I Love You, Because My Little Cat Chapter 4

 I Love You, Because My Little Cat Chapter 4

NaruHina


Baiklah mari kita lanjutkan ^^/ 
Harap tenang khehehehe
So happy reading~

Post by Dennis


I Love you, because my little cat

Story/Author : ©Hyugazumaki

Disclaimed : ©Masashi Kishimoto

Pairing : Naruto X Hinata

Rate : T

Warning : Typo, OOC, Abal, Cerita pasaran

I Love you, because my little cat

...

Chapter : 4/11


"Tadaima...Kaa-san, Tou-san. eh..." Naruto berhenti ketika menatap sepasang mata 'amethyst' menatap dirinya dengan aura membunuh. Sepasang mata yang tak asing bagi Naruto, karena ada pemilik mata seperti itu disekolahanya. 'Mungkinkah ini ayah Hinata' Tanyanya dalam hati.

Sementara Sasuke yang berada dibelakang Naruto tak kalah terkejut, 'Habis kau dobe' Ucapnya dalam hati.

"Jadi kau rupanya..." Hiashi menggenggam erat kepalan tanganya memandang Naruto yang masih memasang wajah terkejut, dengan sigap Hiashi menghampiri Naruto.

'Bukh!' satu pukulan diwajah Naruto, pukulanya terjadi begitu singkat sampai Naruto belum siap sama sekali sehingga tubuhnya terjatuh kebelakang.

"Naruto!"

"Naruto!"

Kushina dan Minato terkejut atas tindakan Hiashi, Kushina berlari menghampiri Naruto dan berusaha membantu Naruto berdiri, ah tapi tenaga Kushina tak sekuat itu makanya hanya bisa berteriak-teriak.

"Jangan seenaknya memukul anaku Hiashi-san!" Teriak Kushina memeluk Naruto dan menangisi anak semata wayangnya yang kini disudut bibirnya berdarah.

"Apa masalahmu paman?" Tanya Naruto yang masih terduduk meringis, memegangi pipinya yang terasa begitu perih. Walau sudah tidak muda, Naruto mengakui pukulan Hiashi sangat kuat, gigi Naruto terasa akan lepas.

"Kau jangan pura-pura bodoh!" Jawab Hiashi menunjuk wajah Naruto dengan jari telunjuknya. Dan seakan belum puas meluapkan emosinya Hiashi berniat menghajar Naruto lagi, tanganya sudah menggenggam dan siap memukul Naruto.

"Cukup Hiashi-san! Sebaiknya kita bicarakan ini baik-baik!" Suara Minato membuat Hiashi menurunkan lagi tanganya.

Sementara Sasuke yang sedari tadi menyaksikan kejadian itu masih mematung ditempatnya, tidak mau ikut campur namun tidak meninggalkan begitu saja juga tetap tidak enak, mengingat Naruto adalah sahabatnya. Sasuke berniat mendampingi Naruto.

"Bicara baik-baik? Kau pikir bisa mengembalikan Hinata putriku seperti sedia kala, anakmu sudah berani menginjak-injak harga diri kami!" Hiashi menengokan kepalanya kesamping, berbicara pada Minato dibelakangnya.

"Naruto, sebaiknya kau bicara jujur kepada kami." Ucap Minato, "Apa benar kau telah menodai Hinata Hyuuga?! dan sekarang gadis itu hamil!" Minato menatap Naruto dengan seksama, sedangkan Naruto yang kini sudah berdiri disamping Kushina malah menundukan wajahnya.

"Jawab tousan Naruto!" Minato mulai tidak sabar dan membentak Naruto yang masih diam.

'Hamil?' Ada perasaan takut dalam diri Naruto, dia takut benar-benar takut. Apa jadinya jika dia mengaku. Dan Naruto takut mengakui bahwa itu adalah anaknya, bohong Hinata tidak mungkin hamil, pernyataan seperti itu yang ada dalam kepala kuningnya.

"A-aku tidak mengenal Hinata! dan a-aku t-tidak pernah menyentuhnya!" Ucap Naruto dengan terbata-bata. Hiashi geram, mana mungkin putrinya berbohong. "Dan.. itu pastinya bukan anaku!, aku tidak menghamili siapapun! pasti putri anda tidur dengan lelaki lain!" Teriak Naruto, keringatnya mengalir dari pelipisnya.

