I Love You, Because My Little Cat Chapter 8
I Love You, Because My Little Cat Chapter 8
Lanjutannya akan keluar 2 jam lagi
hehehehe jangan berpikiran negatif^^
Happy Reading~
Post by Dennis
I Love You, Because my Little Cat
Story by : Hyugazumaki
Disclaimner : Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : OOC, Alur cepat, Ide pasaran.
...
I Love You, Because My Little Cat
Chapter : 8/11
"A-apa?!", Ucap Hinata agak kaku, dan menunjukan wajah sebal.
"Tidak," Memalingkan wajahnya dan bersedekap, tak kalah sebal.
"Jangan coba-coba menculik Ryuki lagi dariku makhluk kuning menyebalkan!" Bentak Hinata dengan mendekap Ryuki, tak mau Ryuki disentuh Naruto lagi.
"Kau ini kenapa Hinata? Aku kan hanya ingin menimangnya, apa salahnya?"
"..." Diam dan tidak merespon, malah berbalik meninggalkan Naruto yang masih cengo.
"Hei..tunggu! aku belum selesai!" Ucap Naruto, namun Hinata pura-pura tidak dengar.
"Wanita aneh, kukira dulu kau sangat pendiam dan manis." Ucap Naruto pelan hampir tidak terdengar Hinata.
Dan sebelum Hinata masuk kedalam rumah seseorang menghentikan langkahnya dan memanggilnya.
"Hinata!" Teriaknya dari dalam rumah, keduanya menoleh kesumber suara.
Setelah beberapa detik munculah gadis bersurai merah muda panjang dengan cengiranya yang ceria. Menghampiri Hinata dengan berlari kecil.
"Sakura", Hinata tersenyum pada sahabat baiknya yang beberapa bulan ini tidak ia temui lagi, karena Sakura kini sudah menjadi mahasiswa di Sunagakure. Ditanganya membawa sebuah bungkusan entah apa itu.
"Aaaah...aku sangat merindukanmu Hinata, maaf baru mengunjungimu," Sakura memeluk Hinata menumpahkan rasa rindu yang hampir tiga bulan itu, dan hampir lupa bahwa Hinata kini sedang menggendong bayinya.
"Ini pasti putramu yang kau ceritakan itu kan?, tampan sekali, aku ingin menggendongnya..." Rengek Sakura.
"Tentu saja tampan, dan untuk sekarang kau tidak boleh menggendongnya, badanya masih terlalu lemah," Jawab Hinata, dibalas Sakura dengan memajukan bibirnya kecewa.
"Baiklah... tapi beberapa bulan lagi aku akan menggendongnya" Jawab Sakura, "Oh ya namanya siapa Hinata?"
"Huum, boleh saja" Jawab Hinata, "Uhm dan namanya Lord Ryuki Namikaze," Jawab Hinata tersenyum manis.
"Nama yang keren...siapa yang memberikan nama itu?" Tanya Sakura penasaran, jari lentiknya ia main-mainkan dihidung Ryuki. Yang direspon Ryuki dengan menggeliat geli, Sakura tampak sangat menyukai tingkah lucu Ryuki.
"Tentu saja Minato tousan dan Kushina kaasan," Jawab Hinata lagi.
Naruto yang masih berdiri ditaman berniat masuk rumah, tentu saja harus melewati dua orang wanita yang sibuk mengobrol dan bercanda itu, tidak enak canggung. Apalagi dia belum mengenal Sakura dengan akrab.
Terpaksa Naruto memutuskan untuk mengganggu dan mendekati dua sahabat yang sedang temu kangen itu.
"Eh Sakura-chan?" Sapa Naruto, basa-basi.
'Sakura-chan?' Wajah Hinata sedikit berubah mendengar Naruto memanggil Sakura dengan suffix chan. Berbisik pada dirinya sendiri, Naruto tidak pernah memanggilnya dengan sebutan itu. Sebal! eh? kenapa harus sebal?
"Halo Naruto? selamat siang," Ucap Sakura ramah, "Maaf aku masuk begitu saja kedalam rumahmu, aku sudah mencoba menelphone, tapi Hinata tidak menjawab, dan penjagamu mengijinkan aku masuk," Ucap Sakura merasa tidak enak karena seakan dia masuk rumah itu sembarangan.
"Oohh... tidak masalah, lagi pula kau kan teman Hinata," Jawab Naruto dengan cengiran rubahnya. "Baiklah kalau begitu silahkan lanjutkan mengobrolnya, aku harus masuk, heheh...".
"Terima kasih Naruto.." Ucap Sakura ramah, lalu Naruto meninggalkan mereka berdua.
"Sakura... sebaiknya kita juga masuk kamar, aku harus menyusui Ryuki-chan" Ajak Hinata.
"Baiklah, setelah itu aku boleh mengangkatnya kan?"
"Iya boleh Sakura-chan.."
.
.
.
Setelah menutup pintu kamarnya, Hinata duduk ditepian tempat tidurnya dan bersiap menyusui Ryuki, diikuti Sakura yang langsung naik kebed besar milik Hinata dan tengkurap menyamankan dirinya. Setelah sebelumnya meletakan bungkusan yang ternyata berisi baju bayi dan perlengkapan lain yang ia beli dari Sunagakure disampingnya.
"Hinata? kulihat kau tadi bersama Naruto ditaman?" Tanyanya antusias, "apa kalian sudah baikan?"
"Maksudmu baikan?, aku tadi hanya mengambil Ryuki darinya."
"Iyaa.. maksudku sudah memaafkan Naruto, aku lihat kalian merawat Ryuki berdua?"
"Tidak, dia berusaha menculik Ryuki." Kata Hinata yang sudah menyusui Ryuki.
"Ha?! buat apa hal macam itu?, kau bercanda, lagipula bukankah kalian tinggal bersama sudah cukup lama?, kenapa harus diculik" Tanya Sakura lagi, lebih antusias
"Tidak tahu, dia mencoba menggendong Ryuki bersamanya,"
"Memangnya kenapa? dia juga orang tuanya? bukankah itu bagus, artinya dia sudah menerima Ryuki,"
"Itu dia, kenapa sewaktu masih didalam kandungan dia tidak mau mengakuinya, bahkan saat aku melahirkan dia tidak datang, dan sekarang tiba-tiba ingin dekat dengan Ryuki, menyebalkan!" Cerita Hinata pada Sakura,
"Hhh... kenapa tidak ambil positifnya saja?"
"Apanya yang positif Sakura?" Hinata semakin tidak mengerti, "Bahkan selama aku tinggal dirumah ini, Naruto selalu menggangguku, membuatku setiap hari marah dan sebal padanya, kau tau dia selalu memanggilku gendut, kau tau dia manja sekali, kau tau..kau tau.." Panjang lebar Hinata bercerita soal Naruto kepada Sakura, sementara Sakura hanya senyum-senyum mendengarnya.
"Pokoknya Naruto itu menyebalkan!" Lanjut Hinata memajukan bibirnya sebal mengingat Naruto.
"Aaaa...emm.." Emerald Sakura mengerling menggoda Hinata, bibirnya tersenyum tipis.
"Ke-kenapa menatapku seperti itu Sakura?" Gugup menerima pandangan aneh dari Sakura.
"Kau tau? cinta itu datang karena terbiasa, maksudku kau terbiasa bertemu denganya dan mungkin saja Naruto mulai menyukaimu ,dan kau juga menyukainya." Ucap Sakura yakin.
"Ah! pernyataan macam apa itu Sakura? tidak mungkin aku jatuh cinta pada pria yang sudah menghancurkan masa depanku?"
"Hei dengarlah.." Sakura mendudukan dirinya disamping Hinata. "Tuhan punya rencana untuk dirimu , yakinlah..Tuhan pasti menyiapkan sesuatu yang lebih indah dan membahagiakan dari pada sesuatu yang kau sebut masa depan indah itu, dan jika kau iklhas menerima semua ini, kau akan mengerti, bahwa...masa depanmu adalah Ryuki." Ucap Sakura mencoba menyemangati Hinata.
"Aku melihatmu bahagia saat ini, bersama Ryuki dan Naruto yang menyebalkan seperti yang kau katakan itu?" Kata Sakura, "Dan kurasa walau begitu, kau tidak pernah menangis lagi kan?" Tanya Sakura, dan Hinata sedikit membulatkan matanya seakan baru menyadari sesuatu.
"Benar kan Hinata? kau tidak pernah bersedih lagi? walau tinggal bersama Naruto yang menyebalkan? tapi hatimu bahagia ?" Ucap Sakura seperti peramal yang tahu bagaimana perasaan Hinata, walau tak dipungkiri semua yang dikatakan Sakura benar adanya.
Masih terbengong dengan semua ucapan Sakura, Hinata membenarkan semuanya dalam hati, heran darimana Sakura belajar menyelami hati seseorang. Memang selama ini ia tidak pernah akur dengan Naruto, tetapi semua yang dilakukan Naruto itu tidak pernah membuatnya menangis lagi. Walaupun semuanya begitu menyebalkan, tapi itu terasa... Hinata tidak dapat mendeskripsikanya. Pokoknya semua yang dikatakan Sakura benar, dan kebencian besar untuk Naruto dulu itu kini hanyalah tersisa kebencian kecil yang biasa ia sebut 'menyebalkan'
"Hei? kenapa diam? lihat Ryuki-kun sudah tidur." Ucap Sakura membuyarkan lamunan Hinata.
" ..tidak," Tergagap dan tersenyum pada Sakura, lalu dengan perlakuan selembut mungkin, Hinata membaringkan Ryuki dikasurnya yang empuk.
"Jadi bagaimana? apa benar kau masih membenci Naruto?" Lanjut Sakura lagi.
"A-aku aku tidak tahu Sakura-chan ..." Hinata menundukan kepalanya, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada hatinya, perasaanya terhadap Naruto.
"Apa tidak adakah perasaan yang ehem?" Goda Sakura lagi, yang langsung sukses membuat pipi Hinata memerah.
"Tidak akan! bahkan aku sangat membencinya," Masih berusaha mengelak,
"Benarkah? kau tau benci dan cinta itu beda tipis?"
"Tidak! tidak tau dan tidak mungkin!"
"Hinata? kau menyadari tidak kalau Ryuki-kun itu sangat mirip Naruto?, lihat matanya sangat indah, rambutnya juga kuning?"
"Memang, lalu kenapa?"
