I Love You, Because My Little Cat Chapter 6
I Love You, Because My Little Cat Chapter 6
terakhri ^^
bsok lanjutannya lagi
Happy Reading~
Post By Dennis
I Love you, Because my little cat
Story : Hyugazumaki
Disclaimner : Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : OOC, Alur cepat, ide pasaran.
Chapter : 6/11
..
I Love You, Because My Little Cat
Wanita cantik bersurai merahitu tampak memilih - milih baju berukuran kecil disebuah toko perlengkapan bayi, bersama seorang wanita yang juga tak kalah cantik yang sedari tadi hanya mengerucutkan bibirnya sambil memegangi perutnya yang sudah membesar, karena kehamilanya kini sudah memasuki usia 8,5 bulan.
Tersenyum manis melihat menantu kesayanganya tampak canggung berada ditempat umum dengan perut yang besar diusianya yang masih terbilang muda. "Hinata? kau kenapa? wajahmu terlihat tidak senang?"
Pura-pura memilih baju dihadapanya, padahal hanya dibolak balik, "Ano kaasan, semua seperti menatapku, aku malu..."
"Kenapa harus malu? kau hamil dan kau punya suami. Apa yang jadi alasan untuk malu?" Tanya Kushina yang kelihatanya sangat tertarik dengan baju bayi berwarna biru langit yang kini sedang diperiksa kecocokanya.
"Tidak, bukan itu...hanya saja, Naruto selalu mengejeku gendut, pasti aku sangat jelek kan Kaasan?" Kata Hinata dengan mengerucutkan bibirnya.
"Ahahaha... kau ini, jangan dengarkan bocah baka itu Hinata-chan. Kau terlihat cantik, tenang saja Naruto kan memang senang sekali menggodamu." Ucap Kushina masih sangat antusias memilih pakaian untuk calon cucunya.
Memang hari itu Hinata tampak sangat cantik, dengan baju hamil yang beberapa bulan lalu dibelikan Kushina. Baju yang tidak terkesan keibuan, baju berwarna baby lavender dan rambut indigo nan panjang, membuatnya sangat cantik diatas rata-rata pengunjung toko itu. Maka tidak jarang Hinata jadi pusat perhatian, dan itu membuatnya sedikit risih.
"Hei kenapa melamun? ayo sekarang bantu kaasan memilih baju-baju lucu ini."
"Kaasan saja, aku tidak mengerti"
Seolah tidak menghiraukan Hinata, yang menolak permintaanya. "Wah pasti cucuku akan sangat tampan dengan baju ini" Wajah yang seharusnya sudah keriput itu berbinar, menjunjung tinggi kemeja berwarna orange. "Lihatlah Hinata, putramu pasti sangat tampan." Lagi-lagi kata itu yang terlontar dari bibir Kushina, Hinata hanya menghela nafas panjang melihat ibu mertuanya sangat antusias menyambut cucu pertamanya.
"Iya terserah kaasan saja, kaasan kan lebih mengerti?"
"Bantu kaasan, pilih saja yang menurutmu bagus Hinata,"
"Ahh... baiklah..." Dengan malas Hinata kembali memilih-milih baju imut yang tertata rapi dalam rak baju itu. Berkeliling toko, memilih beberapa celana ganti, kaus rumahan, topi bayi, jaket hangat, popok dan sepatu kecil yang semuanya lucu menurut Hinata.
Semua belanjaan ditas Hinata hampir semua berwarna biru laut, warna untuk bayi laki-laki. Iya memang setelah melakukan Usg bayi Hinata dinyatakan laki-laki dan sehat, saat itu Kushina yang yang selalu setia menemani Hinata periksa kandungan melonjak gembira.
Menyenangkan berbelanja seperti ini bathin Hinata mulai menikmati memilih belanjaan untuk calon bayinya, tidak seperti yang dibayangkanya tadi.
Kushina yang sudah berpengalaman dalam mengurus bayi, kini membiarkan Hinata yang memilih pakaian dan sejenisnya. Sedangkan Kushina memutuskan untuk membeli beberapa minyak penghangat, bedak bayi dan lain-lain yang tidak dimengerti Hinata.
Dirasa sudah cukup Kushina mengajak Hinata untuk membayar dikasir, meletakan barang belanjaan yang mencapai empat keranjang dan satu trolly.
"Kau terlihat lelah Hinata?" Melihat wajah Hinata yang memucat, "Masuklah kemobil saja, biar kaasan yang membayar"
Hinata meringis menahan perutnya yang sejak mengangkat keranjang belanjaan itu cukup berat, perutnya terasa mulas, "Ssh...tidak apa kaasan, mungkin karena bayinya sejak tadi menendang terlalu keras." Jawab Hinata dengan wajah pucat.
Memegang kening Hinata dengan telapak tanganya, "Kau tidak panas, tapi kau sangat pucat".
"Ugh!" Hinata meringis, kini memegangi perutnya.
"Hinata!" Kushina panik melihat ekspresi Hinata.
"Aawh! kaasan perutku sakit sekali"
"Ah iya bagaimana ini, tenanglah Hinata" Kushina panik melihat Hinata yang kesakitan.
Beberapa karyawan toko mulai mengerubuti Hinata, bermaksud menolong sebisanya.
"Cepat panggilkan ambulance!" Teriak seorang karyawan wanita kepada salah satu temanya, sementara Hinata sudah tampak kesakitan, sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Sabarlah Hinata, tahan. Ambulance akan datang sebentar lagi" Ucap Hinata mencoba menenangkan.
"Aku tidak tahu akan secepat ini," Batin Kushina, yang mulai menyadari bahwa Hinata ternyata akan melahirkan.
"Kaasan...ittai, rengek Hinata. Air matanya mulai meleleh.
"Kaasan tau Hinata, sabarlah". Menghapus airmata Hinata yang melewati pipi putihnya.
"Ambulance sudah datang!" Teriak seseorang yang menerobos kerubutan orang-orang itu.
"Ayo cepat bawa dia!" Ucap Kushina,
Lalu beberapa pria dan perawat rumah sakit memapah tubuh Hinata yang mulai tidak sanggup berdiri, Kushina yang masih gugup dan panik mengikuti langkah tergesa-gesa para perawar itu.
.
.
.
Tubuh Hinata yang sudah terbaring ditempat tidur khusus melahirkan itu menggeliat kesakitan. Menggenggam apapun yang bisa ia raih untuk menyalurkan rasa sakitnya, termasuk mencengkeram baju Kushina yang mungkin sebentar lagi akan robek.
Sementara beberapa suster telah menyiapkan peralatan untuk menolong Hinata.
"Ini sangat perih kaasan, sakit sekali..hiks.."
"Sabarlah sayang, berdoalah kepada kamisama agar semua lancar." Kushina mengusap kening Hinata, suaranya masih panik.
"Aaah!..Tousan, Neji-nii! sakit sekali!, nnnh!" Teriak Hinata merasakan nyeri diseputar perut dan pinggangnya.
"Sabar Hinata...dokternya akan segera datang"
"Huuft...hah..ahh.. sakit...kaasan toloong aakhuh...hah.." Nafasnya mulai tersengal-sengal, rasa sakit yang mendera tubuh bagian bawahnya itu menjalar sampai keseluruh tubuhnya.
