu dengan jelas.
Hinata masih penasaran dengan reaksi Naruto saat melihat perubahannya. Akan kah sikapnya juga berubah?
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" desis Naruto tak suka. Ia berhenti tepat satu jengkal dari Hinata. Jarak mereka sangat dekat. Sehingga kata-kata Naruto hanya bisa di dengar oleh Hinata.
"Na-Naruto-kun…" Hinata menundukkan kepalanya. Malu, karena sudah mengharapkan pujian yang tidak-tidak dari sang pangeran sekolah.
"Apa yang kau harapkan dariku, heh?" Tanya Naruto sadis. Sama sekali tidak memikirkan perasaan gadis yang mematung di depannya. "Pujian? Tidak kah kau merasa mimpimu itu terlalu tinggi?"
"Di mataku kau tidak berubah, karena seekor bebek buruk rupa, tidak akan pernah bisa menjadi angsa. Camkan itu!" seusai mengucapkan kalimat itu. Naruto melengos pergi, meninggalkan Hinata yang sama sekali tidak bisa bergerak, bahkan dadanya sudah terlalu sesak walau hanya untuk sekedar bernapas.
Kenapa?
Apa salahnya?
Bukan kah Naruto membenci seorang Hinata karena dulu dia itu miskin, yatim piatu, dan cupu?
Bukan kah sekarang Hinata sudah berubah?
Bukan kah Hinata sekarang sudah cantik tidak kalah dari Ino mau pun Sakura?
Lalu kenapa Naruto masih membencinya?
Melukai dan membunuh hati seorang Hinata untuk kesekian ratus kalinya?
"Naruto-kun…" Hinata hanya bisa mendesah nyeri. Berusaha menahan genangan air yang siap tumpah dari kedua kelopak matanya. Berusaha tidak terlihat sakit dan menunjukkan sikap rapuhnya di depan semua orang yang kini bersikap munafik di depannya.
Hinata kembali melangkah gontai menuju kelas, berusaha menetralisir setiap rasa sakit yang dihujamkan ribuan jarum ke ulu hatinya.
Ia kuat.
Hinata itu adalah gadis hebat dan kuat.
Dan dia… akan mendapatkan hati seorang Namikaze Naruto.
.
.
Hinata melangkahkan kakinya ke tempat parkir saat jam istirahat sekolah. Buku fisikanya tertinggal di dalam mobil. Ia menerima buku yang diberikan supirnya sambil tersenyum ramah. Membuat beberapa orang yang tengah memperhatikan sang Hime baru itu terpesona karena baru menyadari kecantikannya.
Dia hendak kembali ke kelas, sampai akhirnya di jalan ia melihat Naruto sedang bercanda dengan Kiba dan Shikamaru, tertawa saling mendorong satu sama lain.
Tapi kemudian Shikamaru mendorong Naruto terlalu keras. Membuat Naruto oleh dan hampir terjatuh. Tidak menyadari sebuah motor sport merah yang melaju cukup kencang menuju lapang parkir.
"Naruto-kun!" Hinata yang jaraknya tidak terlalu jauh berlari menghampiri Naruto yang melotot kaget saat tubuhnya yang kehilangan keseimbangan itu hampir tergilas motor.
Bruk!
"Arrrghhh…"
Tebese
—
Chapter : 2/6
.
.
Hinata hanya bisa mematung shock, tidak jauh darinya Naruto menatapnya dengan sorot mata bengis. Seolah ingin menelan gadis bermata amethyst itu bulat-bulat, atau mungkin mencabut tulang sumsumnya karena saking muaknya?
Naruto… mendesis tak suka karena di tempat ini pun ia harus bertemu Hinata.
"Na-Naruto-kun…" Hinata bergumam lirih. langsung menundukkan kepalanya tak berani menatap sapphire itu lebih lama. Sapphire yang menatapnya dengan sorot menusuk dan membunuh hatinya detik itu juga.
"Aku benar-benar muak karena kau itu sudah seperti bakteri!" Naruto melengos pergi. Meninggalkan Hinata yang hanya mampu menelan ludahnya pahit. Apa salahnya? Kenapa Naruto begitu membencinya?
Hanya karena sebuah surat cinta darinya dan Naruto begitu jijik padanya?
