I Love You, Because My Little Cat Chapter 9

I Love You, Because My Little Cat Chapter 9





>< hehehehehe... siapa yg nunggu kelanjutannya ^^/ ahh 
Ywd langsng saja ya  dri pda saia ditimpuk khehehe!!! Rate ya berpindah ya 
Happy Reading~

Post by Dennis


I Love You, Because my Little Cat

Story by : Hyugazumaki

Disclaimner : Masashi Kishimoto

Pairing : Naruto X Hinata

Rate : M!

Warning : OOC, Alur cepat, Ide pasaran.

...

I Love You, Because My Little Cat

Chapter : 9/11


Naruto tersenyum membalas Hinata, lalu kedua tangan berwarna tan Naruto terangkat meraih wajah Hinata, dengan lembut dihapusnya airmata yang membasahi pipi putih itu dengan ibu jarinya. Perlakuan spontanitas Naruto itu membuat pipi yang tadi putih pucat kini menjadi putih bersemu merah.

'Krieett...' Pintu ICU terbuka, keduanya menoleh kearah suara dan segera berdiri saat Dokter bermata cokelat keluar dari ruangan itu.

"Dokter?" Hinata berharap cemas atas apa yang akan dikatakan dokter.

"Tuan dan Nyonya Namikaze, putra anda sudah tidak apa-apa, tidak usah khawatir, hal ini sering terjadi saat balita demam tinggi. Tapi untuk memulihkan tubuhnya, putra anda harus menginap disini mungkin untuk satu sampai dua malam. Itupun kalau tuan dan nyonya bersedia." Jelas Dokter membuat kedua wajah orang tua Ryuki terlihat lega.

"Syukurlah..." Ucap Naruto dan Hinata.

"Kalau itu yang terbaik untuk kesehatan putra kami, kami setuju untuk melakukan apa saja." Jawab Naruto

yakin, dan Hinata mengangguk setuju.

"Hm..baiklah kalau begitu, kami akan segera memindahkan putra anda keruang rawat khusus bayi." Terang Dokter tersenyum tulus.

"I-iya Dokter silahkan." Jawab Hinata.

/

Setelah Ryuki dipindahkan diruang rawat khusus bayi, Naruto dan Hinata menjaga Ryuki bersama.

Walau terlihat canggung dan enggan berbicara banyak, tapi keduanya terlihat kompak merawat Ryuki. Saat Ryuki mengompol, Naruto yang mengambilkan diapers, Hinata yang memasangkan.

Saat itu Hinata berada disamping Ryuki, tidur menjatuhkan kepalanya diranjang Ryuki yang juga sedang tidur.

Naruto yang sedari tadi berbaring disofa melirik sebentar kesampingnya, melihat Hinata dengan wajah lelah tidur dengan posisi seperti itu.

Naruto memasukan ponselnya kesaku celananya, ponsel yang sedari tadi ia mainkan untuk sekedar melihat email dan blognya untuk membuang waktu. Naruto bangun dan berdiri menghampiri Hinata, bermaksud membangunkan Hinata.

Naruto memandangi sebentar wajah Hinata saat tidur, manis dan tenang. Lalu melihat copy-an dirinya yang masih balita disamping Hinata, tak kalah tidur dengan manisnya membuat Naruto tersenyum.

Tangan berwarna tan itu dengan ragu menyentuh helaian berwarna indigo milik Hinata. Mengusap pelan agar siempunya tidak terusik.

Sadar akan tujuan sebelumnya, Naruto menghentikan aksi mengagumi wajah Hinata dan dengan pelan mengguncang bahu Hinata.

"Hinata...Hinata? bangunlah.." Naruto membangunkan Hinata.

"Ummh.." Hinata bergerak, mengerjapkan matanya sebentar dan terduduk dengan malas.

"Maaf membangunkanmu," Ucap Naruto.

"Hhh...ada apa Naruto? " Mengucek kedua matanya dengan punggung tangan, Hinata bertanya dengan suara yang menunjukan bahwa dia masih sangat mengantuk.

"Kau Istirahatlah dulu disofa, biar aku yang menjaga Ryuki-chan." Jawab Naruto penuh perhatian.

"T-tidak usah," Tolak Hinata pelan.

"Ayolah... kau tidak boleh lelah, siapa yang akan merawat Ryuki kalau kau juga tidak sehat, aku tidak mungkin bisa?"

"Tapi..."

"Sudahlah, tidur saja disana. Nanti kalau Ryuki sudah bangun, aku akan membangunkanmu." Jelas Naruto. Dengan ragu Hinata berdiri.

"Terima kasih Naruto." Ucap Hinata, Naruto mengangguk. Lalu Hinata mencium kening Ryuki dan berjalan kesofa merebahkan dirinya disana.

Naruto duduk dikursi samping ranjang Ryuki, mengusap pelan pipi Ryuki yang bersemu merah.

Merasa senang berada didekat Ryuki dengan restu Hinata. Bebas menyentuh dan mencium Ryuki. Tidak perlu takut Hinata marah seperti sebelumnya.

'Tok..tok...tok'

Naruto menoleh kepintu yang diketuk, bertanya dalam hati tentang siapa yang datang, lalu ia beranjak dan segera membuka pintu ruang rawat Ryuki.

'Cklek, kriiieeettt...' pintu-pun terbuka, menampilkan seorang pria berambut cokelat panjang, dengan mata tajam.

"N-Neji?" Naruto sedikit terkejut melihat Neji mengunjunginya.