"Hinata dengarkan kaasan, kau harus berjuang nak. Putramu sedang berjuang untuk keluar, kau harus kuat"
"Hnn...nnnhhh...aaahh! kaasan..huh..huh..hh"
'Oh Tuhan... kuatkan Hinata, berilah kekuatan. Dan apa yang harus aku lakukan? menghubungi Minato, tidak. Tidak bisa! aku tidak bisa kemana-mana, aku harus menrmani Hinata', Batin Kushina yang tidak mau meninggalkan Hinata sendirian, melihat Hinata yang kesakitan sungguh membuat Kushina tak tega. Kalau saja tugas melahirkan itu bisa diambil alih, ia rela menggantikanya, namun semua itu tidak mungkin.
Setelah beberapa saat pria berambut perak, dan berpakaian serba putih masuk dengan tergesa-gesa, tentu saja karena melihat Hinata yang jadi pasienya sejak tujuh bulan yang lalu itu merintih-rintih kesakitan.
"Kakashi-san?!" Kushina terlihat lega melihat dokter yang selama ini memeriksa kandungan Hinata.
"Tenanglah nyonya Namikaze, aku akan menolong Hinata" Seakan tau apa yang Kushina rasakan, Kakashi mencoba meyakinkan bahwa Hinata dan bayinya akan baik-baik saja.
"Hinata... kau ingat apa yang aku katakan dulu? rilex tarik nafasmu dengan teratur" Ucap Kakashi.
"Ummmh...nnhhh aaahh... dok..tee..err!" Hinata memandang dokter Kakashi, dengan tatapan penuh dengan permintaan pertolongan.
"Pembukaanya sudah cukup, kita mulai Hinata, tarik nafasmu dalam-dalam," Perintah Kakashi, tanpa mengulangi Hinata menurutinya. "Sekarang keluarkanlah...iya, begitu terus...dan dorong Hinata!" Lanjut Kakashi.
"Nnnhh... aaahh... kyaaa! ittai.. huh..huh..huh..nnnhh...aak h Kasaan!"
"Iya terus Hinata! berjuanglah... ulangi lagi! Tarik nafas...dorong Hinata...!"
Kakashi dan Kushina mendorong Hinata untuk tetap berjuang, peluh membasahi tubuh Hinata yang mengejang, sekuat-kuatnya Hinata mengejan. Rambut halusnya basah karena keringat, dan beberapa helai telah menutupi wajah ayunya.
Rasanya sudah lelah, Hinata tak kuat lagi, badanya benar-benar terasa tak bertenaga lagi, tapi tanda-tanda akan segera lahirpun tidak, padahal tadi jalan lahirnya sudah terbuka dengan sempurna.
"Nnng...ampun kaasan...aku tidak kuat lagi...nnnhh..aahh" Rengek Hinata.
"Hinata...ayolah, dia ingin melihatmu. Kau juga ingin melihatnya kan?" Ucap Kushina.
"Tarik nafasmu Hinata, sedikit lagi!" Kata Kakashi menyemangati Hinata.
Hampir satu jam berlalu, peluh sudah membasahi, bukan Hinata saja. tetapi juga Kushina dan Kakashi yang tak hentinya menyemangati Hinata. Menuntun Hinata untuk menarik nafas dan menghembuskanya.
"Huuh...huh..huh..hnnnn... huh...huh..hnnnn...!" Hinata mengejan dengan kuat.
"Bagus Hinata! sedikit lagi! kepalanya sudah terlihat!" Ucap Kakashi antusias.
Kushina yang mendengarnya juga ikut senang, semakin erat ia genggam tangan Hinata berharap dapat menyalurkan sedikit kekuatan untuk membantu Hinata yang sudah tidak karuan.
"Aaaakh! Hnnnn...aaaakkh!"
"Bagus Hinata! satu dorongan lagi!"
"Haaaaannnnnhhhhhhh!
.
.
.
"Goooooollllll!" Teriak pria berambut kuning didepan layar monitornya yang menampilkan lapangan hijau, gawang, beberapa pemain bola yang bersorak-sorak dan penonton ditribun lapangan itu.
"Ah sial!" Umpat Sasuke, melempar stick playstasionya asal.
"Ahahahaha...kau kalah lagi Teme!, kemarikan hadiahnya!" Ucap Naruto, menagih bahan taruhan yang mereka janjikan.
"Kita main lagi!, aku tidak akan kalah!" Ucapnya yakin.
"Kita sudah main 5 kali, dan kau kalah Teme, sudahlah mana hadiahnya."
Dengan malas Sasuke berjalan mengambil sebuah benda dari tasnya, sebuah patung, lebih tepatnya action figur Lionel messi original dari negara dimana club Barcelona berasal.
Menyeringai penuh kemenangan, mengetahui sebentar lagi benda yang diinginkanya sejak dulu itu akan menjadi miliknya. Sementara Sasuke masih enggan memberikan benda yang didapatkanya waktu liburan ke spanyol harus menjadi milik sahabat yang dianggapnya bodoh itu.
"Kemarikan Teme..."
"Kita main lagi!"
"Tidak mau! kemarikan!"
.
.
.
"Haaah..."
"Nnn...oeek...ooeek...ooee kkk!ennnrrrr...ooeeeekkk ..." Makhluk kecil yang berada dalam tangan suster itu menangis keras, tubuh kecilnya masih penuh darah.
"Selamat Hinata bayimu laki-laki, sehat dan tampan" Ucap Kakashi, tersenyum senang.
Kushina tersenyum lega, Hinatapun juga lega walau kesadaranya mulai menghilang, Hinata sangat lelah kemudian pingsan.
"Hinata!" Teriak Kushina khawatir,
"Tenang nyonya, ia hanya pingsan. Biar suster yang merawatnya, dan kami akan membersihkan bayinya juga. Nyonya bisa istirahat dan menunggu diluar" Kata Kakashi meyakinkan Kushina lagi.
"Baiklah...tolong rawat cucu dan menantuku, aku akan menghubungi Suami dan besanku." Kushina meninggalkan ruangan bersalin, berjalan keruang tunggu untuk menelpon Minato.
Menekan tombol panggil dan menempelkan handphone ketelinganya, terdengar nada tunggu dari seberang sana.
"Kushina!" Panggil seseorang yang baru saja akan ditelephone, menghamipiri Kushina yang duduk sendirian.
"Minato!" Masih heran bagaimana Minato bisa menyusulnya.
"Tadi Juugo yang mengabariku, maaf terlambat datang"
"Juugo ya?" Teringat bahwa ia datang ketoko itu dengan Juugo, tentu saja Juugo tau Hinata ada disini. "Eh baguslah, Minato? kau pasti tidak percaya! cucuku sudah benar-benar lahir!" Kushina memeluk Minato, mengungkapkan kebahagiaanya.
"Syukurlah Kushina, kau sudah melihat wajahnya? apa mirip Naruto? atau Hinata?" Tanya Minato antusias.
"Sayang sekali aku belum melihatnya dari dekat, karena Hinata-chan pingsan dan bayinya langsung dibawa keruanganya untuk dibersihkan, tapi yang kulihat sekilas rambutnya kuning, sepertimu dan Naruto..hihi..." Kushina tertawa senang mengingat cucunya yang imut tadi.
"Aku tidak sabar untuk melihatnya, dimana ruangan Hinata?" Tanya Minato.
"Baiklah ayo kita kesana, oh ya aku akan menelpon Naruto dan Hiashi-san dulu" Ucap Kushina.
.
.
.
Kushina membuka pintu dan memasuki ruangan bercat biru laut itu, Minato mengikutinya. Didapatinya Hinata tengah berbaring dengan pakaian pasienya, tersenyum melihat menantu kesayanganya sudah terlihat normal.