Hinata tersenyum miris dalam hati. Ia segera melenggang pergi dengan langkah terseok-seok. Berusaha menetralisir rasa sakit hatinya yang kian menjadi. Logikanya memintanya melupakan Naruto, tapi hatinya… tetap memaksa ia terus bertahan.
Yah!
Aku akan bertahan… Naruto-kun.
.
Naysaruchikyuu
.
.
"Diangkat jadi anak?" Hinata membeo. Di depannya ada sepasang suami istri paruh baya yang menatapnya diringi senyuman lembut. Mereka kini sedang berkumpul di ruangan pemilik panti, saling menatap satu sama lain membuat gadis yang paling muda di tempat itu mengernyit tak mengerti.
"Yah, Hinata. Kami ingin mengangkatmu menjadi putri kami, menjadi seorang Hyuuga." Hiashi menjelaskan. Ia menoleh pada istrinya lalu tersenyum. Hanabi, sang calon ibu Hinata itu menggenggam kedua tangan Hinata yang sejak tadi menarik-narik bajunya sendiri gelisah, berusaha menenangkan gadis di depannya.
"Lagipula, kau memang cocok menjadi Hyuuga, matamu sama dengan kami." Hanabi sekali lagi mengukir seulas senyuman tulusnya.
Hinata sangat senang? Tentu saja, saking terlalu senangnya karena tak lama lagi akan mendapatkan orangtua seperti yang selama ini diimpikannya, ia sampai tidak tahu harus bicara bagaimana? Bahkan Hinata lupa bagaimana caranya bicara?
Bagi Hinata ini seperti mimpi. Yah! Mimpi terindah yang menjadi kenyataan di dalam hidupnya. Hinata tersenyum canggung saat mendapatkan pelukan sayang dari Hanabi, membalas pelukan wanita anggun itu sambil menghirup aroma tubuh sang ibu angkat berusaha menikmati kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan.
"Kau mirip sekali dengan almarhum putri kami, Hinata. Kumohon, jangan menolak kami."
Gila!
menolak?
Mana mungkin?
Hinata bahkan sangat antusias dan tidak sabar untuk memanggil dua orang di depannya itu dengan panggilan Kaa-san dan Tou-san.
"Arigatou… Kaa-san," gumam Hinata lirih. ia tersenyum haru lalu menyeka air matanya yang menetes. Bersyukur kepada Kami-sama karena kini sudah mendapatkan kebahagiaan yang selama ini didambakannya.
Memiliki keluarga adalah mimpi terbesarnya, mimpi yang menjadi obsesi terbesar seorang Hinata sejak dirinya menjadi penghuni panti.
Dan memiliki Namikaze Naruto, menjadi mimpi keduanya. Walau ia sendiri tidak yakin untuk mendapatkan hal kedua mengingat sikap sang Namikaze sulung itu padanya.
.
Naysaruchikyuu
.
.
Klan Hyuuga, tentu bukan klan yang bisa dianggap remeh di Konoha. Pengaruhnya sama besarnya seperti beberapa klan besar Uchiha, Nara, Sabaku, termasuk Namikaze. Bahkan nama Namikaze semakin dielu-elukkan karena bisa berbesan dengan Uzumaki. Tentunya… hal itu membuat Hinata naik drajat seketika, terlebih saat kedua orangtua angkatnya begitu menyayangi dan membanggakannya.
Sudah tiga hari Hinata tidak masuk sekolah, hal itu dikarenakan Hanabi masih belum mengijinkannya, terlebih malam ini di mansion Hyuuga itu akan diadakan sebuah pesta besar-besaran menyambut kehadiran putri tunggal mereka. Yah! Yang diketahui semua orang adalah Hinata putri keluarga Hyuuga yang menghilang dan ditemukan di panti asuhan. Hal itu dilakukan Hiashi agar anak gadisnya itu lebih dihormati dan tidak menyandang gelar 'anak pungut'. Tentu ia tidak mau Hinata diremehkan orang lain.
Hinata berdecak kagum di depan cermin, masih tidak percaya bahwa sosok bayangan di dalam cermin itu memanglah dirinya. Gadis cantik bersurai biru dongker itu memanglah ia. Rambutnya yang baru selesai di-smoothing agar lebih mudah diatur itu kini tergerai mengkilap. Sebuah jepit kupu-kupu besar bertengger merapikan pinggiran rambut kirinya.