"Kenapa? Kau seperti melihat hantu?" Sindir Neji, menyadari Naruto terkejut atas kedatanganya,

"Eh..tidak, maksudku bukan-"

"Aku datang menjenguk bayi Hinata." Potong Neji, tidak mau mendengar basa-basi Naruto.

"Eh.. masuklah, mereka sedang tidur." Naruto mempersilahkan Neji masuk, dan memberi jalan.

Manik pucat Neji melirik sebentar kearah Hinata yang sedang tidur dengan pulas, "Adiku sepertinya sangat lelah?"

"Memang, dia menjaga Ryuki terus." Jawab Naruto.

"Lalu kau tidur?" Tanya Neji

"Tidak juga,"

"Hm, Bagaimana keadaan Ryuki?" Tanya Neji yang berjalan ketempat Ryuki berada.

"Dokter bilang Ryuki sudah tidak apa-apa." Jawab Naruto.

"Baguslah," Timpal Neji cuek, dan suasana semakin tegang.

"Aku kira kau tidak akan menemani Hinata disini." Kata Neji lagi, sambil mengusap rambut kuning keponakanya yang lucu itu.

"E..t-tentu saja aku menemaninya, Ryuki sakit dan kaasan tidak ada," Jawab Naruto sebisanya.

"Baik, aku kesini hanya memastikan bahwa Hinata dan bayinya baik-baik saja." Jawab Neji masih dengan aura seperti Hiashi. "Aku akan pulang, kali ini aku berharap kau benar-benar bertanggung jawab kepada adiku. Jaga dia dan keponakanku, atau kau akan kubunuh jika mereka tergores sedikit saja!" Pinta Neji, hal itu malah mirip sebuah ancaman bagi Naruto.

"Heh'? aku mengerti!" Jawab Naruto yakin.

Lalu Neji berjalan keluar dan meninggalkan Naruto yang masih cengo atas kedatangan Neji, dan pulang begitu saja.

"Haah... aku benar-benar tidak mengerti dengan kakak dan ayahmu itu Hinata." Ucap Naruto mengacak rambut kuningnya sambil melihat Hinata yang tidur bagai seorang putri yang cantik.

Kemudian Naruto duduk dikursi disamping Ryuki dan menjaga Ryuki lagi.

.

.

.

Hari ini Ryuki sudah boleh pulang, bayi tampan yang tadinya hanya diam dan menangis itu kini sudah kembali ceria, membuat orang-orang disekitarnya bahagia.

"Syukurlah nona, tuan muda Ryuki sudah sembuh." Ucap Ayame yang mengantarkan Hinata dan membawakan bawaanya kekamar.

"Terima kasih Ayame-san, ini berkat doa orang-orang yang mencintai Ryuki," Jawab Hinata senang.

"Betul nona, dan maaf kami tidak tahu kalau malam itu tuan muda Ryuki sakit." Ayame merasa tidak enak, saat Hinata dan Naruto panik dirinya tidak tahu.

"Tidak apa-apa Ayame-san, lagi pula waktu itu yang kuingat adalah segera membawa Ryuki kedokter dengan cepat." Ucap Hinata, tersenyum manis. Agar Ayame yakin dan tidak perlu merasa tidak enak.

"Hh.. baiklah nona, sebaiknya nona dan tuan muda istirahat, saya mohon diri." Pamit Ayame dengan sopan, membungkukan badanya.

"Baik, terima kasih atas bantuanya Ayame-san."

"Jika nona butuh bantuan, saya dibawah."

"Iya baik...terima kasih," Ucap Hinata.

Lalu Ayame berjalan keluar kamar Hinata, dan berpapasan dengan Naruto yang juga masuk kekamar Hinata.

"Permisi tuan" Ucap Ayame saat bertemu Naruto.

"Iya silahkan." Naruto tersenyum ramah, lalu berjalan mendekati Hinata yang sedang mengganti pakaian Ryuki.

"Sebaiknya jangan dimandikan dulu." Ucap Naruto yang sudah berdiri dibelakang Hinata.

Hinata menoleh sebentar kesumber suara.

"Tidak, aku hanya mengelap tubuhnya dengan air hangat."

"Oh...yasudah, kau sudah makan?"

"Sebentar lagi, biar Ryuki-chantidur dahulu."

"Emm...aaaoo...aauuh," Ryuki bersuara mendengar suara Naruto.

"Eh jagoan kecil, kau sudah sehat?" Kata Naruto mendekati Ryuki yang sedang berada diranjang Hinata.

"Aah..aauu..aahh..oou," Seperti mengerti, Ryuki terus bersuara.

"Hahaha... apa? Tousan? kau memanggilku Tousan?" Naruto tertawa menggoda Ryuki yang berceloteh tidak jelas.

"Dia tidak memanggilmu Tousan!" Hinata sewot, tidak rela.

"Benarkah? Lalu apa katanya?"

"Dia bilang dia menyayangi Kaasan,"

"Benarkah? Darimana kau mengerti bahasanya?"

"Aku Kaasanya! Tentu aku mengerti!"

"Kalau begitu, aku juga Tousanya, jadi aku juga mengerti." Ucap Naruto percaya diri, padahal mereka berdua sebenarnya tidak tahu apa yang dimaksud Ryuki.

"Kau menyebalkan Naruto!"

"Kau juga menyebalkan!"

"Aah! Auuh..!" Ryuki meninggikan suaranya, seperti melerai.

"Ada apa Ryuki-chan? Kau mau gendong Tousan?" Kata Naruto mengusap dahi kecil Ryuki.

"Dia hanya haus, bisa tinggalkan kami berdua? Aku akan menyusuinya." Jawab Hinata.