"Kau sudah baikan Hinata?" Sapa Kushina penuh perhatian, dan hanya dijawab dengan anggukan Hinata, kemudian mendekati Hinata, mengusap rambut Hinata.
"Selamat ya kau sudah menjadi ibu" Ucap Minato, Hinata hanya tersenyum tipis.
Menjadi ibu? sungguh ia tak percaya akan secepat ini, rasanya baru kemarin ia dinyatakan hamil. Dan kali ini ia benar-benar melahirkan seorang manusia, tidak! ia tidak mau anak itu ada dihidupnya. Anak hasil dari pemerkosaan, hubungan yang sangat ia benci!, Hinata tidak menginginkanya.
Krieeet... "Maaf menganggu Nyonya, Tuan." Seorang suster masuk menggendong bayi mungil berselimutkan selimut yang pagi tadi dipilihkan Hinata. "Ini cucunya, sehat dan tampan. Panjangnya 46cm dan beratnya 2,5kg." Ucap Suster yang membawa bayi Hinata.
"Uwaaaghh...boleh aku menggendongnya suster?" Kushina sangat antusias.
"Tentu saja, nona Hinata harus menyusuinya dahulu" Kata suster berseragam putih itu, bertagname Shizune.
'Me-menyusui?' batin Hinata, 'tidak aku tidak sudi menyentuh bayi itu, darah daging Naruto!'. Hinata yang sedari tadi melihat bungkusan bayi yang kini sudah ditangan Kushina malah memalingkan wajahnya kearah jendela disampingnya. Hinata tidak menginginkan bayi itu.
"Waahh...tampan sekali sayang... kau mirip Naruto." Kushina teramat senang melihat cucunya yang benar-benar lucu itu. Dan semua pembicaraan itu didengar Hinata dengan perasaan campur aduk didadanya.
"Benar, dia tampan seperti kakeknya. bukankah begitu Ryuuki-chan?" Kata Minato kepada cucunya yang telah ia carikan nama sejak jauh hari.
"Kau ini sudah tua masih suka bercanda Minato!" Ejek Kushina, kegiatan mereka sangat menyenagkan, bahkan sampai lupa kalau Hinata ada diantara mereka.
"Baiklah saya tinggal dulu ya Nyonya, Tuan. Pastikan nona Hinata menyusui bayinya." Suster cantik itu mohon diri setelah meninggalkan bayi Hinata bersama Kushina.
"Iya suster, terima kasih sudah merawat cucuku" Ucap Kushina, lalu suster itu membuka pintu dan keluar. Berpapasan dengan kedua pria bermata sama didepan pintu, dan memberikan sedikit senyum ramahnya.
Kriiieeettt... Pintu kembali terbuka, dan tak lama Hiashi dan Neji masuk kedalam ruangan itu.
"Hiashi-san?!" Minato yang sedari tadi hanya menyentuh pipi gembil cucu digendongan istrinya itu sejenak menghentikan kegiatanya.
Hinata menoleh mendengar Minato menyebutkan nama ayahnya, dan tersenyum ketika melihat ayah dan kakak sepupunya datang.
Berjalan kearah Kushina dan Minato, diikuti Neji yang langsung menghampiri adik sepupu kesayanganya, memastikan Hinata sehat dan baik-baik saja.
"Hiashi-san lihatlah cucu kita...sangat tampan." Ucap Kushina sambil menunjukan bayi mungil itu kepada Hiashi.
"Hahahaha... aku benar-benar tidak percaya akan dipanggil kakek secepat ini Minato!" Kata Hiashi setelah sekilas melihat cucunya, wajah yang biasanya datar itu kini menyiratkan kebahagiaan disaat melihat makhluk digendongan Kushina itu menguap dengan bibirnya yang benar-benar mungil.
"Hahahahahaha...lihatlah dia menguap, lucu sekali, benar-benar tampan." Tawa Minato diikuti Kushina dan Hiashi yang juga nampak sangat senang dengan bayi Ryuuki yang imut.
Hinata menghela nafas dalam-dalam melihat orang tuanya sangat sibuk dengan bayi yang baru saja dilahirkanya. "Bahkan Tousan tidak menanyakan keadaanku Niichan..."
"Mereka sangat senang Hinata? bukankah kau juga begitu?" Tanya Neji yang berada disamping Hinata.
"Entahlah..."
"Hei Hinata, lihatlah putramu tampan sekali seperti Naruto." Ucap Kushina, berjalan mendekati Hinata. Hinata kembali memalingkan wajahnya.
Wajah bahagia Hinata berubah kecewa melihat Hinata seperti tidak menerima putranya "Hinata...kau harus menyusuinya.." Pinta Kushina, "Hei Hinata lihatlah...kau tidak maukah melihatnya?" lanjut Kushina.
"Tidak Kaasan, aku tidak siap." Ucap Hinata lirih tanpa melihat Kushina.
Hiashi dan Neji hanya diam, mereka tadinya juga tidak terlalu perduli dengan bayi Hinata, mereka tau perasaan Hinata. Tapi setelah melihat wajah tak berdosa bayi mungil itu Hiashi berubah pikiran, seketika ia benar-benar sangat menyayangi cucunya itu.
"Hinata? lihatlah bayimu, dia ingin merasakan hangat tubuhmu. Gendonglah walau hanya sebentar Hinata." Ucap Hiashi, membuat Hinata melebarkan iris amethystnya yang sayu. Bahkan ayahnya malah menyuruhnya menerima bayi itu, tidak!. Tetapi jauh didalam lubuk hatinya, Hinata tetaplah seorang ibu kandung. Ibu yang mengandung bayi merah itu selama 8,5 bulan, dan bayi itu tidaklah berdosa. Bayi itu butuh kasih sayang ibunya, begitu juga sebaliknya. Seperti Hinata yang sangat menyayangi ibunya, butuh ibunya. Menyadari itu semua, Hinata menoleh kearah Kushina.
Kushina tersenyum melihat Hinata ada tanda-tanda mau menerima bayi itu, "Lihat Hinata." Hinata duduk diranjangnya, lalu Kushina menyerahkan bayi Hinata ketangan Hinata dengan pelan. Perasaan gugup dan takut menyelimuti Hinata, dan dalam hitungan detik Hinata sudah merengkuh tubuh ringkih bayinya.
Melihat wajah tak berdosa makhluk kecil yang kini ada didalam dekapanya, mata kecilnya terpejam, hidungnya mungil dan mancung, bibirnya juga mungil menggemaskan, kulitnya putih seperti kulitnya dan rambutnya kuning seperti Naruto.
Menyentuh pelan pipi gembil yang tampak menggemaskan itu, bayi kecil Hinata bergerak pelan, mungkin kegelian merasakan sentuhan Hinata dipipinya, lalu berlahan mata kecil itu bergerak-gerak lalu terbuka, menampilkan iris safir sama seperti ayahnya, Hinata sedikit terhenyak melihat pemandangan itu, kenapa anaknya sangat mirip Naruto, rambut, mata semua sama, untung saja tiga garis dimasing-masing pipi Naruto tidak dibawa Ryuuki juga, kalau tidak putranya pasti akan sangat mirip kucing, Hinata tersenyum senang menyadari hal itu. Sementara Minato dan Kushina saling bertatapan senang melihat Hinata tersenyum tipis menggoda bayinya. Hiashi dan Neji juga terlihat lega melihat Hinata.