"Hahaha...tidak, kalau dilihat-lihat Naruto itu juga tampan,"
"Memang, eh kenapa kau jadi membicarakan si kuning itu?, kau naksir?" Tanya Hinata dengan nada mengejek,
"Kalau iya memang kenapa?, dan siapa yang sedari tadi membicarakan Naruto? bukanya kau sendiri?"
"Ti-tidak apa2" Hinata tersentak, tergagap, walau tidak terlalu mencolok. "Dan tadi hanya menceritakan betapa menyebalkanya dia,"
"Benarkah? kau tidak apa-apa?" Selidik Sakura menaikan sebelah alisnya, membuat Hinata semakin tergagap.
"Be-benar, la-lagipula...apa ma-masalahnya buatku?"
"Hahaha... kau kenapa jadi gugup begitu? aku hanya bercanda
"Ah tidak, tidak apa-apa kalu Sakura mau dengan Naruto."
"Dan menjadi ibu tiri untuk Ryuki-kun? haha?" "Tidak-tidak... seharusnya memang kau saja dan Naruto yg menjadi orang tuanya? kurasa Naruto sebenarnya baik, kalian cocok" Sakura nyengir menggoda Hinata.
"Aahh Sakura..."
"Hihi kenapa malu begitu?"
.
.
.
Satu minggu kemudian, Naruto menghabiskan harinya seperti hari-hari minggu biasa, Naruto menghabiskan hari liburnya dengan bermain playstation dengan Sasuke dikamarnya.
"Yes! Kali ini kau kalah Dobe!" Lirik manik obsidian milik Sasuke ke pemuda berambut blonde disampingnya yang tengah memajukan bibirnya.
"Aahh menyebalkan sekali!" Gerutu Naruto menyesali kekalahanya bermain game PES,"Baiklah kau ambil saja mana yang kau suka", Melemparkan satu tas kecil berisi berbagai macam miniatur pemain sepak bola dunia dipangkuan Sasuke.
"Tch! apa in? aku tidak mau rongsokan ini!" Sasuke membuangnya dipangkuan Naruto lagi.
"Lalu apa maumu? dasar Teme?"
"Kembalikan patungku yang kemarin saja"
"Tidak mau!"
"Kau bilang jika aku menang bisa memlilih koleksimu yang mana saja?!"
"Tapi jangan yang itu!"
"Aku ingin yang itu...ayolah Dobe!"
"Tidak!"
"Oooeeek...oooeeekkk..."
"Ssst...diamlah Teme" Meletakan telunjuk kanan dibibirnya memberikan kode agar Sasuke diam dan ikut mendengarkan suara tangisan Ryuki.
"Ha? " Sasuke mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Kau tau? itu suara bayi Hinata." Kata Naruto, "Kau belum pernah melihatnya kan?"
"Belum!"
"Kau mau melihatnya tidak? banyak yang mengatakan wajahnya tampan sepertiku" Ucap Naruto bangga.
"Oh ya? boleh saja!"
"Baiklah... aku tau kalau sekarang ini jam Hinata mandi, sebentar lagi pasti meninggalkan bayinya sendirian ditempat tidur, dan saat itu aku akan membawa bayinya kemari" Kata Naruto bersemangat.
"Bodoh! kau bahkan hafal jadwal Hinata mandi? kau mengintipnya? dan Kau mau menculik bayinya?"
"Enak saja! buat apa aku melakukan hal menjijikan seperti itu?"
"Bahkan kau melakukan hal yang lebih menjijikan daripada mengintipnya?"
"Sudahlah...jangan mengingatkanku hal memalukan seperti itu," Naruto memonyongkan bibirnya sebal. "Hinata melarangku dekat-dekat dengan bayinya,"
"Itu karena kau terlalu terlihat bodoh, mungkin Hinata tidak mau bayinya dekat-dekat dengan orang bodoh"
"Jangan bilang begitu! dasar Teme!"
"Hn" Malas menanggapi Naruto, memilih merestart game yang sudah selesai itu.
"Sudah diamlah, aku akan mengambilnya sekarang." Ucap Naruto pada Sasuke, lalu berdiri dan berjalan kekamar Hinata meninggalkan Sasuke sendirian didepan monitor besarnya yang masih menyisakan gambar game PES.
Setelah berada didepan kamar Hinata, Naruto dengan gerakan sepelan mungkin membuka pintu kamar Hinata yang jarang dikunci, dan benar saja kini dengan mudah Naruto masuk dan mengendap-endap kekamar yang lumayan luas itu. Mendengar suara gebyuran air dan senandung lirih dari dalam kamar mandi, sudah dipastikan Hinata mandi seperti dugaan Naruto.
Pelan-pelan mendekati box bayi yang berada disamping tempat tidur Hinata, dan tersenyum lebar ketika dilihatnya Ryuki sedang terjaga sendirian, bergerak-gerak selayaknya bayi sambil memasukan jempol kanan imutnya kedalam mulut mungilnya.
"Hei...rubah kecil, selamat siang? lama sekali tidak bertemu denganmu? kau terlihat lebih besar?" Sapa Naruto pada Ryuki yang hari itu memakai stelan singlet dan celana biru langit,
"Ayo ikut denganku sebentar, ada yang ingin berkenalan denganmu, " Lalu dengan pelan-pelan Naruto mengangkat tubuh Ryuki dan menimangnya sebentar.
"Ayo jagoan kecil, kita berkenalan dengan paman Sasuke, si pantat ayam yang tingkat ketampananya nomor dua setelahku..hehe...jangan menangis ya, nanti aku bisa dimarahi kaasanmu yang seksi itu," Kata Naruto pada Ryuki, disambut dengan tawa lebar tanpa suara Ryuki, karena mendengar suara Naruto saja sudah membuat hati Ryuki senang.
Setelah berhasil membawa Ryuki dari kamar Hinata Naruto membawa Ryuki kekamarnya.
"Sasuke Teme?!" Mengagetkan Sasuke yang ternyata tidak jadi bermain PS lagi, malahan sedang memilah-milah mainan ditas kecil Naruto yang dibuangnya tadi.
"Hei! ini dia bayi Hinata, lihatlah.." Kata Naruto yang membawa Ryuki beserta selimutnya, duduk disamping Sasuke dengan Ryuki digendonganya.
Iris Onyx pemuda bermarga Uchiha itu menatap Ryuki, tersenyum tipis dan melirik Naruto sebentar.
"Hn? dia lebih tampan darimu bodoh!" Komentar yang tidak diharapkan Naruto.
"Hee!" Naruto kaget dengan wajah konyolnya, "Bicara apa kau? jelas-jelas dia tampan sepertiku! kau tidak lihat mata dan rambutnya itu sama sepertiku?"
"Hahahah... baiklah terserah kau saja, memang kuakui perpaduan antara Hinata dan kau, hasilnya tidak buruk."
"Tentu saja,"
"Kalau begitu buatlah satu lagi teman bermain untuk putramu itu," Ucap Sasuke asal.
"Tentu saja," Tidak sadar kalimatnya barusan, "Hee! apa yang kau katakan!?" Kembali memasang wajah terkejut dan konyolnya.
"Hahahaha... cukup tau saja," Sasuke memasang wajah sinisnya.
"Jauhkan otak mesumu itu Sasuke, jangan sampai Ryuki-kun mengikutimu."
"Kau yang mesum Dobe."
"Sudahlah, aku tidak mau meladenimu!, lebih baik fotokan aku dengan Ryuki, mau aku bagikan dipath dan blogku." Ucap Naruto, merogoh ponsel dari saku celananya dan memberikan ponsel pintar itu kepada Sasuke.
"Hh... merepotkan!" Mendengus malas walau akhirnya menerima dengan berat hati permintaan sahabat Dobenya.
"Ayo senyum Ryuki-chan," Naruto mensejajarkan wajah Ryuki dengan wajahnya, dan seperti mengerti kata-kata Naruto, Ryuki senyum lebar tampak senang.
'Ckraap' Satu foto berhasil dicapture Sasuke,
"Mana hasilnya?"
"..." Menunjukan foto hasil jepretanya,
Naruto tampak senang, "Wah keren... sekali, lagi Teme," Perintahnya lagi.
Menatap Naruto dengan tatapan membunuh.
"Hehe... sekali lagi Teme ayolah..." Bujuk Naruto, dan lagi-lagi Sahabat Uchihanya itu tidak bisa menolak. Dan memposisikan kamera ponsel itu untuk memotret Naruto lagi.
'Ckrap'
"Sudah,"
"Bagus tidak hasilnya?" Sambil melihat hasil fotonya "Ah tapi ada yang kurang? umm... apa yaa?" Manik safirnya memutar keatas bertanda sedang berfikir. "Aha! aku tau!" Ucap Naruto mengingat sesuatu,
"Apa lagi?" Tanggap Sasuke malas.
"Gendong Ryuki sebentar," Menyerahkan Ryuki ditangan Sasuke begitu saja.
"Aku tidak bisa Dobe"
"Sebentar saja, hanya kekamar Hinata."
"..." Sasuke Pasrah menerima Ryuki digendonganya, dan Naruto pergi begitu saja dari kamarnya, entah kemana.
"Kau tau tousanmu itu sangat menyebalkan, kuharap kau tidak sepertinya makhluk kecil." Ucap Sasuke pada Ryuki yang tenang digendonganya, sepertinya pemuda Uchiha yang dingin itu berbakat juga menjadi pengasuh bayi.
Tak lama setelah itu Naruto kembali dengan berlari-lari kecil menghampiri Sasuke.
"Haaah... untung Hinata belum selesai mandi," Datang dengan nafas yang sedikit tersengal.
"Dari mana?" Tanya Sasuke sinis.
"Mengambil benda ini," Tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya, dan menunjukan benda berbentuk pensil ditanganya.
"Apa itu?" Tanya Sasuke tidak mengerti.
"Uhm... ini namanya..." Mencari-cari keterangan tentang apa itu dipermukaan benda itu.
"Uhm...ini disini namanya...eyebrow, entahlah benda apa ini aku tidak tahu, aku ambil dari peralatan make up Hinata. Sepertinya ini semacam pensil penebal alis." Jawab Naruto.
"Untuk apa?" Sasuke menaikan alisnya tak mengerti.
"Hehehe... untuk ini," Senyum Naruto licik, lalu membuka tutup benda bernama eyebrow itu. Lalu menggoreskan bagian pewarnanya kepipi Ryuki.
"Hei kau sudah gila! mau kau apakan bayimu!" Sasuke menarik Ryuki kesamping badanya guna menghindari Naruto.