"Memangnya kenapa kalau aku disini? Tidak usah malu, aku sudah pernah me-, Eee..." Naruto menghentikan kalimatnya saat menyadari Hinata menatapnya dengan tatapan membunuh.

"Hehe... baiklah baiklah aku keluar, 36 C cup!"

"B-Bodoh! Jangan sok tahu!" Wajah Hinata memerah.

"Memangnya berapa?"

"38!"

"Wow Benarkah?" Ucap Naruto dengan wajah mesum, dan sedetik kemudian.

"Narutoooo!" Bantal-pun melayang kewajah tampan Naruto. Dan secepat kilat kuning dari Konoha, Naruto berlari keluar kamar menyisakan semburat merah jambu dipipi porcelain Hinata.

.

.

.

"Aku senang lusa kita akan pulang, aku tidak sabar menimang cucuku lagi." Kata Kushina yang bersemangat menata pakaianya dan Minato ke koper.

"Haah... seharusnya kau tidak ikut kemari kan? Aku jadi tidak tega membayangkan Hinata dan Naruto kerepotan mengasuh Ryuki." Tanggap Minato yang menyesap tehnya.

Kushina tersenyum tipis, "Aku percaya Hinata bisa, makanya aku menemanimu sampai kau sembuh, Minato."

Minato tersenyum kepada istrinya yang masih terlihat cantik itu.

"Lagipula, kau tidak mau kan meninggalkan Ryuki dengan cepat?" Lanjut Kushina lagi.

"Iya pastinya, aku harus lebih lama hidup untuk Ryuki dan Naruto, aku ingin melihat mereka bertiga akhirnya hidup bahagia."

"Kau ingin Hinata-chan terus menjadi menantumu?" Senyum Kushina, mendekati Minato.

"Tentu saja, dia anak yang manis. Kau setuju kan jika Naruto sangat cocok denganya?"

"Sangat setuju," Jawab Kushina, memeluk Minato dari belakang.

/

"Nnneee...aaaeek...ooouh..oooek.."

"Kenapa sekarang kau cengeng sekali ha?" Kau mau jadi anak nakal?" Ucap Hinata sambil berusaha menyusui Ryuki yang sedari tadi tidak juga mau minum asinya.

"Ooeekkk...aaaeek..oooee'.." Masih terus menangis.

Hinata mendekap tubuh mungil itu dengan hangat dan menggoyangnya pelan, "Ssstt... Diam sayang, ini sudah malam." Rayu Hinata sambil menimang-nimang Ryuki. Namun Ryuki tak kunjung diam, malah semakin keras menangis.

'Tok..tok..tok'

"Hinata?"

Hinata menoleh kepintunya yang diketuk dari luar.

"Masuklah Naruto tidak dikunci." Jawab Hinata, tau bahwa itu suara Naruto.

'Cklek' Pintu terbuka dan Naruto masuk begitu saja dengan piyamanya.

"Berisik sekali Ryuki, kenapa lagi?" Tanyanya dengan nada bosan.

"Tidak tahu, kurasa sekarang dia cengeng dan nakal," Jawab Hinata malas.

"Jangan bilang begitu, coba biar aku saja yang menimangnya." Naruto mencoba meminta Ryuki digendongnya.

"Baiklah..." Dan kali ini Hinata dengan rela membiarkan Naruto menggendong Ryuki.

Naruto menimang Ryuki sebentar, tapi si pangeran kecil masih menangis.

"Apa dia haus?" Tanya Naruto sembari menggoyang-goyang Ryuki pelan.

"Tidak, malah kurasa dia sudah terlalu kenyang" Jawab Hinata yakin.

"Ooh...tapi kenapa kau masih terus menangis? Cengeng sekali." Naruto mencium pelan mulut mungil yang terbuka itu, menghirup aroma khas bayi yang menggemaskan.

"Oooeee...ummm...ooeekk."

"Hei? Ini Tousan diamlah..." Naruto masih berusaha membuat Ryuki diam.

Naruto mengusap lembut pipi Ryuki dengan ibu jarinya.

"Diamlah Ryuki-chan," Ucap Naruto dengan sabar, dan beberapa saat kemudian Naruto merasakan perutnya hangat, dan Ryuki berhenti menangis. Lalu dengan rasa penasaran Naruto meraba perutnya. "Payah sekali kau mengompol!" Ucap Naruto dengan wajah konyolnya.

"Mmh..hhh" Hinata menahan tawanya melihat ekspresi Naruto.

"Hinata kau mentertawaiku?"

"Mhh...tidak" Hinata menggeleng.

"Lalu apa?"

"Hahahahah.. Tidak!" Tawa Hinata yang sedari tadi tertahan kini tidak dapat ditahan lagi.

Bagi Naruto ini pertama kalinya melihat Hinata tertawa begitu lepas, sangat manis dan tidak dibuat-buat.

"Benar kau mentertawakanku Hinata, kau memang selalu senang jika aku sial!"

"Haaha...haha...sudahlah, kemarikan Ryuki, biar aku ganti celananya" Ucap Hinata meraih Ryuki dari gendongan Naruto.

"Ah..jadi kotor, kenapa tidak pakai diapers saja?" Naruto mengibas-ngibaskan tanganya diatas bajunya yang basah.

"Maaf, diapersnya habis Naruto." Hinata merebahkan Ryuki ditempat tidurnya.

"Ck memalukan sekali, kau itu Namikaze. Apa kata orang jika tau keluarga Namikaze kehabisan popok bayi?" Gerutu Naruto yang bagi Hinata itu lucu. Hinata menahan tawanya.