"Uugh..." Bayi Hinata menggeliat,
"Hei? kau sudah bangun pangeran mungil?" Kata Hinata mendekatkan hidungnya kehidung Ryuuki, mencium aroma bayinya. Masih sedikit amis khas bayi, tapi itu sangat menyenangkan.
"Hinata, susuilah putramu dulu." Ucap Kushina membuyarkan kegiatan menggoda bayinya.
"Me-menyusui?" Tanya Hinata sedikit tersentak, bagaimana? pasti itu rasanya tidak enak, sakit.
"Iya kata suster, Ryuuki tadi hanya minum susu yang diambil saat kau pingsan. Jadi sekarang kau harus menyusuinya secara langsung." Ucap Kushina. "Kaasan akan menemanimu, tenanglah... bayi akan jauh lebih sehat kalau minum asi." Lanjut Kushina menyadari apa yang Hinata rasakan.
"Dan... seharusnya para pria meninggalkan ruangan ini sebentar saja, karena Hinata-chan menyusui bayinya" Ucap Kushina tersenyum kearah Minato, Hiashi dan Neji.
"Hahaha...baiklah tentu saja kami akan keluar, mari Hiashi-san, Neji-kun sebaiknya kita menunggu diluar saja" Ajak Minato, lalu berjalan meninggalkan Hinata dan Kushina diikuti Hiashi dan Neji.
Sepeninggalan Minato dan Hiashi hanya ada Kushina dan Hinata diruangan Vip itu, segera Kushina mengajari Hinata bagaimana cara menyusui putranya dengan benar. Hinata tampak meringis kesakitan saat Ryuuki menyusu. Kushina hanya tertawa melihat Hinata matanya berair menahan sakit, ia tahu betul rasanya memang sakit sekali saat pertama kali menyusui bayi, tapi Kushina yakin hal itu akan menjadi tak sakit lagi jika sudah terbiasa.
"Sshh...aaw Sakit Kaasan"
"Hehehem..heem... sabarlah, kau tau? semua ibu merasakan ini Hinata." Ucap Kushina.
"Benarkah? apa Kaasan ku dulu juga begitu waktu menyusuiku Kushina kaasan?"
"Tentu saja." Jawab Kushina tersenyum tipis sambil membenarkan kepala Ryuuki didekapan Hinata, agar membuat bayi yang mulai tertidur itu nyaman.
.
.
.
"Maaf Minato-san sampai selarut ini aku tidak melihat Naruto datang kemari." Neji yang sedari tadi tidak melihat Naruto bertanya.
Menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin, kemudian meletakan dimeja lagi. "Aku sudah menghubunginya, tapi Naruto tidak mau datang." Ucap Minato.
"Tch! anakmu itu benar-benar pengecut Minato!" Kata Hiashi kecewa, "Seharusnya dulu aku benar-benar membunuhnya!" lanjutnya.
"Maafkan kami Hiashi-san, kami mencoba mengerti keadaan ini. Naruto juga Hinata masing-masing masih mempunyai jiwa labil" Jawab Minato mencoba memberi pengertian kepada Hiashi.
"Aku benar-benar merasa terhina oleh kelakuan anakmu!" Amethyst Hiashi menatap Minato tajam, sementara Neji juga memasang wajah tak sukanya.
"Sebaiknya perceraian mereka dipercepat saja paman." Ucap Neji, Minato tampak terkejut dengan pernyataan Neji. "Tidak usah menunggu bayi itu berumur tiga bulan atau lebih, aku tidak mau Hinata lebih lama tersiksa."
"Sabarlah Neji-kun, setidaknya biar Hinata pulih dulu dan putranya siap ditinggalkan olehnya." Jelas Minato.
"Siapa bilang Hinata akan meninggalkan putranya? Dia akan membawa serta putranya tinggal bersama kami setelah mereka bercerai!" Pernyataan Hiashi itu membuat Minato dan Neji terkejut. Bukankah perjanjian sebelumnya setelah mereka bercerai anak Hinata akan dirawat Kushina, tapi mengapa Hiashi begitu saja ingin membawa serta Ryuuki.
"Ta-tapi Hiashi-san buk-"
"Aku berubah fikiran." Hiashi memotong kalimat Minato, "Hinata terlihat senang berada dekat dengan putranya, begitu juga denganku. Aku ingin merawat cucuku, cucu yang lahir dari rahim putriku!" Ucap Hiashi.
Sesaat suasana tegang menyelimuti meja bundar berisi tiga pria kalangan atas, di kantin rumah sakit elit itu. Minato enggan meladeni Hiashi yang sedang tidak enak suasana hatinya, Minato memilih diam.
.
.
.
"Kaasan dan Tousan lama sekali, padahal sudah larut malam begini."
"Kenapa kau tidak menyusulnya saja, dasar bodoh!" Ucap Sasuke yang tidak bosan bermain ps sejak siang itu. Sementara Naruto yang sudah bosan bermain memilih merebahkan tubuhnya ditempat tidurnya yang luas.
Pikiranya tidak fokus, bahkan setelah mendengar Hinata melahirkan siang tadi, ia telah dikalahkan 5 kali oleh Sasuke. Pikiranya melayang bertanya-tanya apa Hinata baik-baik saja? dia pernah membaca sebuah buku, bahwa melahirkan itu sangat sakit. Apakah Hinata tidak apa-apa? kasihan Hinata, setiap hari selalu diejek Naruto. Dan kini Hinata harus merasakan sakitnya melahirkan, apa sebaiknya ia menengok Hinata? tapi Naruto malu, tidak siap bertemu makhluk bernama bayi.
"Hei Dobe! kau melamun apa?" Sasuke menoleh ketempat Naruto terbaring, menyadari sahabat kuningnya itu sedang memikirkan sesuatu.
"Ah, aku hanya memikirkan keadaan Hinata, apa dia baik-baik saja, apa bayinya juga baik-baik saja." Jawab Naruto yang tidak disadarinya.
Sasuke tersenyum mendengar pengakuan Naruto, bahwa ternyata sahabat yang dianggapnya bodoh itu sedang menghawatirkan anak dan istrinya.
"Kenapa kau tersenyum Teme?" Tanya Naruto yang melihat Sasuke tersenyum dengan tatapan mengejek.
"Tidak, hanya aku sekarang mengerti bahwa kau menyukai Hinata."
"Apa?! memangnya apa yang baru saja aku katakan?"
"Kau bilang kau merindukan Hinata." Jawab Sasuke bohong.
"Tidak...tidak! kau pasti salah dengar baka Teme!"
"Haahahaha... kau mengatakanya tadi!"
"Benarkah? jangan katakan pada siapapun tentang ini Sasuke! jika tadi aku memang mengatakan merindukan Hinata itu hanya bohong!"
"Memangnya kenapa?"
"Aku malu ttebayo, dan kau tau aku tidak menyukainya!"
"Benarkah begitu?, jadi kau sekarang bahagia? karena sebentar lagi akan bercerai dari Hinata?"
"Eh?" Raut wajah pria berkulit tan itu seketika berubah terkejut, ia ingat perjanjianya waktu itu, bahwa mereka akan bercerai setelah Hinata melahirkan.
"Benarkah kau senang Naruto?"