"Hanya memberi tiga garis dipipinya agar sama denganku." Ucap Naruto, "Ayolah kurasa ini aman."
"Kau mau dibunuh Hinata?"
"Tidak akan, sebelum Hinata kemari akan ku hapus gambarnya," Terang Naruto.
"Oh...baiklah, terserah kau saja!" Mendekatkan Ryuki ke Naruto lagi.
Lalu Naruto memberikan tiga garis dimasing-masing pipi Ryuki dengan eyebrow milik Hinata, dan hasilnya Naruto dan Ryuki kini sangat mirip.
"Hehehe..." Nyengir senang melihat karyanya jadi dengan sempurna. "Sekarang kita benar-benar mirip ya Ryuki-chan"
Sasuke sweetdrop melihat kelakuan Naruto yang menurutnya tidak wajar, berfikir jika beban Naruto sebegitu beratnya hingga membuatnya gila.
"He Teme? kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Naruto melihat Sasuke seperti menghawatirkanya.
"Hn? tidak, kuharap kau tidak gila sungguhan."
"Apa katamu?, aku hanya bermain dengan Ryuki."
"Iya terserah kau saja!" Lagi-lagi kalimat ketidak pedulianya itu terlontar.
"Kalau begitu fotokan lagi," Pinta Naruto yang dijawab oleh decakan malas Sasuke. Sejak kapan seorang Uchiha sepertinya menjadi juru foto amatiran seperti ini? kalau bukan Naruto yang meminta mungkin sudah sejak tadi ponsel pintar itu rusak karena sudah dibanting terlebih dahulu.
Bersiap dengan pipi Ryuki yang kini sudah memiliki tiga garis dimasing pipinya, Naruto kembali mendekatkan pipinya ke pipi Ryuki, "Hihi..ayo senyum Ryuki-chan, katakan moochii..." dan memamerkan lagi gigi putih bersihnya.
'Ckrap' Satu foto berhasil diambil.
"Bagaimana hasilnya?"
"Lumayan," Memberikan ponsel pintar itu ke Naruto.
"Wah! hebat sekali... kita benar-benar sama Ryuki-chan...hahaha" Tawa Naruto senang melihat hasil fotonya sesuai harapanya.
"Aku akan mengirimkan ke kaasan.." Ucap Naruto senang, sementara Sasuke kembali bersweetdrop menanggapi Naruto, dan beberapa kali mengeluarkan pernyataan tentang Naruto.
'Brraak!' suara pintu terbuka.
Naruto, Sasuke terkejut menoleh kearah suara, duapasang manik safir dan onyx itu menangkap sesosok wanita berambut indigo panjang sedang menatap mereka tajam.
"Naruto!" Hinata geram melihat Ryuki berada dalam gendongan Naruto, lalu tanpa pikir-pikir lagi Hinata menghampiri Naruto.
"Kau menculik Ryuki lagi, dasar menyebalkan!" Cerca Hinata, Naruto dan Sasuke hanya diam. Masih belum siap menghadapi Hinata secara tiba-tiba.
"Dan...aaah.." Hinata menghentikan kalimatnya, menyisakan pemandangan sexy menurut Naruto, karena bibir Hinata terbuka membentuk huruf O, ketika melihat wajah Ryuki penuh coretan.
"Hehe...kami hanya bermain Hinata..." Ucap Naruto dengan wajah khawatir.
"Kau apakan wajah Ryuki!" Bentak Hinata, lalu merebut Ryuki dari Naruto.
"Ehem.." Sasuke berdiri dari duduknya. "Sebaiknya aku pulang saja, hari ini aku ada janji dengan Itachi." Kata Sasuke, menggaruk kepala belakangnya, dan berniat menghindari amukan Hinata, Walau tau Hinata tidak akan mengamuknya.
"Teme!" Rajuk Naruto, dengan tatapan seolah 'temani aku menghadapi Hinata'. Namun semua itu hanya harapan, dengan santai Sasuke ngeloyor begitu saja keluar kamar Naruto.
Amethyst itumelirik sebentar kearah Sasuke, lalu kembali menatap tajam ke Naruto.
"ooeeekk... " Ryuki menangis digendongan Hinata. Membuat Hinata melihat Ryuki sebentar lalu melihat Naruto, seakan bertanya apa yang terjadi pada Ryuki.
"Kau membuatnya menangis," Ucap Naruto, menaikan sebelah alisnya.
"Kau apakan dia?" Tatap Hinata tajam.
"Tidak ada,"
"Lalu kenapa dia menangis?" Tanya Hinata
"Mana aku tau! Kemarikan biar aku yang menggendongnya," Pinta Naruto
"Tidak boleh!"
"Dia ingin bermain denganku, kemarikan!,"
"Ma-mana mungkin, Ryuki-chan senang bersamaku, aku kaasanya!"
"Lalu apa salahnya?!, aku tou-" Naruto menghentikan kalimatnya, ragu ingin mengatakan yang seharusnya dikatakanya.
"Apa?!" Tanya Hinata, masih dengan wajah ketusnya.
"Aku lelah bertengkar denganmu, aku hanya ingin menggendong Ryuki. Apa salahnya?"
"Ti-tidak ada yang salah, hanya saja Ryuki-kun"
"Sudahlah...kemarikan, kasihan dia terus menangis."
Amethystnya menatap Ryuki yang masih menangis dengan mulut mungilnya, tidak tega juga ragu.
"Ayolah, sebentar saja Hinata,"
"Tapi dia harus minum susu, dan tidur!"
"Sebentar saja, kau boleh menyusuinya setelah dia berhenti menangis,"
Sedikit berfikir, Hinata ragu. Namun apa salahnya dicoba? bukankah Naruto memang ayahnya, dan sepertinya Naruto tulus menyayangi Ryuki, dan tidak akan menyakiti Ryuki seperti ketakutanya selama ini.
Dengan ragu membiarkan Naruto merengkuh tubuh Ryuki, dan membiarkan Naruto menimang Ryuki, walau Naruto masih kaku dalam hal memenggendong bayi dimata Hinata. Tapi cukuplah untuk seorang pria sepertinya.
"Tenanglah... ini aku, bukanya sudah kubilang laki-laki tidak boleh gampang menangis?" Ucap Naruto memandang wajah merah itu menenangkan Ryuki.
Setelah beberapa menit Ryuki diam, malah menyesap jempolnya lagi. Hinata yang menyaksikan pemandangan itu tersenyum tipis melihat Naruto begitu perhatian dengan Ryuki, dan entah aura apa yang dipancarkan Naruto saat menenangkan Ryuki hingga membuat Hinata saat itu memuji Naruto, bahwa Naruto terlihat lebih dewasa dan terlihat sangat menarik dimatanya.
"He! dia sudah berhenti menangis," Suara Naruto membuyarkan lamunan Hinata.
"Eh?"
"Kau mau menidurkanya sekarang, atau berdiam diri dan mengagumi ketampananku?"
'Plash' wajah seputih porselen itu memerah, "Si-siapa yang mengagumimu, aku..aku hanya, em... aku akan menidurkan Ryuki-kun sekarang." Mengambil begitu saja Ryuki dari tangan Naruto, dan pergi meninggalkan Naruto begitu saja dengan wajah semerah tomat.
"Dasar wanita aneh, kau aneh, dan kau...ah! lupakan!" Gerutu Naruto berbicara sendiri sembari melihat punggung Hinata yang mulai menghilang dari pandanganya, masuk kekamar dengan Ryuki.
Lalu beberapa saat kemudian Naruto kembali membuka folder foto didalam ponselnya dan Naruto tersenyum melihat foto-fotonya dengan Ryuki beberapa saat yang lalu, terlihat lucu menurutnya.
.
.
.
"Paman, lalu kapan paman akan membicarakan perceraian Hinata dengan Naruto?" Tanya pemuda bersurai cokelat dengan mata yang sama dengan Hinata pada Hiashi yang sedang duduk dimeja kerjanya, tampak sibuk dengan dokumen-dokumen perusahaanya.
Meletakan dokumen - dokumen itu kemeja, dan melirik sebentar kearah keponakan laki-lakinya, "Mungkin secepatnya, menunggu Minato pulang dari Sunagakure."
"Lalu apa paman akan tetap membawa Ryuki?"
"Hinata dan putranya akan tinggal bersama kita,"
"Baiklah kalau begitu, sebaiknya aku mulai menyiapkan kamar baru Hinata dan Ryuki," Ucap Neji.
"Kerjakan saja jika itu memang perlu, kau kakak yang bisa diandalkan,"
"Baik paman, terima kasih." Ucap Neji tersenyum tipis, meninggalkan Hiashi yang kembali sibuk dengan berkas perusahaanya.
.
.
.
Malam kembali mengganti siang dengan gelapnya yang pekat, hujan yang sedari tadi sore turun belum juga reda. Masih menyisakan rintik yang cukup membasahi sekujur tubuh jika saja ada seseorang yang berjalan dibawahnya.
Raut wajah Hinata tampak khawatir, sedari tadi menempelkan punggung tanganya berkali-kali dikening Ryuki, mengecek suhu badan Ryuki yang sejak sore tinggi, Ryuki demam.
Ini adalah pengalaman pertama bagi Hinata, menghadapi putranya yang demam, meski begitu Hinata berusaha tidak panik. Dan menanyakan pada Kushina, yang menyarankan agar mengompres Ryuki, dan melepas selimutnya.
Tapi sudah berlembar-lembar penurun panas ia ganti, namun sang putra belum juga turun suhu badanya. Sedari tadi rewel, tidur dan kembali menangis rewel.
Melihat jam didindingnya, sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari, dan bayi berumur dua bulan itu kini bergerak-gerak gelisah.
"Ryuki?" Pekik Hinata, saat tubuh mungil itu semakin panas. kini Hinata benar-benar panik, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
"Hik... eeoooeekk...nneee...oooeek k"
"Sayang... ssh..ssh, cup cup...gendong kaasan ya?" Hinata mengangkat tubuh Ryuki, mendekapnya memberikan rasa nyaman untuk Ryuki. Namun Ryuki masih terus menangis.
"Sayang... kaasan disini tenanglah, kita kedokter ya?" Ucap Hinata lirih, mencium lembut pipi Ryuki yang panas.
Kedokter, iya Hinata harus membawa Ryuki kedokter seharusnya. Tapi Hinata tidak bisa membawa mobilnya sendiri, dan kalaupun ada sopir, mereka sudah pulang kerumah masing-masing.
Satu-satunya penghuni rumah ini yang bisa membawa mobil hanyalah Naruto, iya Naruto!