"BAJINGAN!" Bruakh! Hiashi memukul wajah Naruto lagi, tubuh Naruto-pun kembali terhuyung, jika tidak ada Kushina, pasti Naruto akan jatuh kembali. "Kau fikir putriku wanita murahan hah?!" nafasnya terengah-engah. Sementara Kushina dan Minato hanya bisa memasang wajah terkejut.

"Cukup Hiashi-san! Bahkan kau tidak punya bukti bahwa putraku pelakunya!" Teriak Kushina membela dan memeluk putra yang telah dilahirkanya 19 tahun yang lalu. Sementara Naruto sendiri hanya diam tak mau membalas perlakuan Hiashi.

Hiashi yang berniat menghajar Naruto lagi mengurungkan niatnya, karena sadar apa yang dikatakan wanita bersurai merah itu benar. Hiashi belum punya bukti kuat bahwa Narutolah pelakunya.

Sasuke yang telah melihat kejadian sebenarnya-pun terkejut, tidak percaya Naruto akan menjadi pengecut separah itu, Sasuke tau Hinata gadis baik-baik. Dan sudah pasti janin yang sekarang Hinata kandung adalah anak dari sahabat kuningnya tersebut.

"Naruto!" Sasuke akhirnya ikut angkat bicara.

"Diam teme, jangan ikut campur!" Naruto memperingatkan Sasuke, sebelum Sasuke bicara banyak.

"Hiashi-san mohon bersabarlah, kami akan bicarakan dengan Naruto." Minato mencoba kembali menenangkan Hiashi. Kalau saja Hiashi sudah dapat bukti bahwa Naruto yang menghamili Hinata mungkin Naruto sudah dibunuhnya dari tadi.

"Lalu apa yang akan kalian perbuat jika memang benar putra kalian yang melakukanya?!" Hiashi bertanya tanpa memandang Minato yang masih diam dibelakangnya.

"Kami akan bertanggung jawab, kami akan menikahkan putra kami dengan putrimu Hiashi-san" Ucap Minato, Naruto membelalakan iris safir-nya kaget mendengar perkataan ayahnya.

"Tousan?" Naruto mencoba protes, tapi tak diindahkan Minato.

"Hn, baiklah aku pegang kata-katamu! aku menuntut pertanggung jawaban kalian atas putriku!, putriku menderita! dan kami yang menanggung malu atas kebejatan anakmu Minato!" Ucap Hiashi, dengan masih menyimpan emosinya Hiashi bergegas meninggalkan kediaman Namikaze, tanpa melirik Sasuke yang dilewatinya.

Sepeninggalan Hiashi dari hadapan keluarga Namikaze dan Sasuke Naruto juga memilih pergi kekamarnya.

"Naruto.." Kushina mencoba menahan Naruto.

"Biarkan aku beristirahat kaasan aku lelah." Dengan keadaanya yang berantakan Naruto berjalan gontai menuju kamarnya, tidak ada senyum seperti biasanya. Sedangkan Minato memilih diam, membiarkan putranya menenangkan diri.

Kushina yang menyadari masih ada Sasuke berdiri disamping guci besar itu tersenyum getir.

"Sasuke...apa kau tau sesuatu?" Tanya wanita seumuran dengan ibu Sasuke itu terlihat sendu.

"Eh... a-akuu.." Pemuda bermata onyx itu menggaruk kepala belakangnya, berharap mengurangi rasa gugup dalam dirinya.

"Duduklah Sasuke, katakan semua yang kau ketahui kepada kami." Ucap Minato yang sudah sadar ternyata ada Sasuke anak rekan bisnisnya yaitu Uchiha Fugaku.

"Baiklah." Atas permintaan Minato akhirnya Sasuke melangkah mendekati kursi diruang tamu tersebut dan duduk dengan tenang, walau kini sekarang perasaanya juga tidak tenang.

Minato dan Kushina juga menyusul pria muda berambut raven tersebut, duduk dihadapan Sasuke yang didepanya terdapat meja tamu.

"Apa benar semua tuduhan yang dilayangkan Hiashi Hyuuga kepada Naruto, Sasuke?" Ucap Minato memulai obrolan.

"Kami harap, kau berkata jujur Sasuke." Kushina menambahi, jari-jari tanganya saling menaut menyembunyikan kekhawatiranya.