"Aku tidak tau Teme, kalau begitu... kalau aku dan Hinata bercerai. tidak ada lagi yang bisa aku goda, dan tidak akan ada lagi yang memukulku saat aku memanggilnya gendut"
"Jadi? kau akan tetap bercerai? atau mempertahankan pernikahanmu?" Tanya Sasuke kepada Naruto.
terakhri ^^
bsok lanjutannya lagi
Happy Reading~
Post By Dennis
I Love you, Because my little cat
Story : Hyugazumaki
Disclaimner : Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : OOC, Alur cepat, ide pasaran.
Chapter : 6/11
..
I Love You, Because My Little Cat
Wanita cantik bersurai merahitu tampak memilih - milih baju berukuran kecil disebuah toko perlengkapan bayi, bersama seorang wanita yang juga tak kalah cantik yang sedari tadi hanya mengerucutkan bibirnya sambil memegangi perutnya yang sudah membesar, karena kehamilanya kini sudah memasuki usia 8,5 bulan.
Tersenyum manis melihat menantu kesayanganya tampak canggung berada ditempat umum dengan perut yang besar diusianya yang masih terbilang muda. "Hinata? kau kenapa? wajahmu terlihat tidak senang?"
Pura-pura memilih baju dihadapanya, padahal hanya dibolak balik, "Ano kaasan, semua seperti menatapku, aku malu..."
"Kenapa harus malu? kau hamil dan kau punya suami. Apa yang jadi alasan untuk malu?" Tanya Kushina yang kelihatanya sangat tertarik dengan baju bayi berwarna biru langit yang kini sedang diperiksa kecocokanya.
"Tidak, bukan itu...hanya saja, Naruto selalu mengejeku gendut, pasti aku sangat jelek kan Kaasan?" Kata Hinata dengan mengerucutkan bibirnya.
"Ahahaha... kau ini, jangan dengarkan bocah baka itu Hinata-chan. Kau terlihat cantik, tenang saja Naruto kan memang senang sekali menggodamu." Ucap Kushina masih sangat antusias memilih pakaian untuk calon cucunya.
Memang hari itu Hinata tampak sangat cantik, dengan baju hamil yang beberapa bulan lalu dibelikan Kushina. Baju yang tidak terkesan keibuan, baju berwarna baby lavender dan rambut indigo nan panjang, membuatnya sangat cantik diatas rata-rata pengunjung toko itu. Maka tidak jarang Hinata jadi pusat perhatian, dan itu membuatnya sedikit risih.
"Hei kenapa melamun? ayo sekarang bantu kaasan memilih baju-baju lucu ini."
"Kaasan saja, aku tidak mengerti"
Seolah tidak menghiraukan Hinata, yang menolak permintaanya. "Wah pasti cucuku akan sangat tampan dengan baju ini" Wajah yang seharusnya sudah keriput itu berbinar, menjunjung tinggi kemeja berwarna orange. "Lihatlah Hinata, putramu pasti sangat tampan." Lagi-lagi kata itu yang terlontar dari bibir Kushina, Hinata hanya menghela nafas panjang melihat ibu mertuanya sangat antusias menyambut cucu pertamanya.
"Iya terserah kaasan saja, kaasan kan lebih mengerti?"
"Bantu kaasan, pilih saja yang menurutmu bagus Hinata,"
"Ahh... baiklah..." Dengan malas Hinata kembali memilih-milih baju imut yang tertata rapi dalam rak baju itu. Berkeliling toko, memilih beberapa celana ganti, kaus rumahan, topi bayi, jaket hangat, popok dan sepatu kecil yang semuanya lucu menurut Hinata.
Semua belanjaan ditas Hinata hampir semua berwarna biru laut, warna untuk bayi laki-laki. Iya memang setelah melakukan Usg bayi Hinata dinyatakan laki-laki dan sehat, saat itu Kushina yang yang selalu setia menemani Hinata periksa kandungan melonjak gembira.
Menyenangkan berbelanja seperti ini bathin Hinata mulai menikmati memilih belanjaan untuk calon bayinya, tidak seperti yang dibayangkanya tadi.
Kushina yang sudah berpengalaman dalam mengurus bayi, kini membiarkan Hinata yang memilih pakaian dan sejenisnya. Sedangkan Kushina memutuskan untuk membeli beberapa minyak penghangat, bedak bayi dan lain-lain yang tidak dimengerti Hinata.
Dirasa sudah cukup Kushina mengajak Hinata untuk membayar dikasir, meletakan barang belanjaan yang mencapai empat keranjang dan satu trolly.
"Kau terlihat lelah Hinata?" Melihat wajah Hinata yang memucat, "Masuklah kemobil saja, biar kaasan yang membayar"
Hinata meringis menahan perutnya yang sejak mengangkat keranjang belanjaan itu cukup berat, perutnya terasa mulas, "Ssh...tidak apa kaasan, mungkin karena bayinya sejak tadi menendang terlalu keras." Jawab Hinata dengan wajah pucat.
Memegang kening Hinata dengan telapak tanganya, "Kau tidak panas, tapi kau sangat pucat".
"Ugh!" Hinata meringis, kini memegangi perutnya.
"Hinata!" Kushina panik melihat ekspresi Hinata.
"Aawh! kaasan perutku sakit sekali"
"Ah iya bagaimana ini, tenanglah Hinata" Kushina panik melihat Hinata yang kesakitan.
Beberapa karyawan toko mulai mengerubuti Hinata, bermaksud menolong sebisanya.
"Cepat panggilkan ambulance!" Teriak seorang karyawan wanita kepada salah satu temanya, sementara Hinata sudah tampak kesakitan, sakit yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Sabarlah Hinata, tahan. Ambulance akan datang sebentar lagi" Ucap Hinata mencoba menenangkan.
"Aku tidak tahu akan secepat ini," Batin Kushina, yang mulai menyadari bahwa Hinata ternyata akan melahirkan.
"Kaasan...ittai, rengek Hinata. Air matanya mulai meleleh.
"Kaasan tau Hinata, sabarlah". Menghapus airmata Hinata yang melewati pipi putihnya.
"Ambulance sudah datang!" Teriak seseorang yang menerobos kerubutan orang-orang itu.
"Ayo cepat bawa dia!" Ucap Kushina,
Lalu beberapa pria dan perawat rumah sakit memapah tubuh Hinata yang mulai tidak sanggup berdiri, Kushina yang masih gugup dan panik mengikuti langkah tergesa-gesa para perawar itu.
.
.
.
Tubuh Hinata yang sudah terbaring ditempat tidur khusus melahirkan itu menggeliat kesakitan. Menggenggam apapun yang bisa ia raih untuk menyalurkan rasa sakitnya, termasuk mencengkeram baju Kushina yang mungkin sebentar lagi akan robek.
Sementara beberapa suster telah menyiapkan peralatan untuk menolong Hinata.
"Ini sangat perih kaasan, sakit sekali..hiks.."
"Sabarlah sayang, berdoalah kepada kamisama agar semua lancar." Kushina mengusap kening Hinata, suaranya masih panik.
"Aaah!..Tousan, Neji-nii! sakit sekali!, nnnh!" Teriak Hinata merasakan nyeri diseputar perut dan pinggangnya.
"Sabar Hinata...dokternya akan segera datang"
"Huuft...hah..ahh.. sakit...kaasan toloong aakhuh...hah.." Nafasnya mulai tersengal-sengal, rasa sakit yang mendera tubuh bagian bawahnya itu menjalar sampai keseluruh tubuhnya.