Tanpa pikir panjang Hinata berlari kecil keluar dari kamarnya membawa Ryuki didekapanya yang menangis semakin keras.
Hinata mengetuk dengan gugup kamar Naruto.
'Brak! brak! brak!' "Naruto! bangun!" Hinata mulai tidak sabaran menggedor pintu Naruto.
"Naruto kumohon buka pintunya!" Hinata mulai menangis saat Ryuki menangis dengan tidak mengeluarkan suaranya lagi.
"Ryuki! kumohon jangan begini nak...," Tangis Hinata, 'Brak!brak!' "Naruto! Naruto bangun! tolong Naruto!" Teriak Hinata mulai putus asa.
'Cklek' Pintu kamar Naruto terbuka, "Ada apa?" Melongokan kepalanya, dan iris birunya terbelalak mendapati Hinata berantakan.
"Ryuki sakit! cepat bawa Ryuki kerumah sakit! kumohon Naruto!" Tangis Hinata menarik-narik lengan baju Naruto.
Memegang dahi Ryuki, "Ryuki-chan?" Dan ikut menjadi panik ketika mengetahui kening Ryuki sangat panas.
"A-aku ambil kunci mobil dulu." Naruto bergegas masuk kedalam kamarnya.
Ryuki masih menangis, Hinata berusaha menenangkan semampunya. Namun Ryuki tetap menangis, tidak seperti biasanya.
Dan tidak perlu waktu lama Naruto kembali dengan membawa kunci mobilnya, sampai tidak peduli ia hanya pergi dengan kaus polos putih dan celana pendeknya.
"Ayo Hinata, bawa Ryuki cepat!"
"I-iya!" mereka berjalan menurun tangga rumah dengan tergesa-gesa.
Naruto mendahului Hinata yang berada dibelakangnya, keduanya terburu-buru dan panik. Maklum saja mereka hanyalah sepasang pasangan muda yang tidak mengerti apa-apa, tidak didampingi siapapun disaat genting seperti itu.
Setelah mengambil mobilnya Naruto menuntun Hinata masuk kedalam mobil hitam milik Naruto, dan dengan serampangan menutup pintu mobilnya, lalu berlari lagi ketempat duduknya, menstarter dan mulai menjalankan mobilnya. Tidak perlu ada yang membukakan pintu gerbangnya, karena hanya dengan menekan password Naruto bisa bebas keluar dari rumahnya dan melajukan mobil itu dengan cepat.
Karena memang sudah malam dan gerimis masih turun dari langit, jalanan sedikit sepi. Naruto melajukan mobilnya dengan kecepatan diluar batas, dan andai saja jika bukan karena ingin cepat sampai rumah sakit Hinata pasti sudah pingsan sedari tadi karena ini terlalu ugal-ugalan bagi Hinata.
Mata Naruto sesekali melihat Ryuki yang masih juga menangis, kekhawatiran tersirat diwajahnya yang biasanya ceria itu.
"Ooeeek...nnnh..aaa..ooeee kkk..."
"Ryuki kumohon... jangan begini nak.." Tangis Hinata, yang semakin membuat Naruto tidak sabaran, dan melajukan mobilnya dengan kencang. Melihat dua orang yang entah sejak kapan menjadi sangat berharga baginya itu membuat hatinya sakit.
"Hinata...tenanglah, sebentar lagi kita sampai." Ucap Naruto, mencoba menenangkan Hinata. Walau sebenarnya ia benar-benar tidak tega melihat Ryuki yang seakan kesakitan.
"Naruto! Ryuki kenapa?!" Tangis Hinata saat melihat tubuh Ryuki kejang, mata birunya membalik keatas hanya terlihat bagian putihnya saja.
"Ryuki!, kita akan sampai Hinata sebentar lagi!" Naruto benar-benar gugup melihat Ryuki yang seperti itu.
Mobil hitam itu melaju dengan cepat ditengah gerimis yang juga belum reda sedari tadi, dan beberapa menit kemudian Naruto telah memasuki halaman rumah sakit mewah itu.
'Blam!' Dengan kasar Naruto menutup pintu mobilnya dan keluar berlari kepintu Hinata, membuka pintu itu dengan tidak sabaran dan Hinata keluar dengan membopong Ryuki.
"Cepat Hinata,!"
Keduanya berlari secepat mungkin mencari perawat, dan tentu saja dengan mudah mereka menjumpai dilorong rumah sakit.
Setelah Ryuki diserahkan keperawat lalu dibawa kedalam ruang ICU, Hinata berusaha menemani Ryuki tapi perawat melarangnya, akhirnya dengan berat hati Hinata membiarkan Ryuki dirawat sendirian.
Pundak Hinata bergetar tak kuasa menahan tangis melihat Ryuki dibawa keruang rawat tanpa dirinya, pipi mulusnya basah oleh air suci yang sedari tadi menetes dari amethystnya, dan agar tangisnya tak pecah, Hinata menutup mulutnya dengan telapak tangan dan tersedu-sedu.
"Hinata..." Naruto masih dengan raut khawatirnya mendekati Hinata, tidak tau apa yang ingin pemuda pirang itu katakan yang jelas perasaanya juga sama seperti siwanita indigo yang kini masih menangis.
"Narutoooh...hiks..." Tanpa disangka sebelumnya Hinata menghambur kepelukan sang Namikaze muda yang sering disebutnya 'menyebalkan'.
"Eh?!" Membulatkan iris safirnya, terkejut dengan gerakan tiba-tiba Hinata. Namun beberapa detik kemudian, safir itu kembali teduh. Mengerti apa yang sedang dirasakan istrinya itu, tidak mau mengganggu Naruto hanya diam saat Hinata memeluknya terlalu erat, dan dada bidang yang tertutup kaus itu ikut basah oleh airmata Hinata.
"Hiks...Ryuki-kun... hiks...aku takut Naruto..."
Sebagai seorang pria yang melihat wanita yang disukainya begitu rapuh dihadapanya, perasaan Naruto bergetar. Dengan ragu kedua tangan kekar yang sedari tadi bergantung disisi badanya, kini terangkat. Ragu ingin membalas mendekap tubuh mungil yang kini masih terisak dihadapanya.
Ragu jikalau Hinata menolaknya, Namun apa salahnya mencoba? perasaanya tulus, hanya ingin menenangkan dan memberikan perasaan nyaman terhadap ibu dari anaknya ini?.
Dengan keberanianya Naruto memutuskan membalas pelukan Hinata, "Hinata...sabarlah, aku yakin Ryuki tidak akan kenapa-napa." kedua tangan kekarnya melingkar dipunggung Hinata, lalu tangan kananya mendekap kepala Hinata agar lebih nyaman didadanya, mengusap lembut rambut indigo yang kini terlihat kusut.
Ternyata maksud Naruto berhasil membuat Hinata sedikit tenang. Aroma citrus yang melekat pada tubuh Naruto tak disadari Hinata telah mampu menghipnotisnya, perasaanya aman dan nyaman berada didekapan Naruto. Aroma tubuh Naruto yang dulu pernah membuatnya trauma, aroma tubuh yang dulu sangat dibencinya, aroma yang dulu pernah menempel ditubuhnya dan sangat ingin dihilangkanya dengan cara mandi berjam-jam diguyuran shower, kini aroma itu malah membuatnya merasa nyaman. Namun seperti sadar dan kenal bahwa aroma itu adalah milik seseorang yang ia kenal dan yakin yang ia peluk adalah Naruto, Hinata enggan membuka matanya. Malu, takut dan juga ada rasa gengsi.
Namun ia harus memastikan bahwa dada bidang yang kini ia gunakan untuk bersandar adalah orang yang dikenalnya.
Berlahan amethyst yang sudah membengkak dan masih sedikit basah itu terbuka pelan, saat mendongak yang pertama kali ia lihat adalah leher berwarna tan, warna kulit yang sangat ia kenal.
Dan beberapa detik kemudian Hinata mengumpulkan keberanianya untuk melihat wajah seseorang yang kini memeluknya, seseorang yang memberikanya rasa nyaman. Naruto-pun melihat Hinata yang bergerak pelan didalam dekapanya.
Saat amethyst dan safir itu bertemu pandang, ada rasa lain yang menggelitik hati keduanya, menimbulkan rasa canggung bagi keduanya.
"Maaf..." Kata itu yang terucap dari bibir tipis Hinata, dan begitu saja melepaskan pelukan Naruto.
"Ti-tidak apa-apa," Naruto tergagap, canggung. "Sebaiknya kita duduk saja, kau terlihat lelah." demi menghilangkan suasana canggung, Naruto mengajak Hinata duduk. Namun Hinata tak bergeming.
Entah apa yang ada didalam otak Naruto, "Ayolah..." Tiba-tiba menggenggam jemari Hinata dan menariknya berjalan menuju kursi tunggu didepan ruang ICU itu, Hinata sedikit terkejut atas gerakan tiba-tiba itu, namun tetap mengikuti mau Naruto.
Duduk berdua dikursi tunggu, keduanya terdiam sibuk dengan kekhawatiranya dengan Ryuki.
Naruto melirik Hinata yang menundukan kepalanya, kedua tangan halus Hinata terkepal diatas lutut menahan perasaanya, wajah sendunya terhalang oleh poni yang sudah mulai panjang itu. Walau samar Naruto masih bisa melihat, bahwa wanita manis disampingnya itu masih terus menangis.
"Eh? aku tau kau sangat khawatir," Naruto membuka percakapan. "Akupun juga menghawatirkanya," Diam sejenak, "Tapi kau yakin kan Ryuki itu pasti kuat? dia tidak akan apa-apa, jadi jangan menangis lagi, sebaiknya kita berdoa." Ucap Naruto berusaha menenangkan Hinata.
Hinata malah semakin terisak mendengar kata-kata Naruto, pundaknya berguncang-guncang lagi. Hinata tidak menyangka, disaat seperti ini malah Naruto yang selama ini dibencinya menguatkanya.
Mengangkat wajahnya lalu Hinata mengangguk tersenyum pada Naruto dengan mata dan pipi yang masih basah.
Naruto juga tersenyum membalas Hinata, lalu kedua tangan berwarna tan Naruto terangkat meraih wajah Hinata, dengan lembut dihapusnya airmata yang membasahi pipi putih itu dengan ibu jarinya. Perlakuan spontanitas Naruto itu membuat pipi yang tadi putih pucat kini menjadi putih bersemu merah.