"Iya maaf, besok aku akan membeli sebanyak mungkin, kalau perlu pabriknya kau beli saja tuan Namikaze." Ucap Hinata mencoba bercanda. Naruto cemberut.

"Aaeehh...uuh..aaeh" Sementara Ryuki hanya senyum-senyum manis mendengar suara kedua orang tuanya.

"Kau senang Ryuki-chan?" Kata Hinata sambil mencubit pelan pipi gembil Ryuki.

"Dasar anak nakal!" Naruto mendekati Ryuki dan menggoda Ryuki, pura-pura sebal, yang malahan dibalas Ryuki dengan tertawa.

"Yasudah...aku ganti pakaian dulu, tidurlah kucing rewel." Naruto mencium pelan pipi Ryuki.

Lalu berniat keluar kamar Hinata dan mengganti pakaianya, tapi baru saja melangkahkan kakinya. Tiba-tiba.

"Aaaeek...o.. ...,umm.." Ryuki menangis lagi.

"Eh...Ryuki? Kenapa lagi?" Hinata bertanya-tanya, berusaha menenangkan Ryuki yang tiba-tiba menangis.

"Menangis lagi ya?" Naruto mendekati Ryuki dan Hinata diranjangnya. Dan Ryuki-pun terdiam.

"Eh?" Hinata dan Naruto berpandangan, seolah bertanya apa yang terjadi.

"Ryuki-chan? Kau tidak mau aku pergi dari kamarmu?" Tebak Naruto.

"Bukan itu maksudnya Naruto!" Jawab Hinata sedikit sewot, menganggap Naruto mengada-ada.

"Aku yakin."

Lalu dengan sengaja Naruto mundur beberapa langkah, memastikan bahwa Ryuki menangisi kepergian Naruto.

Dan terang saja,

"Uuuh..hik...oooeek..."

Ryuki kembali menangis dengan lantang.

"Kau lihat kan? Ryuki tidak mau aku pergi?" Ucap Naruto meyakinkan Hinata.

"Lalu?" Hinata memasang wajah tidak mengerti.

Naruto bersedekap, iris birunya memutar tanda ia sedang berfikir. Lalu seperti ada lampu menyala didalam otaknya.

"Aku akan tidur disini malam ini." Jawab Naruto singkat, melirik Hinata.

"Apa?! Tidak mau!" Ucap Hinata, pipinya langsung memerah.

"Kalau tidak mau kau yang tidur dikamarku." Jawab Naruto santai.

"Ap-apa lagi itu?! Tidak mau!"

"Lalu bagaimana? Apa aku membawa Ryuki tidur bersamaku tanpamu?"

"Jangan! Aku tidak mau jauh dari Ryuki, la-lagipula dia harus minum susu!" Rengek Hinata gagap, malah terlihat manis.

"Lalu bagaimana bagusnya?" Tanya Naruto, melipat tanganya didepan dada.

Hinata diam sejenak, meremas-remas jarinya berfikir apa yang akan dilakukanya.

Lalu memejamkan matanya sebentar, menarik nafas "Hh...baiklah, Kau boleh tidur disini, tapi sampai Ryuki tidur saja!" Jawab Hinata terpaksa.

"Baguslah, aku akan mengambil pakaian dan gulingku sebentar." Baru saja Naruto akan pergi kekamarnya "Hik...hikk...eemmm..."

Ryuki menangis lagi.

"Ryuki-chan? Kenapa kau cengeng sekali?" Keluh Hinata mengusap pipi Ryuki. Lalu menoleh ke Naruto yang ada dibelakangnya, "Kau disini saja! Biar aku yang mengambil pakaian dan gulingmu!" Ucap Hinata kesal. Lalu dengan berat hati bangkit dari duduknya.

Naruto meringis melihat mimik kesal wajah Hinata.

"Hehe..maaf merepotkanmu, kurasa memang Ryuki-chan sangat menyayangiku." Ucap Naruto dengan nada mengejek, Hinata mendelikan mata lavendernya pada Naruto dan melewatinya begitu saja.

Sesampainya dikamar Naruto, Hinata langsung membuka lemari pakaian Naruto. Memilihkan piyama pengganti yang terkena air kencing Ryuki.

Entah kenapa Hinata harus memilih, bukankah seharusnya hinata mengambil salah satunya saja? Entahlah. Namun nyatanya Hinata memilih warna lavender pudar kesukaanya untuk piyama Naruto.

Setelah memilih piyama, Hinata mengambil selimut tebal berwarna baby orange milik Naruto, dan satu guling bersarung senada dengan selimutnya.

Hinata melihat-lihat sebentar kamar Naruto. Terakhir ia masuk kamar ini kira-kira 8 bulan yang lalu, saat kandunganya masih muda, dan beberapa hari yang lalu saat menjemput Ryuki. Tapi Hinata tak memperhatikan kamar ini.

Dan yang dahulu tak ia lihat adalah sebuah foto disamping tempat tidurnya, foto Ryuki dan Naruto yang diambil Sasuke beberapa hari yang lalu, terlihat hangat dan lucu.

Dan yang membuat Hinata sedikit tak percaya adalah foto disamping foto Ryuki, foto pernikahanya dengan Naruto. Foto itu memperlihatkan Naruto yang sedang mengecup kening Hinata, dan disitu pipi Hinata tampak merah.

Padahal foto itu diambil dengan memaksa mereka, tapi hasilnya sangat hidup. Seperti keduanya sangat rela dan bahagia saat itu.