"Hinata dengarkan kaasan, kau harus berjuang nak. Putramu sedang berjuang untuk keluar, kau harus kuat"
"Hnn...nnnhhh...aaahh! kaasan..huh..huh..hh"
'Oh Tuhan... kuatkan Hinata, berilah kekuatan. Dan apa yang harus aku lakukan? menghubungi Minato, tidak. Tidak bisa! aku tidak bisa kemana-mana, aku harus menrmani Hinata', Batin Kushina yang tidak mau meninggalkan Hinata sendirian, melihat Hinata yang kesakitan sungguh membuat Kushina tak tega. Kalau saja tugas melahirkan itu bisa diambil alih, ia rela menggantikanya, namun semua itu tidak mungkin.
Setelah beberapa saat pria berambut perak, dan berpakaian serba putih masuk dengan tergesa-gesa, tentu saja karena melihat Hinata yang jadi pasienya sejak tujuh bulan yang lalu itu merintih-rintih kesakitan.
"Kakashi-san?!" Kushina terlihat lega melihat dokter yang selama ini memeriksa kandungan Hinata.
"Tenanglah nyonya Namikaze, aku akan menolong Hinata" Seakan tau apa yang Kushina rasakan, Kakashi mencoba meyakinkan bahwa Hinata dan bayinya akan baik-baik saja.
"Hinata... kau ingat apa yang aku katakan dulu? rilex tarik nafasmu dengan teratur" Ucap Kakashi.
"Ummmh...nnhhh aaahh... dok..tee..err!" Hinata memandang dokter Kakashi, dengan tatapan penuh dengan permintaan pertolongan.
"Pembukaanya sudah cukup, kita mulai Hinata, tarik nafasmu dalam-dalam," Perintah Kakashi, tanpa mengulangi Hinata menurutinya. "Sekarang keluarkanlah...iya, begitu terus...dan dorong Hinata!" Lanjut Kakashi.
"Nnnhh... aaahh... kyaaa! ittai.. huh..huh..huh..nnnhh...aak
"Iya terus Hinata! berjuanglah... ulangi lagi! Tarik nafas...dorong Hinata...!"
Kakashi dan Kushina mendorong Hinata untuk tetap berjuang, peluh membasahi tubuh Hinata yang mengejang, sekuat-kuatnya Hinata mengejan. Rambut halusnya basah karena keringat, dan beberapa helai telah menutupi wajah ayunya.
Rasanya sudah lelah, Hinata tak kuat lagi, badanya benar-benar terasa tak bertenaga lagi, tapi tanda-tanda akan segera lahirpun tidak, padahal tadi jalan lahirnya sudah terbuka dengan sempurna.
"Nnng...ampun kaasan...aku tidak kuat lagi...nnnhh..aahh" Rengek Hinata.
"Hinata...ayolah, dia ingin melihatmu. Kau juga ingin melihatnya kan?" Ucap Kushina.
"Tarik nafasmu Hinata, sedikit lagi!" Kata Kakashi menyemangati Hinata.
Hampir satu jam berlalu, peluh sudah membasahi, bukan Hinata saja. tetapi juga Kushina dan Kakashi yang tak hentinya menyemangati Hinata. Menuntun Hinata untuk menarik nafas dan menghembuskanya.
"Huuh...huh..huh..hnnnn...
"Bagus Hinata! sedikit lagi! kepalanya sudah terlihat!" Ucap Kakashi antusias.
Kushina yang mendengarnya juga ikut senang, semakin erat ia genggam tangan Hinata berharap dapat menyalurkan sedikit kekuatan untuk membantu Hinata yang sudah tidak karuan.
"Aaaakh! Hnnnn...aaaakkh!"
"Bagus Hinata! satu dorongan lagi!"
"Haaaaannnnnhhhhhhh!
.
.
.
"Goooooollllll!" Teriak pria berambut kuning didepan layar monitornya yang menampilkan lapangan hijau, gawang, beberapa pemain bola yang bersorak-sorak dan penonton ditribun lapangan itu.
"Ah sial!" Umpat Sasuke, melempar stick playstasionya asal.
"Ahahahaha...kau kalah lagi Teme!, kemarikan hadiahnya!" Ucap Naruto, menagih bahan taruhan yang mereka janjikan.
"Kita main lagi!, aku tidak akan kalah!" Ucapnya yakin.
"Kita sudah main 5 kali, dan kau kalah Teme, sudahlah mana hadiahnya."
Dengan malas Sasuke berjalan mengambil sebuah benda dari tasnya, sebuah patung, lebih tepatnya action figur Lionel messi original dari negara dimana club Barcelona berasal.
Menyeringai penuh kemenangan, mengetahui sebentar lagi benda yang diinginkanya sejak dulu itu akan menjadi miliknya. Sementara Sasuke masih enggan memberikan benda yang didapatkanya waktu liburan ke spanyol harus menjadi milik sahabat yang dianggapnya bodoh itu.
"Kemarikan Teme..."
"Kita main lagi!"
"Tidak mau! kemarikan!"
.
.
.
"Haaah..."
"Nnn...oeek...ooeek...ooee
"Selamat Hinata bayimu laki-laki, sehat dan tampan" Ucap Kakashi, tersenyum senang.
Kushina tersenyum lega, Hinatapun juga lega walau kesadaranya mulai menghilang, Hinata sangat lelah kemudian pingsan.
"Hinata!" Teriak Kushina khawatir,
"Tenang nyonya, ia hanya pingsan. Biar suster yang merawatnya, dan kami akan membersihkan bayinya juga. Nyonya bisa istirahat dan menunggu diluar" Kata Kakashi meyakinkan Kushina lagi.
"Baiklah...tolong rawat cucu dan menantuku, aku akan menghubungi Suami dan besanku." Kushina meninggalkan ruangan bersalin, berjalan keruang tunggu untuk menelpon Minato.
Menekan tombol panggil dan menempelkan handphone ketelinganya, terdengar nada tunggu dari seberang sana.
"Kushina!" Panggil seseorang yang baru saja akan ditelephone, menghamipiri Kushina yang duduk sendirian.
"Minato!" Masih heran bagaimana Minato bisa menyusulnya.
"Tadi Juugo yang mengabariku, maaf terlambat datang"
"Juugo ya?" Teringat bahwa ia datang ketoko itu dengan Juugo, tentu saja Juugo tau Hinata ada disini. "Eh baguslah, Minato? kau pasti tidak percaya! cucuku sudah benar-benar lahir!" Kushina memeluk Minato, mengungkapkan kebahagiaanya.
"Syukurlah Kushina, kau sudah melihat wajahnya? apa mirip Naruto? atau Hinata?" Tanya Minato antusias.
"Sayang sekali aku belum melihatnya dari dekat, karena Hinata-chan pingsan dan bayinya langsung dibawa keruanganya untuk dibersihkan, tapi yang kulihat sekilas rambutnya kuning, sepertimu dan Naruto..hihi..." Kushina tertawa senang mengingat cucunya yang imut tadi.
"Aku tidak sabar untuk melihatnya, dimana ruangan Hinata?" Tanya Minato.
"Baiklah ayo kita kesana, oh ya aku akan menelpon Naruto dan Hiashi-san dulu" Ucap Kushina.
.
.
.
Kushina membuka pintu dan memasuki ruangan bercat biru laut itu, Minato mengikutinya. Didapatinya Hinata tengah berbaring dengan pakaian pasienya, tersenyum melihat menantu kesayanganya sudah terlihat normal.
"Kau sudah baikan Hinata?" Sapa Kushina penuh perhatian, dan hanya dijawab dengan anggukan Hinata, kemudian mendekati Hinata, mengusap rambut Hinata.