Lanjutannya akan keluar 2 jam lagi
hehehehe jangan berpikiran negatif^^
Happy Reading~
Post by Dennis
I Love You, Because my Little Cat
Story by : Hyugazumaki
Disclaimner : Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : OOC, Alur cepat, Ide pasaran.
...
I Love You, Because My Little Cat
Chapter : 8/11
"A-apa?!", Ucap Hinata agak kaku, dan menunjukan wajah sebal.
"Tidak," Memalingkan wajahnya dan bersedekap, tak kalah sebal.
"Jangan coba-coba menculik Ryuki lagi dariku makhluk kuning menyebalkan!" Bentak Hinata dengan mendekap Ryuki, tak mau Ryuki disentuh Naruto lagi.
"Kau ini kenapa Hinata? Aku kan hanya ingin menimangnya, apa salahnya?"
"..." Diam dan tidak merespon, malah berbalik meninggalkan Naruto yang masih cengo.
"Hei..tunggu! aku belum selesai!" Ucap Naruto, namun Hinata pura-pura tidak dengar.
"Wanita aneh, kukira dulu kau sangat pendiam dan manis." Ucap Naruto pelan hampir tidak terdengar Hinata.
Dan sebelum Hinata masuk kedalam rumah seseorang menghentikan langkahnya dan memanggilnya.
"Hinata!" Teriaknya dari dalam rumah, keduanya menoleh kesumber suara.
Setelah beberapa detik munculah gadis bersurai merah muda panjang dengan cengiranya yang ceria. Menghampiri Hinata dengan berlari kecil.
"Sakura", Hinata tersenyum pada sahabat baiknya yang beberapa bulan ini tidak ia temui lagi, karena Sakura kini sudah menjadi mahasiswa di Sunagakure. Ditanganya membawa sebuah bungkusan entah apa itu.
"Aaaah...aku sangat merindukanmu Hinata, maaf baru mengunjungimu," Sakura memeluk Hinata menumpahkan rasa rindu yang hampir tiga bulan itu, dan hampir lupa bahwa Hinata kini sedang menggendong bayinya.
"Ini pasti putramu yang kau ceritakan itu kan?, tampan sekali, aku ingin menggendongnya..." Rengek Sakura.
"Tentu saja tampan, dan untuk sekarang kau tidak boleh menggendongnya, badanya masih terlalu lemah," Jawab Hinata, dibalas Sakura dengan memajukan bibirnya kecewa.
"Baiklah... tapi beberapa bulan lagi aku akan menggendongnya" Jawab Sakura, "Oh ya namanya siapa Hinata?"
"Huum, boleh saja" Jawab Hinata, "Uhm dan namanya Lord Ryuki Namikaze," Jawab Hinata tersenyum manis.
"Nama yang keren...siapa yang memberikan nama itu?" Tanya Sakura penasaran, jari lentiknya ia main-mainkan dihidung Ryuki. Yang direspon Ryuki dengan menggeliat geli, Sakura tampak sangat menyukai tingkah lucu Ryuki.
"Tentu saja Minato tousan dan Kushina kaasan," Jawab Hinata lagi.
Naruto yang masih berdiri ditaman berniat masuk rumah, tentu saja harus melewati dua orang wanita yang sibuk mengobrol dan bercanda itu, tidak enak canggung. Apalagi dia belum mengenal Sakura dengan akrab.
Terpaksa Naruto memutuskan untuk mengganggu dan mendekati dua sahabat yang sedang temu kangen itu.
"Eh Sakura-chan?" Sapa Naruto, basa-basi.
'Sakura-chan?' Wajah Hinata sedikit berubah mendengar Naruto memanggil Sakura dengan suffix chan. Berbisik pada dirinya sendiri, Naruto tidak pernah memanggilnya dengan sebutan itu. Sebal! eh? kenapa harus sebal?
"Halo Naruto? selamat siang," Ucap Sakura ramah, "Maaf aku masuk begitu saja kedalam rumahmu, aku sudah mencoba menelphone, tapi Hinata tidak menjawab, dan penjagamu mengijinkan aku masuk," Ucap Sakura merasa tidak enak karena seakan dia masuk rumah itu sembarangan.
"Oohh... tidak masalah, lagi pula kau kan teman Hinata," Jawab Naruto dengan cengiran rubahnya. "Baiklah kalau begitu silahkan lanjutkan mengobrolnya, aku harus masuk, heheh...".
"Terima kasih Naruto.." Ucap Sakura ramah, lalu Naruto meninggalkan mereka berdua.
"Sakura... sebaiknya kita juga masuk kamar, aku harus menyusui Ryuki-chan" Ajak Hinata.
"Baiklah, setelah itu aku boleh mengangkatnya kan?"
"Iya boleh Sakura-chan.."
.
.
.
Setelah menutup pintu kamarnya, Hinata duduk ditepian tempat tidurnya dan bersiap menyusui Ryuki, diikuti Sakura yang langsung naik kebed besar milik Hinata dan tengkurap menyamankan dirinya. Setelah sebelumnya meletakan bungkusan yang ternyata berisi baju bayi dan perlengkapan lain yang ia beli dari Sunagakure disampingnya.
"Hinata? kulihat kau tadi bersama Naruto ditaman?" Tanyanya antusias, "apa kalian sudah baikan?"
"Maksudmu baikan?, aku tadi hanya mengambil Ryuki darinya."
"Iyaa.. maksudku sudah memaafkan Naruto, aku lihat kalian merawat Ryuki berdua?"
"Tidak, dia berusaha menculik Ryuki." Kata Hinata yang sudah menyusui Ryuki.
"Ha?! buat apa hal macam itu?, kau bercanda, lagipula bukankah kalian tinggal bersama sudah cukup lama?, kenapa harus diculik" Tanya Sakura lagi, lebih antusias
"Tidak tahu, dia mencoba menggendong Ryuki bersamanya,"
"Memangnya kenapa? dia juga orang tuanya? bukankah itu bagus, artinya dia sudah menerima Ryuki,"
"Itu dia, kenapa sewaktu masih didalam kandungan dia tidak mau mengakuinya, bahkan saat aku melahirkan dia tidak datang, dan sekarang tiba-tiba ingin dekat dengan Ryuki, menyebalkan!" Cerita Hinata pada Sakura,
"Hhh... kenapa tidak ambil positifnya saja?"
"Apanya yang positif Sakura?" Hinata semakin tidak mengerti, "Bahkan selama aku tinggal dirumah ini, Naruto selalu menggangguku, membuatku setiap hari marah dan sebal padanya, kau tau dia selalu memanggilku gendut, kau tau dia manja sekali, kau tau..kau tau.." Panjang lebar Hinata bercerita soal Naruto kepada Sakura, sementara Sakura hanya senyum-senyum mendengarnya.
"Pokoknya Naruto itu menyebalkan!" Lanjut Hinata memajukan bibirnya sebal mengingat Naruto.
"Aaaa...emm.." Emerald Sakura mengerling menggoda Hinata, bibirnya tersenyum tipis.
"Ke-kenapa menatapku seperti itu Sakura?" Gugup menerima pandangan aneh dari Sakura.
"Kau tau? cinta itu datang karena terbiasa, maksudku kau terbiasa bertemu denganya dan mungkin saja Naruto mulai menyukaimu ,dan kau juga menyukainya." Ucap Sakura yakin.
"Ah! pernyataan macam apa itu Sakura? tidak mungkin aku jatuh cinta pada pria yang sudah menghancurkan masa depanku?"
"Hei dengarlah.." Sakura mendudukan dirinya disamping Hinata. "Tuhan punya rencana untuk dirimu , yakinlah..Tuhan pasti menyiapkan sesuatu yang lebih indah dan membahagiakan dari pada sesuatu yang kau sebut masa depan indah itu, dan jika kau iklhas menerima semua ini, kau akan mengerti, bahwa...masa depanmu adalah Ryuki." Ucap Sakura mencoba menyemangati Hinata.
"Aku melihatmu bahagia saat ini, bersama Ryuki dan Naruto yang menyebalkan seperti yang kau katakan itu?" Kata Sakura, "Dan kurasa walau begitu, kau tidak pernah menangis lagi kan?" Tanya Sakura, dan Hinata sedikit membulatkan matanya seakan baru menyadari sesuatu.
"Benar kan Hinata? kau tidak pernah bersedih lagi? walau tinggal bersama Naruto yang menyebalkan? tapi hatimu bahagia ?" Ucap Sakura seperti peramal yang tahu bagaimana perasaan Hinata, walau tak dipungkiri semua yang dikatakan Sakura benar adanya.
Masih terbengong dengan semua ucapan Sakura, Hinata membenarkan semuanya dalam hati, heran darimana Sakura belajar menyelami hati seseorang. Memang selama ini ia tidak pernah akur dengan Naruto, tetapi semua yang dilakukan Naruto itu tidak pernah membuatnya menangis lagi. Walaupun semuanya begitu menyebalkan, tapi itu terasa... Hinata tidak dapat mendeskripsikanya. Pokoknya semua yang dikatakan Sakura benar, dan kebencian besar untuk Naruto dulu itu kini hanyalah tersisa kebencian kecil yang biasa ia sebut 'menyebalkan'
"Hei? kenapa diam? lihat Ryuki-kun sudah tidur." Ucap Sakura membuyarkan lamunan Hinata.
" ..tidak," Tergagap dan tersenyum pada Sakura, lalu dengan perlakuan selembut mungkin, Hinata membaringkan Ryuki dikasurnya yang empuk.
"Jadi bagaimana? apa benar kau masih membenci Naruto?" Lanjut Sakura lagi.
"A-aku aku tidak tahu Sakura-chan ..." Hinata menundukan kepalanya, tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada hatinya, perasaanya terhadap Naruto.
"Apa tidak adakah perasaan yang ehem?" Goda Sakura lagi, yang langsung sukses membuat pipi Hinata memerah.
"Tidak akan! bahkan aku sangat membencinya," Masih berusaha mengelak,
"Benarkah? kau tau benci dan cinta itu beda tipis?"
"Tidak! tidak tau dan tidak mungkin!"
"Hinata? kau menyadari tidak kalau Ryuki-kun itu sangat mirip Naruto?, lihat matanya sangat indah, rambutnya juga kuning?"
"Memang, lalu kenapa?"
"Hahaha...tidak, kalau dilihat-lihat Naruto itu juga tampan,"
"Memang, eh kenapa kau jadi membicarakan si kuning itu?, kau naksir?" Tanya Hinata dengan nada mengejek,
"Kalau iya memang kenapa?, dan siapa yang sedari tadi membicarakan Naruto? bukanya kau sendiri?"