Hinata-pun kini ikut memerah pipinya mengingat saat itu, tidak pernah berfikir bahwa Naruto juga menyimpan foto itu. Malahan kini memasangnya.

Sadar terlalu lama berada dikamar sang suami, Hinata dengan cepat meninggalkan kamar Naruto.

Sesampainya dikamar Hinata sedikit gelagapan dengan Naruto yang sudah tidak mengenakan baju atasanya memperlihatkan dada bidang dan perutnya yang terlihat kokoh, dia sedang mengusap-usap pipi Ryuki.

Pipi Hinata memerah terasa panas, dadanya berdegup keras menyaksikan hal yang menurutnya terlalu seksi itu. Lalu dengan ragu melangkahkan kakinya menghampiri Naruto.

"N-N-Naru..to" Panggilnya susah payah.

Naruto mengangkat kepalanya melihat Hinata, lalu duduk.

Hinata meletakan selimut dan guling milik Naruto ditempat tidurnya. Semakin salah tingkah saat melihat dada bidang Naruto yang seksi.

"I-Ini p-pakaianmu," Ucapnya masih tergagap dan menyodorkan pakaian Naruto.

"Oh...terima kasih," Naruto menerima pakaian itu. Menyadari perubahan pada wajah Hinata.

"Kau demam Hinata?" Tanya Naruto, yang melihat Hinata mematung diujung bed.

"T-tidak!" Jawabnya sok netral, padahal dadanya sudah berdetak tak beraturan.

Naruto sudah memakai piyama pilihan dari Hinata.

"Kau mau terus berdiri disitu? Atau tidur disini?" Tanya Naruto menepuk-nepuk permukaan bed.

Hinata yang tersadar langsung salah tingkah, canggung dan malu.

"I-iya" Hinata lalu naik ketempat tidurnya disamping kanan Ryuki, dan Naruto disamping kiri Ryuki. Posisi Ryuki kini berada ditengah-tengah orang tuanya.

"Ngomong-ngomong ini piyamaku yang lama, kenapa kau mengambilnya?" Tanya Naruto yang sudah berbaring santai disamping Ryuki.

"Eh..." Hinata masih duduk canggung dengan keadaan itu, "I-ituh... kkebetulan a-aku suka warna ungu, jadi aku ambil saja." Jawab Hinata jujur, menundukan kepalanya malu.

"Oh...begitu? Ini juga piyama kesukaanku." Jawab Naruto nyengir, entah jujur atau hanya ingin membuat Hinata senang.

"Benarkah?"

Naruto mengangguk.

"Sudahlah ayo kita tidur." Ajak Naruto yang melihat Hinata tak juga merebahkan dirinya.

"Kau takut? Tenang saja aku tidak akan memakanmu. Lagipula ada Ryuki disampingmu kan?" Rayu Naruto agar Hinata tak canggung tidur denganya.

"Bu-bukan itu," Hinata ragu,

"Ayolah..." Naruto menarik paksa lengan Hinata agar berbaring disampingnya.

"Aaah!" Hinata memekik kaget.

Karena terlalu keras menarik lengan Hinata wajah Hinata condong diatas wajah Naruto, kedua pasang manik indah itu kembali bertemu, menciptakan debaran jantung keduanya terpompa lebih cepat.

Sebelum terjadi hal yang tidak Hinata inginkan, dengan cepat ia menarik dirinya.

"Maaf aku terlalu keras menarikmu." Ucap Naruto, menyadari Hinata sedikit takut.

"Tidak apa-apa." Jawabnya cepat, lalu berbaring menutupi tubuhnya dengan selimut tebal dan membelakangi Naruto dan Ryuki. Andai Naruto bisa melihat, kini wajah Hinata masih memerah. Begitupun juga dengan Naruto yang sedari tadi terus mengembangkan bibirnya.

/

Keesokan malamnya, Naruto kembali tidur dikamar Hinata. Tentu saja karena Ryuki menangis jika tidak ada Naruto didekatnya.

Untung saja hal itu hanya berlaku jika malam.

"Hinata...umm...Hinata,"

Belum juga ada satu jam, Naruto mulai berlulah dalam tidurnya, mengigau. Mengigau adalah penyakit Naruto yang benerapa minggu ini selalu datang setiap tidurnya.

Dan dada Hinata semakin berdegup kencang saat sayup-sayup telinganya mendengar suaranya disebut Naruto.

Hinata menoleh kebelakangnya, mendapati Naruto yang sedang memeluk gulingnya dengan erat sambil menyebut namanya.

Hinata salah tingkah, pipinya memerah, gugup dan sedikit ngeri menerka apa yang dimimpikan Naruto.

Lalu tubuh Naruto bergerak, beberapa kali gerakan, dan berakhir dengan tanganya mengenai tubuh kecil Ryuki. Ryuki terganggu, dan mengeluarkan suara ketidak nyamananya.

Hinata yang melihat hal itu menyakiti Ryuki, lalu memindahkan tangan Naruto pelan. Tapi berkali-kali Naruto mengulangi hal yang sama.

Hinata sedikit sebal pada Naruto, membuat Ryuki tidak nyaman dan terusik.

"Naruto...? Naruto? Bangun.!" Hinata mencoba membangunkan Naruto dan berniat menyuruhnya pindah kekamarnya, karena rencana awal memang jika Ryuki sudah tidur Naruto harus kembali kekamarnya. Tapi berkali-kali dibangunkan pemuda itu masih tidur pulas seperti bayi Ryuki, membuat Hinata merasa tidak tega membangunkanya. Dan hasilnya Hinata akan membiarkanya tidur dikamarnya sampai pagi.