"Selamat ya kau sudah menjadi ibu" Ucap Minato, Hinata hanya tersenyum tipis.
Menjadi ibu? sungguh ia tak percaya akan secepat ini, rasanya baru kemarin ia dinyatakan hamil. Dan kali ini ia benar-benar melahirkan seorang manusia, tidak! ia tidak mau anak itu ada dihidupnya. Anak hasil dari pemerkosaan, hubungan yang sangat ia benci!, Hinata tidak menginginkanya.
Krieeet... "Maaf menganggu Nyonya, Tuan." Seorang suster masuk menggendong bayi mungil berselimutkan selimut yang pagi tadi dipilihkan Hinata. "Ini cucunya, sehat dan tampan. Panjangnya 46cm dan beratnya 2,5kg." Ucap Suster yang membawa bayi Hinata.
"Uwaaaghh...boleh aku menggendongnya suster?" Kushina sangat antusias.
"Tentu saja, nona Hinata harus menyusuinya dahulu" Kata suster berseragam putih itu, bertagname Shizune.
'Me-menyusui?' batin Hinata, 'tidak aku tidak sudi menyentuh bayi itu, darah daging Naruto!'. Hinata yang sedari tadi melihat bungkusan bayi yang kini sudah ditangan Kushina malah memalingkan wajahnya kearah jendela disampingnya. Hinata tidak menginginkan bayi itu.
"Waahh...tampan sekali sayang... kau mirip Naruto." Kushina teramat senang melihat cucunya yang benar-benar lucu itu. Dan semua pembicaraan itu didengar Hinata dengan perasaan campur aduk didadanya.
"Benar, dia tampan seperti kakeknya. bukankah begitu Ryuuki-chan?" Kata Minato kepada cucunya yang telah ia carikan nama sejak jauh hari.
"Kau ini sudah tua masih suka bercanda Minato!" Ejek Kushina, kegiatan mereka sangat menyenagkan, bahkan sampai lupa kalau Hinata ada diantara mereka.
"Baiklah saya tinggal dulu ya Nyonya, Tuan. Pastikan nona Hinata menyusui bayinya." Suster cantik itu mohon diri setelah meninggalkan bayi Hinata bersama Kushina.
"Iya suster, terima kasih sudah merawat cucuku" Ucap Kushina, lalu suster itu membuka pintu dan keluar. Berpapasan dengan kedua pria bermata sama didepan pintu, dan memberikan sedikit senyum ramahnya.
Kriiieeettt... Pintu kembali terbuka, dan tak lama Hiashi dan Neji masuk kedalam ruangan itu.
"Hiashi-san?!" Minato yang sedari tadi hanya menyentuh pipi gembil cucu digendongan istrinya itu sejenak menghentikan kegiatanya.
Hinata menoleh mendengar Minato menyebutkan nama ayahnya, dan tersenyum ketika melihat ayah dan kakak sepupunya datang.
Berjalan kearah Kushina dan Minato, diikuti Neji yang langsung menghampiri adik sepupu kesayanganya, memastikan Hinata sehat dan baik-baik saja.
"Hiashi-san lihatlah cucu kita...sangat tampan." Ucap Kushina sambil menunjukan bayi mungil itu kepada Hiashi.
"Hahahaha... aku benar-benar tidak percaya akan dipanggil kakek secepat ini Minato!" Kata Hiashi setelah sekilas melihat cucunya, wajah yang biasanya datar itu kini menyiratkan kebahagiaan disaat melihat makhluk digendongan Kushina itu menguap dengan bibirnya yang benar-benar mungil.
"Hahahahahaha...lihatlah dia menguap, lucu sekali, benar-benar tampan." Tawa Minato diikuti Kushina dan Hiashi yang juga nampak sangat senang dengan bayi Ryuuki yang imut.
Hinata menghela nafas dalam-dalam melihat orang tuanya sangat sibuk dengan bayi yang baru saja dilahirkanya. "Bahkan Tousan tidak menanyakan keadaanku Niichan..."
"Mereka sangat senang Hinata? bukankah kau juga begitu?" Tanya Neji yang berada disamping Hinata.
"Entahlah..."
"Hei Hinata, lihatlah putramu tampan sekali seperti Naruto." Ucap Kushina, berjalan mendekati Hinata. Hinata kembali memalingkan wajahnya.
Wajah bahagia Hinata berubah kecewa melihat Hinata seperti tidak menerima putranya "Hinata...kau harus menyusuinya.." Pinta Kushina, "Hei Hinata lihatlah...kau tidak maukah melihatnya?" lanjut Kushina.
"Tidak Kaasan, aku tidak siap." Ucap Hinata lirih tanpa melihat Kushina.
Hiashi dan Neji hanya diam, mereka tadinya juga tidak terlalu perduli dengan bayi Hinata, mereka tau perasaan Hinata. Tapi setelah melihat wajah tak berdosa bayi mungil itu Hiashi berubah pikiran, seketika ia benar-benar sangat menyayangi cucunya itu.
"Hinata? lihatlah bayimu, dia ingin merasakan hangat tubuhmu. Gendonglah walau hanya sebentar Hinata." Ucap Hiashi, membuat Hinata melebarkan iris amethystnya yang sayu. Bahkan ayahnya malah menyuruhnya menerima bayi itu, tidak!. Tetapi jauh didalam lubuk hatinya, Hinata tetaplah seorang ibu kandung. Ibu yang mengandung bayi merah itu selama 8,5 bulan, dan bayi itu tidaklah berdosa. Bayi itu butuh kasih sayang ibunya, begitu juga sebaliknya. Seperti Hinata yang sangat menyayangi ibunya, butuh ibunya. Menyadari itu semua, Hinata menoleh kearah Kushina.
Kushina tersenyum melihat Hinata ada tanda-tanda mau menerima bayi itu, "Lihat Hinata." Hinata duduk diranjangnya, lalu Kushina menyerahkan bayi Hinata ketangan Hinata dengan pelan. Perasaan gugup dan takut menyelimuti Hinata, dan dalam hitungan detik Hinata sudah merengkuh tubuh ringkih bayinya.
Melihat wajah tak berdosa makhluk kecil yang kini ada didalam dekapanya, mata kecilnya terpejam, hidungnya mungil dan mancung, bibirnya juga mungil menggemaskan, kulitnya putih seperti kulitnya dan rambutnya kuning seperti Naruto.
Menyentuh pelan pipi gembil yang tampak menggemaskan itu, bayi kecil Hinata bergerak pelan, mungkin kegelian merasakan sentuhan Hinata dipipinya, lalu berlahan mata kecil itu bergerak-gerak lalu terbuka, menampilkan iris safir sama seperti ayahnya, Hinata sedikit terhenyak melihat pemandangan itu, kenapa anaknya sangat mirip Naruto, rambut, mata semua sama, untung saja tiga garis dimasing-masing pipi Naruto tidak dibawa Ryuuki juga, kalau tidak putranya pasti akan sangat mirip kucing, Hinata tersenyum senang menyadari hal itu. Sementara Minato dan Kushina saling bertatapan senang melihat Hinata tersenyum tipis menggoda bayinya. Hiashi dan Neji juga terlihat lega melihat Hinata.
"Uugh..." Bayi Hinata menggeliat,
"Hei? kau sudah bangun pangeran mungil?" Kata Hinata mendekatkan hidungnya kehidung Ryuuki, mencium aroma bayinya. Masih sedikit amis khas bayi, tapi itu sangat menyenangkan.