"Ti-tidak apa2" Hinata tersentak, tergagap, walau tidak terlalu mencolok. "Dan tadi hanya menceritakan betapa menyebalkanya dia,"
"Benarkah? kau tidak apa-apa?" Selidik Sakura menaikan sebelah alisnya, membuat Hinata semakin tergagap.
"Be-benar, la-lagipula...apa ma-masalahnya buatku?"
"Hahaha... kau kenapa jadi gugup begitu? aku hanya bercanda
"Ah tidak, tidak apa-apa kalu Sakura mau dengan Naruto."
"Dan menjadi ibu tiri untuk Ryuki-kun? haha?" "Tidak-tidak... seharusnya memang kau saja dan Naruto yg menjadi orang tuanya? kurasa Naruto sebenarnya baik, kalian cocok" Sakura nyengir menggoda Hinata.
"Aahh Sakura..."
"Hihi kenapa malu begitu?"
.
.
.
Satu minggu kemudian, Naruto menghabiskan harinya seperti hari-hari minggu biasa, Naruto menghabiskan hari liburnya dengan bermain playstation dengan Sasuke dikamarnya.
"Yes! Kali ini kau kalah Dobe!" Lirik manik obsidian milik Sasuke ke pemuda berambut blonde disampingnya yang tengah memajukan bibirnya.
"Aahh menyebalkan sekali!" Gerutu Naruto menyesali kekalahanya bermain game PES,"Baiklah kau ambil saja mana yang kau suka", Melemparkan satu tas kecil berisi berbagai macam miniatur pemain sepak bola dunia dipangkuan Sasuke.
"Tch! apa in? aku tidak mau rongsokan ini!" Sasuke membuangnya dipangkuan Naruto lagi.
"Lalu apa maumu? dasar Teme?"
"Kembalikan patungku yang kemarin saja"
"Tidak mau!"
"Kau bilang jika aku menang bisa memlilih koleksimu yang mana saja?!"
"Tapi jangan yang itu!"
"Aku ingin yang itu...ayolah Dobe!"
"Tidak!"
"Oooeeek...oooeeekkk..."
"Ssst...diamlah Teme" Meletakan telunjuk kanan dibibirnya memberikan kode agar Sasuke diam dan ikut mendengarkan suara tangisan Ryuki.
"Ha? " Sasuke mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
"Kau tau? itu suara bayi Hinata." Kata Naruto, "Kau belum pernah melihatnya kan?"
"Belum!"
"Kau mau melihatnya tidak? banyak yang mengatakan wajahnya tampan sepertiku" Ucap Naruto bangga.
"Oh ya? boleh saja!"
"Baiklah... aku tau kalau sekarang ini jam Hinata mandi, sebentar lagi pasti meninggalkan bayinya sendirian ditempat tidur, dan saat itu aku akan membawa bayinya kemari" Kata Naruto bersemangat.
"Bodoh! kau bahkan hafal jadwal Hinata mandi? kau mengintipnya? dan Kau mau menculik bayinya?"
"Enak saja! buat apa aku melakukan hal menjijikan seperti itu?"
"Bahkan kau melakukan hal yang lebih menjijikan daripada mengintipnya?"
"Sudahlah...jangan mengingatkanku hal memalukan seperti itu," Naruto memonyongkan bibirnya sebal. "Hinata melarangku dekat-dekat dengan bayinya,"
"Itu karena kau terlalu terlihat bodoh, mungkin Hinata tidak mau bayinya dekat-dekat dengan orang bodoh"
"Jangan bilang begitu! dasar Teme!"
"Hn" Malas menanggapi Naruto, memilih merestart game yang sudah selesai itu.
"Sudah diamlah, aku akan mengambilnya sekarang." Ucap Naruto pada Sasuke, lalu berdiri dan berjalan kekamar Hinata meninggalkan Sasuke sendirian didepan monitor besarnya yang masih menyisakan gambar game PES.
Setelah berada didepan kamar Hinata, Naruto dengan gerakan sepelan mungkin membuka pintu kamar Hinata yang jarang dikunci, dan benar saja kini dengan mudah Naruto masuk dan mengendap-endap kekamar yang lumayan luas itu. Mendengar suara gebyuran air dan senandung lirih dari dalam kamar mandi, sudah dipastikan Hinata mandi seperti dugaan Naruto.
Pelan-pelan mendekati box bayi yang berada disamping tempat tidur Hinata, dan tersenyum lebar ketika dilihatnya Ryuki sedang terjaga sendirian, bergerak-gerak selayaknya bayi sambil memasukan jempol kanan imutnya kedalam mulut mungilnya.
"Hei...rubah kecil, selamat siang? lama sekali tidak bertemu denganmu? kau terlihat lebih besar?" Sapa Naruto pada Ryuki yang hari itu memakai stelan singlet dan celana biru langit,
"Ayo ikut denganku sebentar, ada yang ingin berkenalan denganmu, " Lalu dengan pelan-pelan Naruto mengangkat tubuh Ryuki dan menimangnya sebentar.
"Ayo jagoan kecil, kita berkenalan dengan paman Sasuke, si pantat ayam yang tingkat ketampananya nomor dua setelahku..hehe...jangan menangis ya, nanti aku bisa dimarahi kaasanmu yang seksi itu," Kata Naruto pada Ryuki, disambut dengan tawa lebar tanpa suara Ryuki, karena mendengar suara Naruto saja sudah membuat hati Ryuki senang.
Setelah berhasil membawa Ryuki dari kamar Hinata Naruto membawa Ryuki kekamarnya.
"Sasuke Teme?!" Mengagetkan Sasuke yang ternyata tidak jadi bermain PS lagi, malahan sedang memilah-milah mainan ditas kecil Naruto yang dibuangnya tadi.
"Hei! ini dia bayi Hinata, lihatlah.." Kata Naruto yang membawa Ryuki beserta selimutnya, duduk disamping Sasuke dengan Ryuki digendonganya.
Iris Onyx pemuda bermarga Uchiha itu menatap Ryuki, tersenyum tipis dan melirik Naruto sebentar.
"Hn? dia lebih tampan darimu bodoh!" Komentar yang tidak diharapkan Naruto.
"Hee!" Naruto kaget dengan wajah konyolnya, "Bicara apa kau? jelas-jelas dia tampan sepertiku! kau tidak lihat mata dan rambutnya itu sama sepertiku?"
"Hahahah... baiklah terserah kau saja, memang kuakui perpaduan antara Hinata dan kau, hasilnya tidak buruk."
"Tentu saja,"
"Kalau begitu buatlah satu lagi teman bermain untuk putramu itu," Ucap Sasuke asal.
"Tentu saja," Tidak sadar kalimatnya barusan, "Hee! apa yang kau katakan!?" Kembali memasang wajah terkejut dan konyolnya.
"Hahahaha... cukup tau saja," Sasuke memasang wajah sinisnya.
"Jauhkan otak mesumu itu Sasuke, jangan sampai Ryuki-kun mengikutimu."
"Kau yang mesum Dobe."
"Sudahlah, aku tidak mau meladenimu!, lebih baik fotokan aku dengan Ryuki, mau aku bagikan dipath dan blogku." Ucap Naruto, merogoh ponsel dari saku celananya dan memberikan ponsel pintar itu kepada Sasuke.
"Hh... merepotkan!" Mendengus malas walau akhirnya menerima dengan berat hati permintaan sahabat Dobenya.
"Ayo senyum Ryuki-chan," Naruto mensejajarkan wajah Ryuki dengan wajahnya, dan seperti mengerti kata-kata Naruto, Ryuki senyum lebar tampak senang.
'Ckraap' Satu foto berhasil dicapture Sasuke,
"Mana hasilnya?"
"..." Menunjukan foto hasil jepretanya,
Naruto tampak senang, "Wah keren... sekali, lagi Teme," Perintahnya lagi.
Menatap Naruto dengan tatapan membunuh.
"Hehe... sekali lagi Teme ayolah..." Bujuk Naruto, dan lagi-lagi Sahabat Uchihanya itu tidak bisa menolak. Dan memposisikan kamera ponsel itu untuk memotret Naruto lagi.
'Ckrap'
"Sudah,"
"Bagus tidak hasilnya?" Sambil melihat hasil fotonya "Ah tapi ada yang kurang? umm... apa yaa?" Manik safirnya memutar keatas bertanda sedang berfikir. "Aha! aku tau!" Ucap Naruto mengingat sesuatu,
"Apa lagi?" Tanggap Sasuke malas.
"Gendong Ryuki sebentar," Menyerahkan Ryuki ditangan Sasuke begitu saja.
"Aku tidak bisa Dobe"
"Sebentar saja, hanya kekamar Hinata."
"..." Sasuke Pasrah menerima Ryuki digendonganya, dan Naruto pergi begitu saja dari kamarnya, entah kemana.
"Kau tau tousanmu itu sangat menyebalkan, kuharap kau tidak sepertinya makhluk kecil." Ucap Sasuke pada Ryuki yang tenang digendonganya, sepertinya pemuda Uchiha yang dingin itu berbakat juga menjadi pengasuh bayi.
Tak lama setelah itu Naruto kembali dengan berlari-lari kecil menghampiri Sasuke.
"Haaah... untung Hinata belum selesai mandi," Datang dengan nafas yang sedikit tersengal.
"Dari mana?" Tanya Sasuke sinis.
"Mengambil benda ini," Tersenyum memamerkan deretan gigi putihnya, dan menunjukan benda berbentuk pensil ditanganya.
"Apa itu?" Tanya Sasuke tidak mengerti.
"Uhm... ini namanya..." Mencari-cari keterangan tentang apa itu dipermukaan benda itu.
"Uhm...ini disini namanya...eyebrow, entahlah benda apa ini aku tidak tahu, aku ambil dari peralatan make up Hinata. Sepertinya ini semacam pensil penebal alis." Jawab Naruto.
"Untuk apa?" Sasuke menaikan alisnya tak mengerti.
"Hehehe... untuk ini," Senyum Naruto licik, lalu membuka tutup benda bernama eyebrow itu. Lalu menggoreskan bagian pewarnanya kepipi Ryuki.
"Hei kau sudah gila! mau kau apakan bayimu!" Sasuke menarik Ryuki kesamping badanya guna menghindari Naruto.
"Hanya memberi tiga garis dipipinya agar sama denganku." Ucap Naruto, "Ayolah kurasa ini aman."
"Kau mau dibunuh Hinata?"