Suasana hening untuk sejenak sampai bibir Sasuke bergerak berlahan, seperti melantunkan kidung kematian aura disekitarnya berubah menjadi suram. Wajah Minato dan Kushina terlihat tidak percaya mendengar semua pernyataan Sasuke. Yang memang hanya dia yang menjadi saksi atas perbuatan memalukan Naruto anak kebanggaan keluarga Namikaze. Sasuke menceritakan semuanya, apa alasan Naruto, bagaimana kejadianya bermula.

Bagai disambar petir hati Kushina sakit, dadanya sesak lelehan air suci dari kedua pelupuk matanya menunjukan betapa kecewa hatinya pada putra kesayanganya, sementara sang suami hanya bisa mengusap-usap bahu istrinya yang sedari tadi dirangkul Minato.

"Minato..." Ucap Kushina lirih.

"Sabarlah Kushina," Minato menyandarkan kepala istrinya dibahunya.

Sasuke terdiam, dengan wajah khas Uchiha-nya.

"Kita harus datang dan meminta maaf kepada keluarga Hyuuga..kepada gadis itu Minato...hiks..hiks.." Tangis Kushina.

"Aku mengerti Kushina...aku mengerti." Minato mengerti akan keadaan mereka sekarang. Dan memutuskan bahwa besok mereka akan menemui keluarga Hyuuga dikediamanya.

x0x

Naruto menutup pintu kamar mandinya, lebih tepatnya membanting dengan kasar sampai terdengar bunyi debaman yang lumayan keras.

Kepalanya terasa pusing, pipinya ngilu. Masih membekas kejadian semalam dikepala durianya.

Lalu dengan tubuh tanpa pakaian sehelaipun pria bermata sebiru langit itu membasahi dirinya dengan cara berdiri dibawah shower yang menyemburkan air hangat.

Dengan tangan kekarnya yang menjambak rambut kuningnya itu. Naruto menangis dalam guyuran air showernya, berdecih merutuki kebusukanya. Iya walau tidak terlihat airmata karena telah bercampur dengan air tapi pria berkulit tan itu sedang menangis. Menangisi nasib gadis yang dia anggap sebagai penghalang kesuksesanya, membayangkan betapa berat beban yang harus ditanggung Hinata atas perbuatanya.

Mengingat ucapan-ucapanya barusan dihadapan Hiashi dan kedua orangtuanya, betapa busuknya dia tidak mengakui perbuatanya. Betapa kejamnya dirinya malah menuduh gadis polos itu tidur dengan lelaki lain dan hamil. Namun jika harus menikahi gadis bermata lavender itu Naruto tidak siap, Naruto tidak mau impianya hancur karena harus menikah diusia muda. Lagipula Naruto tidak mencintai gadis itu.

Giginya menggeretak menahan emosi pada dirinya sendiri, memukul tembok yang kokoh dihadapanya.

Sementara gadis yang kini ditangisinya sedang meringkuk dikasur kesayanganya, piyama putih membalut tubuhnya yang lemah. Rambut indigo indahnya tergerai diatas bantal yang juga berwarna putih bermotif boneka teddy, walau sudah tidak menangis lagi tapi tatapnya terlihat kosong.

"Hinata..." Pria berambut panjang berwarna cokelat itu berjalan menghampiri Hinata, membawakan semangkuk bubur ayam yang pasti masih hangat.

Mengusap pelan rambut panjang adik sepupunya dengan rasa kasih sayang, Neji berniat menyuapi Hinata dengan bubur yang dibawanya sendiri.

"Makanlah dulu Hinata..." Ucap Neji penuh perhatian, namun tidak ada jawaban dari sang adik penyuka es krim rasa vanila itu.

"Hinata...kau harus makan, aku tidak mau kau sakit." Ucap Neji lagi.

"Aku tidak mau makam niichan, biarkan aku mati saja." Ucap Hinata lirih, Neji tersentak mendengar ucapan adiknya.

"Kau tidak boleh bicara seperti itu, kamisama akan marah jika kau menyiksa diri dan bayimu."

"AKU TIDAK MENGINGINKANYA NIICHAN!" Bentak Hinata, Neji terkejut. Tidak biasanya Hinata membentaknya, namun kali ini Neji mengerti keadaan Hinata. Neji memilih diam.

"Hinata...aku mohon, demi niisan makanlah..." Pinta Neji masih tidak menyerah membujui Hinata makan.

"Hiks... aku tidak mengininkanya niisan, aku benci dia.. .huuu.." Tangis Hinata tumpah lagi.