Gaun putih panjang selutut dengan empat tali spageti polos membuatnya terlihat glamour sekalipun tanpa corak apa pun. Gaun sutera itu begitu pas dan cocok saat membalut kulit putih mulusnya, membuat Hinata tampak seperti seorang putri kerajaan hanya dalam waktu sekejap mata.
Matanya menggunakan softlens bening membuat Hinata melepas kacamatanya, dan kini ada seorang pelayan yang sedang membalur tangan kanan Hinata dengan lotion aroma lavender, sedangkan pelayan yang lainnya memasangkan heels putih dan menata rambutnya.
"Kau cantik sekali, Hime…" puji Hanabi begitu memasuki kamar mewah Hinata. Tersenyum dan mengisyaratkan tiga pelayan itu keluar. Mereka menurut, meninggalkan Hanabi yang menghampiri Hinata lalu sedikit merapikan liptintnya yang tadi sedikit berantakan karena Hinata tak mau diam.
"Kaa-san, benarkah aku cantik?" Tanya Hinata dengan mata berbinar. Membuat kaa-sannya itu tersenyum dan mengangguk pasti.
"Kau ratu malam ini."
"Mph… benarkah Kaa-san juga mengundang teman-temanku?" Tanya Hinata skeptis. Tiba-tiba wajahnya merona saat mengingat mungkin salah satu tamunya juga Naruto. dadanya mendadak berdegup tak karuan saat memikirkan ekspresi apa yang akan ditunjukkan oleh si pirang?
Akan kah Naruto juga terpesona dengan penampilan barunya?
"Tentu. Kenapa kau merona seperti itu? Apakah ada yang kau suka?" goda Hanabi. Membuat Hinata memalingkan wajahnya yang semakin memerah. Hanabi mengecup kepala Hinata lalu menghela napas.
"Semua orang, pasti akan mengagumimu, Sayang."
.
Naysaruchikyuu
.
.
Dan seperti dugaan ibunya. Hinata memang menjadi pusat perhatian saat ini, semua mata memandangnya tidak percaya. Masih tidak yakin putri keluarga Hyuuga yang menghilang itu adalah si gadis cupu yang selama ini menjadi objek hinaan mereka.
Hinata berjalan menaiki tangga dan berdiri di atas panggung antara kedua orangtuanya. Melempar senyum pada ratusan tamu undangan yang kini menatap fokus padanya. Berusaha bersikap layaknya bangsawan Hyuuga seperti yang diajarkan ibu angkatnya. Hinata tidak lagi menunduk seperti kebiasaannya, kini ia adalah seorang Hyuuga. Dan Hyuuga tidak akan menundukkan kepala mereka.
"Hari ini, kami mengadakan sebuah pesta sederhana untuk menyambut kehadiran putri kami yang hilang beberapa tahun lalu." Hiashi membuka pidatonya. Membuat suasana mendadak bergemuruh karena kata-katanya.
Pesta sederhana?
Astaga!
jika pesta dengan lima ratus tamu undangan dan dekorasi luar biasa indah di penuhi makanan dan minuman lezat serta tempat peristirahatan yang nyaman ini dianggap Hiashi sederhana, para tamu tidak bisa membayangkan bagaimana pesta yang dianggap mewah untuk seorang Hyuuga?
Intinya yang mereka ambil sebagai kesimpulan hanya satu…
Hyuuga sangat kaya.
"Namanya Hyuuga Hinata, putri bungsuku, cantik, kan?" Hanabi tersenyum saat bicara. Membuat semua orang mengangguk setuju tak berani membantah. Siapa juga yang ingin mencari masalah dengan Hyuuga? Ingin perusahaan mereka bangkrut?
Lagipula…
Hinata memang cantik sekali. Seperti boneka Barbie saja.
"Mulai hari ini, dia akan menjadi Hime di keluarga ini, satu-satunya ahli waris dari klan Hyuuga, yang akan memimpin semua perusahaan kami di masa depan. Jadi saya minta kalian memperlakukannya dengan baik." Hiashi berucap tegas. Matanya menyorot satu-persatu teman-teman sekelas Hinata yang setahunya dari orang suruhannya selalu membullynya.
.
.