Lucu, Tampan dan tenang. Hinata sedikit terpesona saat melihat wajah Naruto ketika tidur, tidak seperti biasanya, menyebalkan.

Hinata tersenyum dan seperti terhipnotis, Hinata mengangkat tanganya. Dengan perasaan campur aduk diberanikanya tangan halus dan lembut itu membelai pipi Naruto pelan.

Tersenyum manis saat mulai menyadari Naruto itu adalah pemuda yang tampan, sangat tampan.

Membandingkan dengan makhluk kecil disampingnya, mereka benar-benar mirip, walau sang putra tidak memiliki kulit dan garis dipipi seperti ayahnya. Mereka berdua sangat tampan.

Hinata semakin mengembangkan bibir tipisnya, tersenyum. Entah apa yang harus dia adukan kepada Tuhan untuk semua ini. Haruskah bersyukur atau menyesal?.

Pemuda yang sedang terlelap disampingnya itu adalah orang yang menodainya, Hinata tidak akan pernah lupa hal itu. Dan makhluk kecil disampingnya itu adalah putranya, putra yang sangat dia sayangi, putra yang lahir dari kebejatan pemuda itu.

Entahlah, haruskah dia bahagia atas semua ini? Tapi nyatanya memang Hinata kini bahagia.

Bahagia karena ada Ryuki, dan haruskah kini Hinata bersyukur karena telah dinodai Naruto?

Entahlah, pemikiran-pemikiran itu terlintas dibenak Hinata dan membuat Hinata menggelengkan kepalanya.

Menyadari perlakuanya pada Naruto, sedikit memalukan jika sampai ketahuan, Hinata menjauhkan tanganya dari pipi Naruto dan memindahkan Ryuki disamping kirinya, dan posisi Hinata kini ditengah antara Ryuki dan Naruto. Apa lagi kalau tidak untuk melindungi Ryuki dari Naruto yang tidurnya 'bar-bar'.

Meski begitu, Hinata menata dua guling sebagai pemisah antara dirinya dan Naruto. Tidak disangka, membiarkan Naruto tidur bersamanya akan merepotkan seperti ini.

/

Kini berganti Hinata yang terusik ditidurnya, bukan karena aroma citrus, juga bukan hawa hangat beraroma mint yang kini dihirupnya. Tetapi saat ia rasakan pinggangnya sedikit terbebani, seperti tertindih satu kilogram batu.

Saat manik indahnya terpaksa harus ia buka untuk melihat apa yang terjadi, tiba-tiba matanya langsung membulat, pipinya terasa panas, menyadari tangan kekar berwarna tan milik Naruto memeluk erat pinggang yang kini sedikit berisi itu, bahkan yang membuat Hinata semakin malu, adalah tanganya yang juga memeluk pinggang Naruto.

Dan Hinata seakan mati rasa saat wajahnya dan wajah Naruto sudah berhadapan, berjarak begitu dekat, sampai Hinata bisa merasakan hembusan nafas hangat Naruto.

Belum sempat memindahkan tanganya yang bertengger ditubuh Naruto, kini pemuda bermata lautan itu membuka matanya, terkejut juga pastinya dengan posisi itu.

Dan untuk yang kesekian kalinya, mata mereka bertemu, saling berpandangan dan merasakan hembusan nafas dari keduanya.

Hening seketika, hanya detak jantung keduanya yang terdengar dimalam yang sunyi itu.

Detak jantung Naruto dan Hinata berdetak tidak normal, berdetak dengan cepat.

"Eh?" Hanya itu saja suara yang mampu dihasilkan Hinata.

Sementara tatapan terkejut Naruto kini berubah melembut walau detak jantungnya masih tak beraturan.

Tanpa ada kata yang terucap, dan tanpa suara Naruto mengikuti instingnya, dengan lembut mengeratkan pelukanya. Menarik pinggang Hinata semakin merapat dipelukanya. Dan itu berjalan tanpa penolakan, sampai akhirnya Naruto dapat merasakan hangatnya Hinata.

Keduanya masih saling bertatapan, tatapan yang membuat keduanya saling menghipnotis.

Dengan detak jantung seperti tabuhan genderang perang, Naruto semakin mendekatkan wajahnya diwajah putih Hinata, nafas Naruto berhembus hangat dibibir yang berwarna peach yang terlihat indah dimata Naruto.

Dengan perasaan yang juga tidak metentu, Hinata melihat bibir Naruto semakin mendekat dengan bibirnya, ingin menolak tapi Hinata tidak mampu dan memilih memejamkan matanya.

'Cuph' kedua bibir manusia berbeda gender itu bersentuhan pelan, lalu Naruto mengecup bibir lembut Hinata. Membuat jantung keduanya seperti berhenti berdetak. Merasa pusing, gelap, namun seperti melayang diudara. Sungguh ciuman penuh perasaan itu adalah pengalaman pertama bagi keduanya, dan mereka sepertinya pingsan ditempat.

Memang ini bukan seutuhnya yang pertama bagi keduanya, tetapi saat ini keadaanya berbeda. Kali ini ciuman itu terasa sangat lembut dan manis.

Keduanya saling memberi dan menerima, tidak ada paksaan seperti saat itu.

Setelah beberapa menit bibir itu masih bersentuhan, Hinata tersadar dan mendorong pelan dada bidang Naruto dan melepaskan tangan Naruto.

"Iih! Me-menyebalkan!" Pipi chubby Hinata masih sangat merah, matanya tidak berani menatap wajah Naruto.

"Eh..maaf," Sesal Naruto.