Neji meletakan mangkuk berisi buburnya dimeja sebelah bed Hinata, lalu mengusap air mata diwajah Hinata.

"Bangunlah Hinata..." Neji membantu Hinata untuk duduk, setelah Hinata duduk bersandar sandaran bednya Neji membingkai wajah Hinata dengan kedua tanganya mengusap airmata Hinata yang jatuh dipipi putihnya dengan kedua ibu jarinya.

"Dengarkan niisan, kau tidak boleh menyerah begitu saja, niisan yakin kau mampu melalui semua ini Hinata". Ujar Neji tersenyum lalu mencium kening Hinata penuh kasih sayang.

"Aku tidak menginginkanya niisan, aku tidak mau dia tumbuh dalam rahimku...hiks.." Hinata memegangi perutnya, seperti biasa ia mulai meremas perutnya berharap benih yang ditanam Naruto itu gugur.

"Jangan lakukan itu Hinata.." Suara lembut seorang wanita menyapa kedua pasang telinga Neji dan Hinata.

Neji memalingkan pandanganya kesamping guna melihat siapa yang datang, sedangkan Hinata yang bisa menatap langsung sosok wanita cantik dipintu kamarnya yang tidak tertutup hanya bisa bertanya-tanya tentang siapa sosok wanita cantik itu.

Wanita itu mendekati Hinata, tersenyum hangat kepada Hinata juga Neji yang masih memasang wajah heran. Neji yang juga masih belum mengenali wanita itu berdiri mempersilahkan wanita itu untuk duduk dibed Hinata.

"Terima kasih." Ucap wanita itu kepada Neji, Neji membalas dengan senyuman.

"Hinata... jangan pernah berfikir untuk menghilangkanya dari rahimu nak." Kalimat wanita itu membuat Hinata semakin tidak mengerti.

Wanita itu menyingkirkan tangan Hinata dari perut Hinata dengan perlahan, lalu menyentuhnya dengan lembut "Anak adalah hadiah dari Kamisama Hinata, kau harus merawatnya." Wanita itu terus berbicara seolah tidak mengerti perasaan Hinata yang mengandung anak hasil dari pemerkosaan, andai wanita yang dianggap Hinata cantik itu tau Hinata sangat tidak mengininkan bayi yang dikandungnya, bayi dari seorang bajingan yang ia benci.

"Bibi tau, ini sulit bagimu... tapi, bukankah dia tidak berdosa sama sekali? bukankah dia hanya makhluk kecil yang tidak berdaya dan membutuhkan kehangatan dari seorang ibu? biarkan dia hidup Hinata...bibi akan merawatmu, merawat calon cucu pertamaku."

Degh... 'Cucu?!' Hinata dan Neji membulatkan amethyst mereka, apakah wanita ini... batin mereka berdua.

"Hem... Iya, bibi adalah ibu Naruto." Kushina tersenyum hangat pada Hinata, seakan tau apa yang ada dalam benak Hinata, Kushina menjawab pertanyaan yang ada dikepala Hinata.

"Ba-bagaimana..." Suara Hinata tercekat.

"Hinata... kami sudah bicara pada tousanmu, kami sepakat akan menikahkanmu dengan Naruto." Kushina masih tersenyum tulus, mengamati calon menantunya yang manis. Dalam hati Kushina bahagia, ia akan memiliki menantu secantik Hinata.

Tapi tidak bagi Hinata, ini tidak benar ini tidak boleh terjadi, bagaimana mungkin dia menikah dengan pria yang tidak dicintainya. Yang paling penting adalah dia harus menikah dengan pria yang menghancurkan hidupnya. Dadanya semakin sesak, menahan setengah mati air mata yang kini sudah siap menetes.

"Hinata kumohon jangan menangis..." Kushina merengkuh tubuh ringkih Hinata, mengusap-usap rambut halus Hinata. Sementara Hinata tak sanggup lagi menahan air mata yang sedari tadi ia tahan mati-matian.

"Hinata... bibi sangat mengerti perasaanmu. Maafkan kami, maafkan Naruto.." Kushina-pun akhirnya menangis memeluk Hinata, merasa iba. Dan juga merasa sangat bersalah atas perbuatan Naruto.

Dalam hati Hinata sedikit tenang atas perlakuan Kushina, lembut, seperti pelukan ibunya semasa hidup. Wangi harum ibu bersurai merah panjang itu sedikit menenangkan Hinata.

