I Love You, Because My Little Cat Chapter 5
I Love You, Because My Little Cat Chapter 5
maaf ya yang menunggu karena ada msalah sdkit jdi ketunda sebentar, jadi mari kita lanjutkan lagi next chapnya lagi ditunggu 1jm lgi ^^
so Happy Reading~
Post by Dennis
I Love you, because my little cat
Story/Author : ©Hyugazumaki
Disclaimed : ©Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : Typo, OOC, Abal, Cerita pasaran
.
I Love you, because my little cat
Chapter : 5/11
...
Naruto merebahkan tubuhnya dibed berseprei cokelat tua bermotif pusaran air, kedua tanganya menutupi wajahnya. Entah apa yang sedang sikepala kuning itu sembunyikan, sampai-sampai harus menutup wajah tampanya itu. Berlahan Naruto membuka tanganya, seulas senyum mengembang diwajahnya. Menerawang mengingat pernikahan konyol yang ia jalani beberapa jam yang lalu.
Tanganya menyentuh bibirnya sendiri dengan ibu jari, mengusap berlahan bibir yang telah terpaksa digunakan untuk mencium kening sang istri, tak dipungkiri hal itu membuat pemuda kepala durian itu terbayang-bayang kejadian yang seharusnya ia anggap biasa saja. Tidak, tidak bisa... kulit Hinata terlalu lembut untuk dilupakan begitu saja oleh pemuda blonde ini.
Berfikir bahwa kini ia telah resmi menjadi seorang suami dari Hinata, itu artinya ia memang boleh menyentuh Hinata, bebas. Senyuman cabul tiba-tiba menghiasi wajah tampanya. Mengingat hangat dan lembut kulit Hinata waktu ia peluk dengan paksa waktu itu.
"Aaaarrrghh..." Mengacak-acak rambut kuningnya yang memang sudah acak-acakan, berharap bayangan tentang Hinata rontok berjatuhan dari dalam kepalanya. Namun hal itu sama sekali tidak berhasil, mata amethyst Hinata yang unik malah kini melintas dalam otaknya, wajah Hinata yang tadi ia lihat sangat cantik sepanjang upacara pernikahan, dan bibir tipis berwarna peach membayang didalam kepalanya.
Naruto memejamkan manik safirnya, menghela nafas dalam-dalam, lalu menghembuskanya berlahan. Membuka matanya menerawang langit-langit kamarnya yang berwarna putih, tanganya terangkat keatas seakan meraih sesuatu.
" .TA..." Lirihnya mengeja nama Hinata diatas udara, "Aaarrghhh...baka! baka! baka!" Umpat Naruto kembali mengacak-acak blondenya, sadar tingkahnya aneh.
"Hah... sebaiknya aku mandi, otaku rasanya benar-benar terganggu." Naruto merutuki kelakuanya yang mulai konyol. Kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan mandi.
x0x
Pagi telah menyapa kembali, burung-burung berkicau menambah suasana pagi yang sejuk dan segar semakin menenangkan.
Hinata yang masih tertidur berselimutkan selimut hangat berlahan membuka matanya, suara burung yang berkicau diatas pohon disamping kamarnya itu mengusik ketenangan Hinata.
"Ngh..." Hinata menarik kedua tanganya keatas, berkedip-kedip beberapa saat untuk membiasakan matanya dari cahaya yang lumayan menyilaukan. Lalu Hinata duduk mengucek kedua matanya dengan punggung tanganya, menguap dengan malas. Sampai kesadaranya mulai normal dan melihat sekeliling kamar.
"Hhah... ternyata bukan mimpi" Dengus Hinata menyadari bahwa kemarin ia telah resmi menjadi nyonya Namikaze, istri dari Naruto Namikaze, pria brengsek yang sudsh merenggut kesucianya. Dan kamar ini adalah kamarnya yang baru, kamar sebagai bagian dari keluarga Namikaze. Dan ketika ia nanti keluar kamar dan turun dilantai bawah, bukan lagi Neji dan ayahnya yang akan dia temui. Melainkan Minato dan Kushina.
"Haaah..." Hinata kembali menghela nafasnya dalam-dalam, rasanya sangat malas menghadapi hari-harinya kedepan. Iris lavendernya melirik kekanan, dimana jam meja berbentuk kucing manis itu menunjukan pukul 06.00. 'Jamnya mirip Naruto, bodoh!' senyum meremehkan.