"Tidak akan, sebelum Hinata kemari akan ku hapus gambarnya," Terang Naruto.
"Oh...baiklah, terserah kau saja!" Mendekatkan Ryuki ke Naruto lagi.
Lalu Naruto memberikan tiga garis dimasing-masing pipi Ryuki dengan eyebrow milik Hinata, dan hasilnya Naruto dan Ryuki kini sangat mirip.
"Hehehe..." Nyengir senang melihat karyanya jadi dengan sempurna. "Sekarang kita benar-benar mirip ya Ryuki-chan"
Sasuke sweetdrop melihat kelakuan Naruto yang menurutnya tidak wajar, berfikir jika beban Naruto sebegitu beratnya hingga membuatnya gila.
"He Teme? kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Naruto melihat Sasuke seperti menghawatirkanya.
"Hn? tidak, kuharap kau tidak gila sungguhan."
"Apa katamu?, aku hanya bermain dengan Ryuki."
"Iya terserah kau saja!" Lagi-lagi kalimat ketidak pedulianya itu terlontar.
"Kalau begitu fotokan lagi," Pinta Naruto yang dijawab oleh decakan malas Sasuke. Sejak kapan seorang Uchiha sepertinya menjadi juru foto amatiran seperti ini? kalau bukan Naruto yang meminta mungkin sudah sejak tadi ponsel pintar itu rusak karena sudah dibanting terlebih dahulu.
Bersiap dengan pipi Ryuki yang kini sudah memiliki tiga garis dimasing pipinya, Naruto kembali mendekatkan pipinya ke pipi Ryuki, "Hihi..ayo senyum Ryuki-chan, katakan moochii..." dan memamerkan lagi gigi putih bersihnya.
'Ckrap' Satu foto berhasil diambil.
"Bagaimana hasilnya?"
"Lumayan," Memberikan ponsel pintar itu ke Naruto.
"Wah! hebat sekali... kita benar-benar sama Ryuki-chan...hahaha" Tawa Naruto senang melihat hasil fotonya sesuai harapanya.
"Aku akan mengirimkan ke kaasan.." Ucap Naruto senang, sementara Sasuke kembali bersweetdrop menanggapi Naruto, dan beberapa kali mengeluarkan pernyataan tentang Naruto.
'Brraak!' suara pintu terbuka.
Naruto, Sasuke terkejut menoleh kearah suara, duapasang manik safir dan onyx itu menangkap sesosok wanita berambut indigo panjang sedang menatap mereka tajam.
"Naruto!" Hinata geram melihat Ryuki berada dalam gendongan Naruto, lalu tanpa pikir-pikir lagi Hinata menghampiri Naruto.
"Kau menculik Ryuki lagi, dasar menyebalkan!" Cerca Hinata, Naruto dan Sasuke hanya diam. Masih belum siap menghadapi Hinata secara tiba-tiba.
"Dan...aaah.." Hinata menghentikan kalimatnya, menyisakan pemandangan sexy menurut Naruto, karena bibir Hinata terbuka membentuk huruf O, ketika melihat wajah Ryuki penuh coretan.
"Hehe...kami hanya bermain Hinata..." Ucap Naruto dengan wajah khawatir.
"Kau apakan wajah Ryuki!" Bentak Hinata, lalu merebut Ryuki dari Naruto.
"Ehem.." Sasuke berdiri dari duduknya. "Sebaiknya aku pulang saja, hari ini aku ada janji dengan Itachi." Kata Sasuke, menggaruk kepala belakangnya, dan berniat menghindari amukan Hinata, Walau tau Hinata tidak akan mengamuknya.
"Teme!" Rajuk Naruto, dengan tatapan seolah 'temani aku menghadapi Hinata'. Namun semua itu hanya harapan, dengan santai Sasuke ngeloyor begitu saja keluar kamar Naruto.
Amethyst itumelirik sebentar kearah Sasuke, lalu kembali menatap tajam ke Naruto.
"ooeeekk... " Ryuki menangis digendongan Hinata. Membuat Hinata melihat Ryuki sebentar lalu melihat Naruto, seakan bertanya apa yang terjadi pada Ryuki.
"Kau membuatnya menangis," Ucap Naruto, menaikan sebelah alisnya.
"Kau apakan dia?" Tatap Hinata tajam.
"Tidak ada,"
"Lalu kenapa dia menangis?" Tanya Hinata
"Mana aku tau! Kemarikan biar aku yang menggendongnya," Pinta Naruto
"Tidak boleh!"
"Dia ingin bermain denganku, kemarikan!,"
"Ma-mana mungkin, Ryuki-chan senang bersamaku, aku kaasanya!"
"Lalu apa salahnya?!, aku tou-" Naruto menghentikan kalimatnya, ragu ingin mengatakan yang seharusnya dikatakanya.
"Apa?!" Tanya Hinata, masih dengan wajah ketusnya.
"Aku lelah bertengkar denganmu, aku hanya ingin menggendong Ryuki. Apa salahnya?"
"Ti-tidak ada yang salah, hanya saja Ryuki-kun"
"Sudahlah...kemarikan, kasihan dia terus menangis."
Amethystnya menatap Ryuki yang masih menangis dengan mulut mungilnya, tidak tega juga ragu.
"Ayolah, sebentar saja Hinata,"
"Tapi dia harus minum susu, dan tidur!"
"Sebentar saja, kau boleh menyusuinya setelah dia berhenti menangis,"
Sedikit berfikir, Hinata ragu. Namun apa salahnya dicoba? bukankah Naruto memang ayahnya, dan sepertinya Naruto tulus menyayangi Ryuki, dan tidak akan menyakiti Ryuki seperti ketakutanya selama ini.
Dengan ragu membiarkan Naruto merengkuh tubuh Ryuki, dan membiarkan Naruto menimang Ryuki, walau Naruto masih kaku dalam hal memenggendong bayi dimata Hinata. Tapi cukuplah untuk seorang pria sepertinya.
"Tenanglah... ini aku, bukanya sudah kubilang laki-laki tidak boleh gampang menangis?" Ucap Naruto memandang wajah merah itu menenangkan Ryuki.
Setelah beberapa menit Ryuki diam, malah menyesap jempolnya lagi. Hinata yang menyaksikan pemandangan itu tersenyum tipis melihat Naruto begitu perhatian dengan Ryuki, dan entah aura apa yang dipancarkan Naruto saat menenangkan Ryuki hingga membuat Hinata saat itu memuji Naruto, bahwa Naruto terlihat lebih dewasa dan terlihat sangat menarik dimatanya.
"He! dia sudah berhenti menangis," Suara Naruto membuyarkan lamunan Hinata.
"Eh?"
"Kau mau menidurkanya sekarang, atau berdiam diri dan mengagumi ketampananku?"
'Plash' wajah seputih porselen itu memerah, "Si-siapa yang mengagumimu, aku..aku hanya, em... aku akan menidurkan Ryuki-kun sekarang." Mengambil begitu saja Ryuki dari tangan Naruto, dan pergi meninggalkan Naruto begitu saja dengan wajah semerah tomat.
"Dasar wanita aneh, kau aneh, dan kau...ah! lupakan!" Gerutu Naruto berbicara sendiri sembari melihat punggung Hinata yang mulai menghilang dari pandanganya, masuk kekamar dengan Ryuki.
Lalu beberapa saat kemudian Naruto kembali membuka folder foto didalam ponselnya dan Naruto tersenyum melihat foto-fotonya dengan Ryuki beberapa saat yang lalu, terlihat lucu menurutnya.
.
.
.
"Paman, lalu kapan paman akan membicarakan perceraian Hinata dengan Naruto?" Tanya pemuda bersurai cokelat dengan mata yang sama dengan Hinata pada Hiashi yang sedang duduk dimeja kerjanya, tampak sibuk dengan dokumen-dokumen perusahaanya.
Meletakan dokumen - dokumen itu kemeja, dan melirik sebentar kearah keponakan laki-lakinya, "Mungkin secepatnya, menunggu Minato pulang dari Sunagakure."
"Lalu apa paman akan tetap membawa Ryuki?"
"Hinata dan putranya akan tinggal bersama kita,"
"Baiklah kalau begitu, sebaiknya aku mulai menyiapkan kamar baru Hinata dan Ryuki," Ucap Neji.
"Kerjakan saja jika itu memang perlu, kau kakak yang bisa diandalkan,"
"Baik paman, terima kasih." Ucap Neji tersenyum tipis, meninggalkan Hiashi yang kembali sibuk dengan berkas perusahaanya.
.
.
.
Malam kembali mengganti siang dengan gelapnya yang pekat, hujan yang sedari tadi sore turun belum juga reda. Masih menyisakan rintik yang cukup membasahi sekujur tubuh jika saja ada seseorang yang berjalan dibawahnya.
Raut wajah Hinata tampak khawatir, sedari tadi menempelkan punggung tanganya berkali-kali dikening Ryuki, mengecek suhu badan Ryuki yang sejak sore tinggi, Ryuki demam.
Ini adalah pengalaman pertama bagi Hinata, menghadapi putranya yang demam, meski begitu Hinata berusaha tidak panik. Dan menanyakan pada Kushina, yang menyarankan agar mengompres Ryuki, dan melepas selimutnya.
Tapi sudah berlembar-lembar penurun panas ia ganti, namun sang putra belum juga turun suhu badanya. Sedari tadi rewel, tidur dan kembali menangis rewel.
Melihat jam didindingnya, sudah menunjukan pukul 01.00 dini hari, dan bayi berumur dua bulan itu kini bergerak-gerak gelisah.
"Ryuki?" Pekik Hinata, saat tubuh mungil itu semakin panas. kini Hinata benar-benar panik, ia tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
"Hik... eeoooeekk...nneee...oooeek
"Sayang... ssh..ssh, cup cup...gendong kaasan ya?" Hinata mengangkat tubuh Ryuki, mendekapnya memberikan rasa nyaman untuk Ryuki. Namun Ryuki masih terus menangis.
"Sayang... kaasan disini tenanglah, kita kedokter ya?" Ucap Hinata lirih, mencium lembut pipi Ryuki yang panas.
Kedokter, iya Hinata harus membawa Ryuki kedokter seharusnya. Tapi Hinata tidak bisa membawa mobilnya sendiri, dan kalaupun ada sopir, mereka sudah pulang kerumah masing-masing.
Satu-satunya penghuni rumah ini yang bisa membawa mobil hanyalah Naruto, iya Naruto!