"Maafkan putra kami Naruto, Hinata..., maafkan Naruto." Kushina masih menangis memeluk Hinata, sementara Hinata tidak tahu harus menjawab apa.

"Ehem." Suara baritone membuat Kushina melepaskan pelukanya dan beralih melihat suapa yang datang.

Hiashi dan Minato sudah berdiri didepan pintu kamar Hinata.

"Jadi ini calon menantuku Hiashi-san?" Ucap Minato dengan senyum khasnya, "Cantik dan manis." Lanjutnya.

Sementara Hiashi hanya diam melihat kedua calon besanya, yang malah terlihat senang kepada Hinata.

Minato mendekati Hinta, Neji yang sedari tadi masih cengo tersadar dan mengambil kursi rias Hinata, mempersilahkan Minato duduk disamping ranjang Hinata.

Hinata menundukan kepalanya, melihat Minato seperti melihat Naruto.

"Hinata-chan.. maaf sebelumnya, kehadiran kami mungkin malah semakin membuat hatimu sakit." Ucap Minato. "Jujur hanya ini yang mampu kami lakukan untuk bertanggung jawab atas perbuatan Naruto".

"Ta-tapi...tousan?" Hinata menatap ayahnya, dengan tatapan memelas.

"Hinata, maafkan tousan tapi ini hanya jalan untuk membuat nama keluarga kita tidak tercoreng. Tidak mungkin kau akan melahirkan tanpa suami" Ucap Hiashi, masih bersedekap dan dengan tatapan tidak ramah.

"Tapi tousan... aku tidak mau mengandung anak ini! aku tidak mau menikah dengan Naruto! kenapa tousan tidak menggugurkan saja bayi ini!" Teriak Hinata.

"Cukup Hinata! Hyuuga tidak pernah membunuh nyawa orang!" Bentak Hiashi membuat Hinata bungkam.

"Lagi pula ini hanya sementara! kau boleh bercerai dengan Naruto jika bayimu sudah lahir dan berumur 3-5 bulan!" Ucap Hiashi.

"Hinata... percayalah, kami lakukan semua yang terbaik untukmu juga untuk Naruto." Ucap Kushina lagi.

Hinata menggigit bibir bawahnya, kedua pundaknya sedikit berguncang menahan tangis. Seperti biasanya, ia tak sanggup melawan keinginan Ayahnya.

"Lalu bagaimana dengan Naruto?" Tanya Hiashi kepada kedua calon besanya.

"Naruto, biar kami yang urus Hiashi-san" Jawab Minato dengan yakin.

x0x

"Apa?! Menikah?!" Ucap pemuda blonde yang kini wajahnya beruram durja, dihadapan kedua orang tuanya.

"Terserah kau saja, kau menikahi Hinata atau memilih dikurung dalam penjara!" Pernyataan ayah bersurai sama seperti pemuda itu membuat sang pemuda nampak bingung.

"A-aku tidak mau dikurung tousan." Ucap sang pemuda yang enggan duduk itu.

"Naruto... Kaasan sudah bertemu Hinata, dia cantik. Apa kau tidak tertarik kepadanya?" Tanya Kushina sedikit menggoda anaknya. "Hm..jujur saja kaasan sedikit bersyukur bahwa Hinata yang akan jadi istrimu, walau cara kalian dipersatukan yang membuat kaasan kecewa". Lanjut Kushina.

"Aku tidak tertarik padanya kaasan, dia itu sangat menyebalkan!" Ujar Naruto sambil bersedekap dan memalingkan wajahnya melihat langit biru dari jendelanya.

"Tapi kau harus tetap bertanggung jawab atas perbuatanmu." Ucap Minato, "Tousan tidak mau tahu, minggu depan kau akan menikah dengan Hinata!" Lanjut Minato, membuat Naruto membelalakan iris safirnya.

"Ke-kenapa secepat itu?, bagaimana dengan sekolahku?" Naruto mencoba protes.

"Tousan sudah mengurus semuanya, kau tetap bersekolah. Hinata belajar dirumah, dia akan tinggal bersama kita setelah kalian menikah!" Jelas Minato, masih duduk dikursi kerjanya, sementara Kushina yang berdiri disamping suaminya tersenyum melihat tingkah kaget Naruto. 'Anaku akan menjadi seorang ayah' ucapnya dalam hati.