"Hinata, susuilah putramu dulu." Ucap Kushina membuyarkan kegiatan menggoda bayinya.
"Me-menyusui?" Tanya Hinata sedikit tersentak, bagaimana? pasti itu rasanya tidak enak, sakit.
"Iya kata suster, Ryuuki tadi hanya minum susu yang diambil saat kau pingsan. Jadi sekarang kau harus menyusuinya secara langsung." Ucap Kushina. "Kaasan akan menemanimu, tenanglah... bayi akan jauh lebih sehat kalau minum asi." Lanjut Kushina menyadari apa yang Hinata rasakan.
"Dan... seharusnya para pria meninggalkan ruangan ini sebentar saja, karena Hinata-chan menyusui bayinya" Ucap Kushina tersenyum kearah Minato, Hiashi dan Neji.
"Hahaha...baiklah tentu saja kami akan keluar, mari Hiashi-san, Neji-kun sebaiknya kita menunggu diluar saja" Ajak Minato, lalu berjalan meninggalkan Hinata dan Kushina diikuti Hiashi dan Neji.
Sepeninggalan Minato dan Hiashi hanya ada Kushina dan Hinata diruangan Vip itu, segera Kushina mengajari Hinata bagaimana cara menyusui putranya dengan benar. Hinata tampak meringis kesakitan saat Ryuuki menyusu. Kushina hanya tertawa melihat Hinata matanya berair menahan sakit, ia tahu betul rasanya memang sakit sekali saat pertama kali menyusui bayi, tapi Kushina yakin hal itu akan menjadi tak sakit lagi jika sudah terbiasa.
"Sshh...aaw Sakit Kaasan"
"Hehehem..heem... sabarlah, kau tau? semua ibu merasakan ini Hinata." Ucap Kushina.
"Benarkah? apa Kaasan ku dulu juga begitu waktu menyusuiku Kushina kaasan?"
"Tentu saja." Jawab Kushina tersenyum tipis sambil membenarkan kepala Ryuuki didekapan Hinata, agar membuat bayi yang mulai tertidur itu nyaman.
.
.
.
"Maaf Minato-san sampai selarut ini aku tidak melihat Naruto datang kemari." Neji yang sedari tadi tidak melihat Naruto bertanya.
Menyeruput kopinya yang sudah mulai dingin, kemudian meletakan dimeja lagi. "Aku sudah menghubunginya, tapi Naruto tidak mau datang." Ucap Minato.
"Tch! anakmu itu benar-benar pengecut Minato!" Kata Hiashi kecewa, "Seharusnya dulu aku benar-benar membunuhnya!" lanjutnya.
"Maafkan kami Hiashi-san, kami mencoba mengerti keadaan ini. Naruto juga Hinata masing-masing masih mempunyai jiwa labil" Jawab Minato mencoba memberi pengertian kepada Hiashi.
"Aku benar-benar merasa terhina oleh kelakuan anakmu!" Amethyst Hiashi menatap Minato tajam, sementara Neji juga memasang wajah tak sukanya.
"Sebaiknya perceraian mereka dipercepat saja paman." Ucap Neji, Minato tampak terkejut dengan pernyataan Neji. "Tidak usah menunggu bayi itu berumur tiga bulan atau lebih, aku tidak mau Hinata lebih lama tersiksa."
"Sabarlah Neji-kun, setidaknya biar Hinata pulih dulu dan putranya siap ditinggalkan olehnya." Jelas Minato.
"Siapa bilang Hinata akan meninggalkan putranya? Dia akan membawa serta putranya tinggal bersama kami setelah mereka bercerai!" Pernyataan Hiashi itu membuat Minato dan Neji terkejut. Bukankah perjanjian sebelumnya setelah mereka bercerai anak Hinata akan dirawat Kushina, tapi mengapa Hiashi begitu saja ingin membawa serta Ryuuki.
"Ta-tapi Hiashi-san buk-"
"Aku berubah fikiran." Hiashi memotong kalimat Minato, "Hinata terlihat senang berada dekat dengan putranya, begitu juga denganku. Aku ingin merawat cucuku, cucu yang lahir dari rahim putriku!" Ucap Hiashi.
Sesaat suasana tegang menyelimuti meja bundar berisi tiga pria kalangan atas, di kantin rumah sakit elit itu. Minato enggan meladeni Hiashi yang sedang tidak enak suasana hatinya, Minato memilih diam.
.
.
.
"Kaasan dan Tousan lama sekali, padahal sudah larut malam begini."
"Kenapa kau tidak menyusulnya saja, dasar bodoh!" Ucap Sasuke yang tidak bosan bermain ps sejak siang itu. Sementara Naruto yang sudah bosan bermain memilih merebahkan tubuhnya ditempat tidurnya yang luas.
Pikiranya tidak fokus, bahkan setelah mendengar Hinata melahirkan siang tadi, ia telah dikalahkan 5 kali oleh Sasuke. Pikiranya melayang bertanya-tanya apa Hinata baik-baik saja? dia pernah membaca sebuah buku, bahwa melahirkan itu sangat sakit. Apakah Hinata tidak apa-apa? kasihan Hinata, setiap hari selalu diejek Naruto. Dan kini Hinata harus merasakan sakitnya melahirkan, apa sebaiknya ia menengok Hinata? tapi Naruto malu, tidak siap bertemu makhluk bernama bayi.
"Hei Dobe! kau melamun apa?" Sasuke menoleh ketempat Naruto terbaring, menyadari sahabat kuningnya itu sedang memikirkan sesuatu.
"Ah, aku hanya memikirkan keadaan Hinata, apa dia baik-baik saja, apa bayinya juga baik-baik saja." Jawab Naruto yang tidak disadarinya.
Sasuke tersenyum mendengar pengakuan Naruto, bahwa ternyata sahabat yang dianggapnya bodoh itu sedang menghawatirkan anak dan istrinya.
"Kenapa kau tersenyum Teme?" Tanya Naruto yang melihat Sasuke tersenyum dengan tatapan mengejek.
"Tidak, hanya aku sekarang mengerti bahwa kau menyukai Hinata."
"Apa?! memangnya apa yang baru saja aku katakan?"
"Kau bilang kau merindukan Hinata." Jawab Sasuke bohong.
"Tidak...tidak! kau pasti salah dengar baka Teme!"
"Haahahaha... kau mengatakanya tadi!"
"Benarkah? jangan katakan pada siapapun tentang ini Sasuke! jika tadi aku memang mengatakan merindukan Hinata itu hanya bohong!"
"Memangnya kenapa?"
"Aku malu ttebayo, dan kau tau aku tidak menyukainya!"
"Benarkah begitu?, jadi kau sekarang bahagia? karena sebentar lagi akan bercerai dari Hinata?"
"Eh?" Raut wajah pria berkulit tan itu seketika berubah terkejut, ia ingat perjanjianya waktu itu, bahwa mereka akan bercerai setelah Hinata melahirkan.
"Benarkah kau senang Naruto?"
"Aku tidak tau Teme, kalau begitu... kalau aku dan Hinata bercerai. tidak ada lagi yang bisa aku goda, dan tidak akan ada lagi yang memukulku saat aku memanggilnya gendut"
"Jadi? kau akan tetap bercerai? atau mempertahankan pernikahanmu?" Tanya Sasuke kepada Naruto.
Bersambung
Comments
Post a Comment