"Minato-san!" sapa Hiashi saat melihat Minato dan anak istrinya berjalan menghampiri mereka. Minato tersenyum lebar lalu menyalami sahabat dekatnya itu, Kushina melakukan hal yang tak jauh beda pada Hanabi yang begitu antusias.
"Aku ikut senang karena kau akhirnya menemukan putrimu." Minato menepuk bahu Hiashi bangga, melirik gadis mungil di sampingnya yang mendadak merona.
Eh?
Hinata merona?
Tentu saja. Saat ini Naruto sedang menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan. Di samping ayahnya itu Naruto memasang wajah datar namun tak sekalipun mengalihkan perhatiannya dari sang gadis Hyuuga. Nyaris tak berkedip.
Terpesona kah?
Entahlah! Hanya Naruto dan Tuhan yang tahu isi dari kepala si pirang junior itu.
"Putrimu cantik sekali, Hiashi-san. Dia sangat mirip dengan ibunya. Kecantikan temurun, ya?" canda Minato. Yang langsung disambut gelak tawa oleh Hanabi, Hanabi merangkul bahu putrinya lalu mengusap kepalanya pelan.
"Kau membuatku tersinggung Minato-san, Hinata masih jauh lebih cantik dariku." Hanabi tersipu malu. Ekspresi yang tidak jauh beda juga ditunjukkan Hinata. Hinata menunduk sambil sesekali curi pandang pada Naruto. raut wajahnya masih tetap sama, membuat Hinata tegang saja.
"Oh, iya. Naruto-kun, kenalkan ini putriku." Hiashi tersenyum ramah. Naruto mengalihkan perhatiannya pada Hiashi lalu balas tersenyum, beberapa detik kemudian ia kembali menatap Hinata dan mengulurkan tangannya, seolah mereka memang baru pertama kali bertemu, seolah mereka memang baru saling mengenal.
"Namikaze Naruto, yoroshiku…" kata Naruto sopan. Wajah Hinata semakin merona, ini pertama kalinya Naruto mengajaknya berkenalan secara resmi bahkan mau mengulurkan tangannya. Apa Naruto sudah tidak membencinya lagi?
"Hyu-Hyuuga Hinata, mo yoroshiku, Naruto-kun." Hinata menjabat tangan Naruto gugup. Naruto mencengkeram lengannya erat, membuat Hinata sedikit meringis refleks. Kaget karena sikap tiba-tiba Naruto. tapi kemudian Naruto menarik kembali tangannya, kini giliran Kyuubi yang mengajak Hinata berkenalan, menjabat tangan Hinata yang belum sempat turun.
"Namikaze Kyuubi, Hinata-nee. Kau cantik sekali, mau jadi pacarku?" Tanya Kyuubi dengan mata berbinar. Membuat semua orang yang ada di sana tergelak tawa. Sedangkan Hinata hanya tersenyum malu sambil melepaskan jabatan tangan Kyuubi. Ia melirik Naruto yang juga menatapnya, masih tanpa ekspresi. Membuat Hinata menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala pirangnya?
.
Naysaruchikyuu
.
.
KHSI geger. Berita tentang seorang Hinata yang ternyata bermarga Hyuuga menjadi trending topic yang sedang panas di kalangan sekolah. Semua orang yang dulu selalu mencibirnya kini tersenyum penuh rasa hormat padanya. Bahkan julukkan kasar seperti kata 'bodoh, sialan, jelek, kuman, buruk rupa,' dan kawan-kawan sebangsanya kini berubah menjadi 'Hime'. Sebuah panggilan agung untuk kaum bangsawan Hyuuga yang kedudukannya memang tidak bisa disepelekan.
Penampilan Hinata pun berubah drastis, kini ia memakai seragam rapid an tampak baru ke sekolah dengan ukuran pas tidak seperti sebelumnya. Rambutnya digerai berkilau karena mendapatkan perawatan khusus oleh piƱata rambut yang ada di rumahnya. Wajahnya yang memang sudah cantik alami kini dipoles bedak bermerk tipis yang membuatnya semakin bercahaya.
Tidak ada tas bututnya lagi, kini yang ia kenakan adalah sebuah tas sekolah yang dibuat khusus oleh designer tas ternama Eropa. Sepatu mahalnya menjejaki koridor sekolah yang kini membuatnya menjadi pusat perhatian.
Senang?
Tentu saja.