Lalu Hinata membelakangi Naruto, "K-kau mencari... kesempatan!" Ucapnya lirih, masih malu.

"Siapa yang mencari kesempatan? Kau sendiri yang tidur disampingku, jangan salahkan aku jika aku mengira kau gulingku." Bantah Naruto, membela diri.

"Aku tadi sudah menata dua guling diantara kita! Dan kau membuangnya kan?" Balas Hinata tidak terima.

"Aku tidak membuangnya, hanya saja aku tidak tahu kenapa guling-guling itu semuanya terjatuh." Naruto menggaruk-garuk kepalanya.

"Kau yang menjatuhkanya!"

"Aku tidak tahu! Lagipula kenapa bisa kau memindahkan Ryuki? Kau ingin dekat-dekat denganku kan?" Selidik Naruto.

"Jangan seenaknya!" Hinata memukul Naruto dengan bantalnya, dan Naruto hanya menangkis sekenanya. "Kau tidur seperti kuda, tanganmu menimpa tubuh Ryuki-chan!"

"Benarkah?"

"Iya! Sekarang pergilah! Ryuki sudah tidur, kau bisa kembali kekamarmu!" Perintah Hinata jengkel.

"Baiklah baiklah..." Dengan berat hati Naruto bangun dari tidurnya dan berniat pergi kekamarnya, Namun...

"Hik...hik...eeeuukk...uuuuee..." Ryuki terbangun lagi.

Hinata memutar bola matanya bosan, "Kau boleh tidur disini," Ucap Hinata malas, menyadari Ryuki yang sepertinya hanya pura-pura tidur, terbukti jika Naruto pergi dia menangis.

"Baiklah...baiklah...Ryuki-chan" Kata Naruto, kembali ketempat tidurnya.

Hinata bangun dan mengangkat tubuh Ryuki untuk ditenangkan, "Ini jam minum susu Ryuki-chan, jadi tutup wajahmu saat aku menyusui!"

"Baiklah...silahkan, cerewet sekali" Keluh Naruto, membaringkan tubuhnya lagi dan membelakangi Hinata. Sementara Hinata menyusui Ryuki

Keduanya terdiam larut dalam pikiranya masing-masing.

Diam-diam keduanya mengingat kejadian yang baru saja terjadi, menyentuh pelan bibir mereka. Ciuman itu masih terasa menempel, Naruto tersenyum, sementara Hinata menggelengkan kepalanya cepat. Dan pipi-pipi Naruto dan Hinata kembali memerah.

/

Sudah dua hari Naruto tinggal satu kamar dengan Hinata. Hal itu karena Ryuki benar-benar mempunyai feeling yang kuat. Setiap kali Naruto beranjak meninggalkanya, Ryuki menangis. Dan bangun saat tidur jika Naruto pergi.

Bagusnya hal itu hanya berlaku jika malam saja, sedangkan siang Ryuki seperti membiarkan ayahnya pergi kuliah dan bermain dengan Sasuke. Hmm Good job Ryuki!

Pagi ini adalah hari minggu, Naruto masih meringkuk memeluk gulingnya yang kini sudah satu setel dengan sarung guling Hinata.

Sementara Hinata memandikan Ryuki dikamar mandinya, dibantu dengan babysitternya, karena untuk urusan yang satu ini Hinata belum bisa melakukanya dengan baik. Oleh karena itu, walau memutuskan untuk merawat Ryuki sendiri, Hinata dibantu babysitter untuk memandikan Ryuki.

Setelah Ryuki mandi, Hinata membawanya ketempat tidurnya disamping Naruto, memakaikan baju Ryuki. Stelan kaus berwarna orange, dan tak lupa sedikit bedak dan minyak telon sebagai penghangat.

Hinata tersenyum senang melihat hasil karyanya yang membuat Ryuki tampak semakin tampan.

"Nah...Ryuki-chan, kau sudah keren. Kau siap untuk pergi hari ini?" Ujar Hinata, mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Ryuki yang wangi.

"Oouu...ooouuh..."

Naruto yang mendengar suara dan Hinata disampingnya, membuka matanya dengan malas.

Dan yang pertama dilihatnya adalah Ryuki yang sudah rapi.

"Hei... kau sudah mandi pangeran kecil?" Dengan suara yang masih mengantuk Naruto mengulurkan tanganya, mengusap pipi Ryuki.

"Tentu saja, memangnya kau pemalas!" Sahut Hinata.

"Cerewet," Jawab Naruto sebal.

"Mandilah! Hari ini Ryuki-kun harus imunisasi. Antarkan aku kerumah sakit!"

"Tentu saja, tapi bisakah kau meminta dengan lembut?" Protes Naruto.

Hinata mengerucutkan bibirnya sebal, "Naruto, kau mau kan mengantarkanku dan Ryuki-kun imunisasi?" Ulang Hinata dengan lembut.

Naruto tersenyum iseng menatap wajah Hinata.

"Tentu saja tuan putri," Jawabnya.

"S-siapa yang tuan putri?"

"Kau! Dan aku pangeranya." Jawab Naruto, dan pipi Hinata langsung memerah.

"Kenapa pipimu jadi merah? Kau malu ya?"

"T-tidak!"

"Gagapmu kambuh."

"S-siapa yang gagap?"

"Kau, dari dulu kau memang gagap kan?"

"Jangan sok tahu!"

"Dan kau jangan sok galak. Aku dulu sering memperhatikanmu, kau kan gadis pemalu, kau juga sering mencuri-curi memandangiku kan?"

"K-kata siapa!?"