"Baiklah, terserah tousan saja. Yang jelas aku tidak mau membusuk dipenjara seperti yang Sasuke teme katakan. Dan satu lagi, aku tidak mau sekamar dengan Hinata." Ucap Naruto.

Minato dan Kushina hanya tersenyum simpul mendengarkan persyaratan dari Naruto.

x0x

Hari yang menegangkan itu telah tiba, hari ini Hinata akan menikah dengan Naruto pria yang memperkosanya tempo hari.

Dengan balutan shiromuku berwarna putih bermotif bunga sakura dan rambut indigo yang tergelung rapi, Hinata nampak cantik dan anggun. Bibir berwarna peach itu juga memberi aksen segar pada wajah Hinata.

Naruto juga tak kalah mempesona, dengan stelan baju pengantin berwarna putih ia tampil segar, mata birunya menawan walau wajahnya tak terlihat bahagia. Namun pria bermata safir itu sejenak tertegun melihat pengantin wanitanya tampak berbeda. Diam-diam mencuri pandang saat Hinata dibawa ayahnya untuk disandingkan dengan Naruto.

Pernikahan itu dibuat sangat sederhana, hanya dihadiri kedua keluarga terdekat masing-masing. Mengingat bahwa pernikahan ini terjadi karena kecelakaan. Walaupun begitu, Sasuke dan Sakura yang notabene adalah teman sekolah mereka-pun boleh turut hadir menemani mereka.

Satu jam sudah berlalu, setelah melalui beberapa proses yang cukup menyusahkan bagi pasangan muda tersebut akhirnya Naruto dan Hinata kini telah resmi menjadi pasangan suami istri.

Senyum lebar terlukis diwajah Minato dan Kushina, entah mengapa mereka merasa sangat bahagia atas pernikahan Naruto dan Hinata. Sementara Hiashi dan Neji memasang wajah yang biasa saja.

Saat ini adalah prosesi terakhir yaitu foto keluarga bersama kedua mempelai. Setelah sesi keluarga selesai kemudian giliran foto pengantin berdua saja. Dimana salah satu pengambilan fotonya mengharuskan Naruto mencium kening Hinata.

"Aku tidak mau! jangan memaksaku paman." Ucap Naruto pada photographer yang mengarahkan gaya untuk Naruto dan Hinata.

"Aku juga tidak sudi!" Ucap Hinata sebal.

"Naruto, Hinata... ayolah" Pinta Kushina dengan tatapan membunuh, membuat Naruto bergidik ngeri, jangan sampai ibunya yang terkenal galak itu mengamuk disini. Sedangkan minato sweetdrop melihat kelakuan istri dan anaknya.

"Baiklah..." Naruto memilih mengalah dan kini dia dan Hinata sudah berhadapan. Lalu meraih kedua pundak Hinata untuk mendekat dan 'Cuph' sebuah ciuman didaratkan dikening Hinata.

Wajah Hinata memerah, jantungnya berdegup dengan keras. Bibir Naruto terasa lembut menyentuh keningnya, selain itu Hinata juga mendengar degup jantung Naruto yang keras. 'Dia juga gugup' pikir Hinata.

'Klik' Suara foto yang telah diambil membuyarkan lamunan kedua pengantin muda itu, dengan cepat Naruto melepaskan ciumanya.

"Wah benar-benar bagus jadinya, memang bagus kalau yang menjadi objek adalah pasangan serasi" Ucap sang photographer yang tidak diketahui namanya itu.

"Ahahahaha... kau benar mereka sangatlah serasi, bukankah begitu Minato?" Ujar Kushina, Minato hanya tersenyum mengiyakan. Sementara Naruto dan Hinata saling pandang, dan ketika pandangan mereka bertemu keduanya memiringkan bibir saling mrncibir lewat gerakan bibir yang aneh.

Setelah berfoto-foto dan makan bersama, acarapun selesai. Seperti kesepakatan sebelumnya, Hinata akan tinggal dikediaman Namikaze. Tentu saja kini gadis penyuka warna ungu itu telah resmi menyandang nama Namikaze, selain itu juga karena ada Kushina yang sudah berpengalaman dalam mengurus kehamilan dan persiapan kelahiran putra Naruto nantinya.