Tanpa pikir panjang Hinata berlari kecil keluar dari kamarnya membawa Ryuki didekapanya yang menangis semakin keras.
Hinata mengetuk dengan gugup kamar Naruto.
'Brak! brak! brak!' "Naruto! bangun!" Hinata mulai tidak sabaran menggedor pintu Naruto.
"Naruto kumohon buka pintunya!" Hinata mulai menangis saat Ryuki menangis dengan tidak mengeluarkan suaranya lagi.
"Ryuki! kumohon jangan begini nak...," Tangis Hinata, 'Brak!brak!' "Naruto! Naruto bangun! tolong Naruto!" Teriak Hinata mulai putus asa.
'Cklek' Pintu kamar Naruto terbuka, "Ada apa?" Melongokan kepalanya, dan iris birunya terbelalak mendapati Hinata berantakan.
"Ryuki sakit! cepat bawa Ryuki kerumah sakit! kumohon Naruto!" Tangis Hinata menarik-narik lengan baju Naruto.
Memegang dahi Ryuki, "Ryuki-chan?" Dan ikut menjadi panik ketika mengetahui kening Ryuki sangat panas.
"A-aku ambil kunci mobil dulu." Naruto bergegas masuk kedalam kamarnya.
Ryuki masih menangis, Hinata berusaha menenangkan semampunya. Namun Ryuki tetap menangis, tidak seperti biasanya.
Dan tidak perlu waktu lama Naruto kembali dengan membawa kunci mobilnya, sampai tidak peduli ia hanya pergi dengan kaus polos putih dan celana pendeknya.
"Ayo Hinata, bawa Ryuki cepat!"
"I-iya!" mereka berjalan menurun tangga rumah dengan tergesa-gesa.
Naruto mendahului Hinata yang berada dibelakangnya, keduanya terburu-buru dan panik. Maklum saja mereka hanyalah sepasang pasangan muda yang tidak mengerti apa-apa, tidak didampingi siapapun disaat genting seperti itu.
Setelah mengambil mobilnya Naruto menuntun Hinata masuk kedalam mobil hitam milik Naruto, dan dengan serampangan menutup pintu mobilnya, lalu berlari lagi ketempat duduknya, menstarter dan mulai menjalankan mobilnya. Tidak perlu ada yang membukakan pintu gerbangnya, karena hanya dengan menekan password Naruto bisa bebas keluar dari rumahnya dan melajukan mobil itu dengan cepat.
Karena memang sudah malam dan gerimis masih turun dari langit, jalanan sedikit sepi. Naruto melajukan mobilnya dengan kecepatan diluar batas, dan andai saja jika bukan karena ingin cepat sampai rumah sakit Hinata pasti sudah pingsan sedari tadi karena ini terlalu ugal-ugalan bagi Hinata.
Mata Naruto sesekali melihat Ryuki yang masih juga menangis, kekhawatiran tersirat diwajahnya yang biasanya ceria itu.
"Ooeeek...nnnh..aaa..ooeee
"Ryuki kumohon... jangan begini nak.." Tangis Hinata, yang semakin membuat Naruto tidak sabaran, dan melajukan mobilnya dengan kencang. Melihat dua orang yang entah sejak kapan menjadi sangat berharga baginya itu membuat hatinya sakit.
"Hinata...tenanglah, sebentar lagi kita sampai." Ucap Naruto, mencoba menenangkan Hinata. Walau sebenarnya ia benar-benar tidak tega melihat Ryuki yang seakan kesakitan.
"Naruto! Ryuki kenapa?!" Tangis Hinata saat melihat tubuh Ryuki kejang, mata birunya membalik keatas hanya terlihat bagian putihnya saja.
"Ryuki!, kita akan sampai Hinata sebentar lagi!" Naruto benar-benar gugup melihat Ryuki yang seperti itu.
Mobil hitam itu melaju dengan cepat ditengah gerimis yang juga belum reda sedari tadi, dan beberapa menit kemudian Naruto telah memasuki halaman rumah sakit mewah itu.
'Blam!' Dengan kasar Naruto menutup pintu mobilnya dan keluar berlari kepintu Hinata, membuka pintu itu dengan tidak sabaran dan Hinata keluar dengan membopong Ryuki.
"Cepat Hinata,!"
Keduanya berlari secepat mungkin mencari perawat, dan tentu saja dengan mudah mereka menjumpai dilorong rumah sakit.
Setelah Ryuki diserahkan keperawat lalu dibawa kedalam ruang ICU, Hinata berusaha menemani Ryuki tapi perawat melarangnya, akhirnya dengan berat hati Hinata membiarkan Ryuki dirawat sendirian.
Pundak Hinata bergetar tak kuasa menahan tangis melihat Ryuki dibawa keruang rawat tanpa dirinya, pipi mulusnya basah oleh air suci yang sedari tadi menetes dari amethystnya, dan agar tangisnya tak pecah, Hinata menutup mulutnya dengan telapak tangan dan tersedu-sedu.
"Hinata..." Naruto masih dengan raut khawatirnya mendekati Hinata, tidak tau apa yang ingin pemuda pirang itu katakan yang jelas perasaanya juga sama seperti siwanita indigo yang kini masih menangis.
"Narutoooh...hiks..." Tanpa disangka sebelumnya Hinata menghambur kepelukan sang Namikaze muda yang sering disebutnya 'menyebalkan'.
"Eh?!" Membulatkan iris safirnya, terkejut dengan gerakan tiba-tiba Hinata. Namun beberapa detik kemudian, safir itu kembali teduh. Mengerti apa yang sedang dirasakan istrinya itu, tidak mau mengganggu Naruto hanya diam saat Hinata memeluknya terlalu erat, dan dada bidang yang tertutup kaus itu ikut basah oleh airmata Hinata.
"Hiks...Ryuki-kun... hiks...aku takut Naruto..."
Sebagai seorang pria yang melihat wanita yang disukainya begitu rapuh dihadapanya, perasaan Naruto bergetar. Dengan ragu kedua tangan kekar yang sedari tadi bergantung disisi badanya, kini terangkat. Ragu ingin membalas mendekap tubuh mungil yang kini masih terisak dihadapanya.
Ragu jikalau Hinata menolaknya, Namun apa salahnya mencoba? perasaanya tulus, hanya ingin menenangkan dan memberikan perasaan nyaman terhadap ibu dari anaknya ini?.
Dengan keberanianya Naruto memutuskan membalas pelukan Hinata, "Hinata...sabarlah, aku yakin Ryuki tidak akan kenapa-napa." kedua tangan kekarnya melingkar dipunggung Hinata, lalu tangan kananya mendekap kepala Hinata agar lebih nyaman didadanya, mengusap lembut rambut indigo yang kini terlihat kusut.
Ternyata maksud Naruto berhasil membuat Hinata sedikit tenang. Aroma citrus yang melekat pada tubuh Naruto tak disadari Hinata telah mampu menghipnotisnya, perasaanya aman dan nyaman berada didekapan Naruto. Aroma tubuh Naruto yang dulu pernah membuatnya trauma, aroma tubuh yang dulu sangat dibencinya, aroma yang dulu pernah menempel ditubuhnya dan sangat ingin dihilangkanya dengan cara mandi berjam-jam diguyuran shower, kini aroma itu malah membuatnya merasa nyaman. Namun seperti sadar dan kenal bahwa aroma itu adalah milik seseorang yang ia kenal dan yakin yang ia peluk adalah Naruto, Hinata enggan membuka matanya. Malu, takut dan juga ada rasa gengsi.
Namun ia harus memastikan bahwa dada bidang yang kini ia gunakan untuk bersandar adalah orang yang dikenalnya.
Berlahan amethyst yang sudah membengkak dan masih sedikit basah itu terbuka pelan, saat mendongak yang pertama kali ia lihat adalah leher berwarna tan, warna kulit yang sangat ia kenal.
Dan beberapa detik kemudian Hinata mengumpulkan keberanianya untuk melihat wajah seseorang yang kini memeluknya, seseorang yang memberikanya rasa nyaman. Naruto-pun melihat Hinata yang bergerak pelan didalam dekapanya.
Saat amethyst dan safir itu bertemu pandang, ada rasa lain yang menggelitik hati keduanya, menimbulkan rasa canggung bagi keduanya.
"Maaf..." Kata itu yang terucap dari bibir tipis Hinata, dan begitu saja melepaskan pelukan Naruto.
"Ti-tidak apa-apa," Naruto tergagap, canggung. "Sebaiknya kita duduk saja, kau terlihat lelah." demi menghilangkan suasana canggung, Naruto mengajak Hinata duduk. Namun Hinata tak bergeming.
Entah apa yang ada didalam otak Naruto, "Ayolah..." Tiba-tiba menggenggam jemari Hinata dan menariknya berjalan menuju kursi tunggu didepan ruang ICU itu, Hinata sedikit terkejut atas gerakan tiba-tiba itu, namun tetap mengikuti mau Naruto.
Duduk berdua dikursi tunggu, keduanya terdiam sibuk dengan kekhawatiranya dengan Ryuki.
Naruto melirik Hinata yang menundukan kepalanya, kedua tangan halus Hinata terkepal diatas lutut menahan perasaanya, wajah sendunya terhalang oleh poni yang sudah mulai panjang itu. Walau samar Naruto masih bisa melihat, bahwa wanita manis disampingnya itu masih terus menangis.
"Eh? aku tau kau sangat khawatir," Naruto membuka percakapan. "Akupun juga menghawatirkanya," Diam sejenak, "Tapi kau yakin kan Ryuki itu pasti kuat? dia tidak akan apa-apa, jadi jangan menangis lagi, sebaiknya kita berdoa." Ucap Naruto berusaha menenangkan Hinata.
Hinata malah semakin terisak mendengar kata-kata Naruto, pundaknya berguncang-guncang lagi. Hinata tidak menyangka, disaat seperti ini malah Naruto yang selama ini dibencinya menguatkanya.
Mengangkat wajahnya lalu Hinata mengangguk tersenyum pada Naruto dengan mata dan pipi yang masih basah.
Naruto juga tersenyum membalas Hinata, lalu kedua tangan berwarna tan Naruto terangkat meraih wajah Hinata, dengan lembut dihapusnya airmata yang membasahi pipi putih itu dengan ibu jarinya. Perlakuan spontanitas Naruto itu membuat pipi yang tadi putih pucat kini menjadi putih bersemu merah.
Bersambung
Terima Kasih yang membacanya
Ikutkan ceritanya habis tamat chapter ini akan ada chapter yang baru ^^
Comments
Post a Comment