"Mengaku saja." Naruto duduk dari tidurnya, lalu mendekatkan wajahnya ketelinga Hinata, Hinata mematung. lalu Naruto membisikan sesuatu. "Kau dulu sangat pemalu dan manis, maka jadilah yang seperti dulu. Manis.'cuph'" Naruto mencium pipi Hinata dan membuat Hinata melebarkan iris uniknya.

"Aku mandi dulu." Naruto nyengir dan pergi begitu saja, sebelun Hinata sadar dan melemparnya dengan bantal lagi.

Namun setelah tersadar, Hinata malah melemas dan menjatuhkan dirinya disamping Ryuki dengan pipi yang masih merah.

"Aaaaaaa... Naruto..." Hinata menutup wajahnya dengan kedua tanganya salah tingkah sendiri.

Ryuki nyengir senang.

...

"Ryuki bobok...ooh..Ryuki bobok, kalau tidak bobok... digigit nyamuk..." Hinata duduk menghadap jendela kamarnya, bersenandung lirih menidurkan Ryuki yang baru saja diimunisasi.

Tanpa ia sadari, sepasang safir indah memandangnya sedari tadi. Dan kemudian mendekat.

"Kau sudah siap jika harus berpisah dengan Ryuki chan?" Tanya Naruto dengan nada sedikit berat.

Hinata menoleh atas kedatangan Naruto, "Kenapa kau menanyakan itu?"

"Sebentar lagi kita akan bercerai, kau tau kan?" Jawab Naruto menatap keluar dari jendela yang kini dijadikanya tumpuan sikunya.

Hinata mengangguk pelan.

"Ryuki akan tinggal disini bersamaku, kau boleh menengoknya kapan saja jika kau mau."

"Apa maksudmu! Ryuki-chan akan ikut denganku!" Jawab Hinata tak suka.

"Aku tau, dari awal Kaasan yang akan mengasuh Ryuki." Jawab Naruto, masih melempar pandanganya diluar sana.

"Aku Kaasanya! Aku yang akan merawat Ryuki!" Hinata tidak terima.

"Bukankah kau tidak mengininkanya! bahkan kau mau menggugurkanya kan!"

"Itu dulu Naruto! Aku sangat mencintai Ryuki, aku akan membawa Ryuki pulang!"

"Tidak bisa!" Naruto berbalik menghadap Hinata didepanya.

"Kenapa! kau dulu juga tidak mengakuinya kan!" Jawab Hinata tidak mau kalah.

"Sekarang berbeda! aku juga sangat mencintai Ryuki!" Jawab Naruto juga.

"Tidak boleh!"

"Walau belum lama, hidupku sudah terbiasa dengan Ryuki, aku tidak siap jika harus berpisah dengan Ryuki!"

"Kalau begitu hadapi Tousan dan Neji jika kau terus memaksa!"

"Akan kulakukan!"

"Kau tidak takut menghadapi Tousanku?"

"Bahkan jika Tousanmu menembaku, aku tetap akan merebut Ryuki!"

"Kau keras kepala! pokoknya Ryuki akan tinggal bersamaku, Ryuki itu putraku, darah dagingku!"

"Kau cerewet sekali! Ryuki juga darah dagingku!"

"Tapi aku kaasanya! aku yang berhak!" Bentak Hinata.

"Bagaimana kalau kau hamil lagi?bdan kau boleh membawanya bersamamu, Ryuki chan bersamaku!"

"Apa maksudmu!" Bentak Hinata tak mengerti.

"Maksudku?" Naruto menatap Hinata tajam, Hinata bergidik ngeri. "Ini.."

Lalu dengan cepat Naruto merebut paksa Ryuki.

"M-ma-mau apa kau!"

"Biarkan Ryuki-chan tidur diBoxnya." Naruto meletakan Ryuki yang sudah tidur diBoxnya, Hinata menatap tak mengerti.

Lalu Naruto mendekati Hinata yang masih terdiam.

"Aku mau ini..." Naruto menerkam Hinata dan dengan sedikit kasar mendorong Hinata dikasurnya, dan menindihnya.

"Tidak! jangan Naruto!, lepaskan!"

"Sebentar saja.." Naruto memaksa Hinata untuk melakukan hubungan suami istri.

"Tidak mau!" Hinata memukul-mukul dada bidang Naruto.

"Ayolah hanya sebentar Hinata,,"

"Kau gila.." Hinata berontak.

"Satu bayi lagi untukmu,"

"Uuummh...Naruto...lepaskan!" Hinata berusaha menolak, namun pada akhirnya menyerah dan melayani Naruto.

Sementara ditangga sudah ada Minato, Kushina, Hiashi dan Neji yang mengobrol, berjalan masuk kekamar Hinata, untuk menengok Ryuki.

'Kriiieeet...' Kushina membuka pintu kamar Hinata, "Ryuki-chaaa..." kalimatnya tidak selesai melihat adegan panas yang Naruto dan Hinata lakukan.

Keduanya menoleh kepintu yang terbuka.

"Tousan? Kaasan?" Naruto kaget setengah mati. Apalagi ada Hiashi dan Neji yang langsung melebarkan iris amethystnya melihat Hinata berada dibawah Naruto.

"Maaf Naruto, Hinata." Kushina dengan wajah yang memerah menutup kembali pintunya dan berujar kepada Hiashi dan Neji yang memasang wajah tegang."Ehehehe... sepertinya perceraian mereka akan ditunda sampai cucu kedua kita lahir." Kushina nyengir, menggaruk kepalanya yang tidak gatal.



Bersambung

Comments