Didalam mobil mewah berwarna merah metalic yang melaju ditengah keramaian kota Konohaitu terdapat sepasang pengantin bersurai indigo dan blonde yang baru saja melangsungkan pernikahan, mereka saling diam, duduk tenang berdampingan dikursi penumpang. Tak berminat memulai suatu percakapan, hanya aroma parfum bvlgari omnia amethyste daritubuh Hinatayang mendominasi wangi ruang mobil yang tak luas tersebut, membuat Naruto sesekali melirik Hinata yang memalingkan wajahnya kekiri memandangi jalan dari kaca mobil.

Naruto memegangi kedua pelipisnya yang tidak pusing sama sekali, mencoba mengurangi rasa tegang diantara mereka.

"Nantinya kau akan tidur sendiri, jangan berharap kita tidur bersama." Ucap Naruto secara tiba-tiba, membuat Hinata juga meliriknya sedikit lalu memandang jalanan kembali.

"..." Hinata diam.

"Hei...kau dengar tidak?" Naruto menatap Hinata dengan sebal, sedari tadi Hinata tak menjawab.

"Kau itu tuli ya Hinata?!" Ucap Naruto lagi, membuat Hinata mendengus dan kembali melirik pria disampingnya dengan ekspresi malas.

"Kau bertanya padaku?" Jawab Hinata sekenanya.

"Tentu saja siapa lagi?" Naruto sewot.

"Kukira kau bicara pada drivermu," Jawab Hinata berusaha santai, lalu kembali menatap keluar mobil, jujur saja Hinata tak sanggup menatap safir milik Naruto lebih lama.

"Tch!" Naruto berdecih kesal, lalu memalingkan pandanganya kekanan seperti yang dilakukan Hinata.

"Aku juga tidak sudi tidur dengan sampah!" Ucap Hinata sarkatis,

"Apa kau bilang? ha?!" Naruto memasang wajah tidak suka dengan istilah yang dipakai Hinata, "Awas saja jika kau berani macam-macam dirumahku!" Ancam Naruto.

"Memangnya kenapa? kaasanmu sendiri yang berjanji akan melindungiku darimu, aku tidak takut padamu Naruto!" Lanjut Hinata.

Naruto kembali berdecih mendengar pernyataan Hinata, lalu membanting dirinya sendiri dikursi mobil, lalu menggigit ujung jari telunjuknya untuk menenangkan dirinya.

Tiga puluh menit telah berlalu, kini mobil mewah yang ditumpangi Hinata dan suami 'terpaksanya' telah memasuki halaman luas milik keluarga Namikaze, lalu mobil mewah berwarna hitam yang berisi Kushina dan Minato juga menyusul, diikuti beberapa mobil mewah lainya yang ditumpangi oleh pengawal-pengawal keluarga Minato.

Setelah semuanya turun dari mobil dan berjalan menuju dalam rumah beberapa maid malah sibuk membicarakan Hinata.

"Hei kalian, apa yang kalian lihat?" Tegur Kushina yang merasa tidak suka menantu kesayanganya dibicarakan.

"Ti-tidak nyonya..maaf" Ucap maid tetsebut.

"Aku permisi kekamar dulu kaasan, tousan" Naruto menyela, dan pamit pergi kekamarnya.

"Antar nona Hinata kekamarnya." Perintah Kushina selanjutnya, tidak memperdulikan Naruto yang telah menghilang dari hadapan mereka.

"Baik nyoya" Jawab kedua maid tersebut, "Mari ikuti kami nona Hinata, akan kami tunjukan kamar anda." Maid itu mengajak Hinata menuju kamarnya.

"Beristirahatlah dulu Hinata, nanti malam kita makan malam bersama." Ucap Kushina lagi.

"Baik, terima kasih banyak paman, bibi." Ucap Hinata canggung.

"Eeiii...panggil kami kaasan dan tousan ya? bukankah kau sekarang juga anak kami nona Namikaze?" Jawab Kushina tampak senang.

"Ba-baiklah kaasan, tousan.." Hinata tersenyum manis, "Kalau begitu saya permisi dulu" Ucap Hinata, dijawab dengan anggukan Kushina.

Hinata memasuki kamar barunya dikediaman Namikaze, saat pertama kali masuk yang tercium adalah aroma wangi dari pengharum ruangan. Manik amethyst itu mengamati kamar yang akan ditinggalinya kira-kira satu tahun lebih, itupun kalau dia kerasan.

Hinata merebahkan tubuh lelahnya dibed besar itu, tidak peduli baju pengantinya masih melekat, matanya masih senang melihat-lihat interior kamarnya ini, tidak sadar Hinata yang lelah kini telah tertidur.



Bersambung

Comments