Hinata tidak bisa bersikap munafik dengan berkata tidak senang dengan apa yang kini didapatkannya? Berkat kedua orangtua angkatnya kini tidak ada lagi Hinata yang selalu diremehkan. Hinata yang saat ini tengah berjalan menuju kelasnya adalah gadis ningrat yang orangtuanya merupakan salah satu investor terbesar di KHSI.
Eh?
Mendadak langkah Hinata terhenti, matanya terpaku pada sosok pemuda jangkung yang kini juga berjalan berlawanan arah dengannya. Hinata sangat gugup dan menyampingkan rambut yang menutupi pipinya. Mata amethysnya yang kini dihias softlens bening itu bisa menangkap sosok sempurna pemuda jangkung itu dengan jelas.
Hinata masih penasaran dengan reaksi Naruto saat melihat perubahannya. Akan kah sikapnya juga berubah?
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" desis Naruto tak suka. Ia berhenti tepat satu jengkal dari Hinata. Jarak mereka sangat dekat. Sehingga kata-kata Naruto hanya bisa di dengar oleh Hinata.
"Na-Naruto-kun…" Hinata menundukkan kepalanya. Malu, karena sudah mengharapkan pujian yang tidak-tidak dari sang pangeran sekolah.
"Apa yang kau harapkan dariku, heh?" Tanya Naruto sadis. Sama sekali tidak memikirkan perasaan gadis yang mematung di depannya. "Pujian? Tidak kah kau merasa mimpimu itu terlalu tinggi?"
"Di mataku kau tidak berubah, karena seekor bebek buruk rupa, tidak akan pernah bisa menjadi angsa. Camkan itu!" seusai mengucapkan kalimat itu. Naruto melengos pergi, meninggalkan Hinata yang sama sekali tidak bisa bergerak, bahkan dadanya sudah terlalu sesak walau hanya untuk sekedar bernapas.
Kenapa?
Apa salahnya?
Bukan kah Naruto membenci seorang Hinata karena dulu dia itu miskin, yatim piatu, dan cupu?
Bukan kah sekarang Hinata sudah berubah?
Bukan kah Hinata sekarang sudah cantik tidak kalah dari Ino mau pun Sakura?
Lalu kenapa Naruto masih membencinya?
Melukai dan membunuh hati seorang Hinata untuk kesekian ratus kalinya?
"Naruto-kun…" Hinata hanya bisa mendesah nyeri. Berusaha menahan genangan air yang siap tumpah dari kedua kelopak matanya. Berusaha tidak terlihat sakit dan menunjukkan sikap rapuhnya di depan semua orang yang kini bersikap munafik di depannya.
Hinata kembali melangkah gontai menuju kelas, berusaha menetralisir setiap rasa sakit yang dihujamkan ribuan jarum ke ulu hatinya.
Ia kuat.
Hinata itu adalah gadis hebat dan kuat.
Dan dia… akan mendapatkan hati seorang Namikaze Naruto.
.
.
Hinata melangkahkan kakinya ke tempat parkir saat jam istirahat sekolah. Buku fisikanya tertinggal di dalam mobil. Ia menerima buku yang diberikan supirnya sambil tersenyum ramah. Membuat beberapa orang yang tengah memperhatikan sang Hime baru itu terpesona karena baru menyadari kecantikannya.
Dia hendak kembali ke kelas, sampai akhirnya di jalan ia melihat Naruto sedang bercanda dengan Kiba dan Shikamaru, tertawa saling mendorong satu sama lain.
Tapi kemudian Shikamaru mendorong Naruto terlalu keras. Membuat Naruto oleh dan hampir terjatuh. Tidak menyadari sebuah motor sport merah yang melaju cukup kencang menuju lapang parkir.
"Naruto-kun!" Hinata yang jaraknya tidak terlalu jauh berlari menghampiri Naruto yang melotot kaget saat tubuhnya yang kehilangan keseimbangan itu hampir tergilas motor.
Bruk!
"Arrrghhh…"
Tebese
chapter 3 nya mana ? :(
ReplyDeleteYaa, Nanti malam di posting
DeleteChapter 3 nya dimana?
ReplyDeleteLanjutanya????
ReplyDeleteKo chapter 3 nya gaada padahal udh nunggu 1thn lebih :(
ReplyDelete