"Humm..hhookk..." Hinata membungkam mulutnya yang baru saja mentertawakan Naruto yang mirip jam mejanya. Rasa mual yang beberapa hari ini ia alami kembali datang. 'Sial' Hinata langsung pergi kekamar mandinya, mencondongkan badanya kewastafel.
"Hoooeek...uhuk! Mmhhooek!"
Kushina yang sedang mengiris sayuran membantu maidnya memasak didapur mendongakan kepalanya keatas, kekamar Hinata. Tersenyum 'Aku dulu waktu mengandung Naruto juga begitu Hinata-chan' batin Kushina.
Hinata menatap pantulan dirinya dicermin, mengelap dengan tissu bibirnya yang terlihat basah.
"Ini menyiksa sekali!" Dengusnya pelan, lalu mengelus perutnya pelan. "Kalau tidak karena Kushina kaasan aku tidak sudi mengandungmu! bodoh! Naruto bodoh!" Hinata menggembungkan pipinya, menghentakan kakinya pelan, Kesal.
"Kaasan yakin kau tidak akan menyesal melahirkanya Hinata." Ucap ibu bersurai merah dan indah itu, mengagetkan Hinata.
"Eh?" Hinata membalik tubuhnya, berhadapan dengan Kushina yang entah sejak kapan berada dipintu kamar mandi yang tidak ditutup Hinata.
"Kudengar kau muntah-muntah, kemarilah..." Kushina tersenyum manis, dan menggandeng tangan Hinata keluar kamar mandi, kemudian duduk ditepian bed.
"Itu namanya morning sickness, dan itu wajar dialami oleh wanita yang hamil. Ini pil untuk mengurangi rasa mualmu." Kushina masih tersenyum hangat sembari menyodorkan pil pengurang rasa mual untuk wanita hamil kepada Hinata. Hinata menyambutnya dengan wajah yang tidak enak.
"Beristirahatlah, kau terlihat pucat nanti biar pelayan mengantarkan sarapan untukmu"
"Aku tidak apa-apa kaasan, sebentar lagi aku akan turun" Jawab Hinata.
"Baiklah kalau begitu, mandilah dengan air hangat. Naruto dan tousan sudah menunggu kita untuk sarapan." Ucap Kushina, mengelus pucuk rambut biru gelap Hinata.
"Um..hu'um." Hinata mengangguk dan tersenyum, lalu Kushina beranjak keluar dari kamar menantunya.
Kushina menuruni tangga yang menghubungkan lantai satu dan kamar atas, lalu berjalan kemeja makan, membaur bersama Naruto dan suami kuningnya yang sudah duduk manis dimeja makan. Kedua orang pria yang sangat mirip itu menyambut Kushina dengan senyuman yang juga samgat mirip.
"Mana Hinata-chan Kushina?" Tanya Minato yang memang tau bahwa Kushina memanggil Hinata untuk makan.
"Hinata bilang akan menyusul, kasihan sekali Hinata sangat tersiksa dengan kehamilanya." Ucap Kushina, menceritakan keadaan Hinata.
"Jangan terlalu memanjakanya kaasan, dari kemarin kaasan terus memperhatikan Hinata." Naruto terlihat cemburu, wajahnya cemberut dengan seragam sekolah yang lengkap.
"Hei? kau cemburu Naruto?, tidak malu dengan seragamu?" Selidik Ibunya iseng.
"Siapa yang cemburu?" Jawab Naruto "Aku hanya tidak suka kaasan terlalu dekat denganya."
"Naruto... memangnya kenapa? kau sudah membuat kesalahan yang sangat besar. Dan hanya dengan ini kaasan membantumu bertanggung jawab, kau seharusnya juga bersikap baik pada Hinata." Kushina mencoba menjelaskan. "Masih untung Hiashi-san tidak membiarkanmu dipenjara, dan malahan mempercayakan putrinya untuk tinggal bersama kita! bukan begitu Minato?" Lanjut Kushina, Minato hanya mengangguk mengiyakan istrinya yang selalu banyak bicara. Atau kalau tidak istrinya akan marah.
"Iyaa aku mengerti, aku sangat menyayangi kaasan. Aku hanya takut kaasan berbalik tidak memperdulikanku!" Naruto protes.
"Kaasan sangat menyayangimu Natuto" Jawab Kushina, mengusap kepala kuning anaknya.
"Tadi kaasan tidak membangunkanku, malah menyiapkan makanan untuk Hinata." Naruto masih protes,
"Hahaha... maaf Naruto, Hinata-chan kan baru pertama kali hamil, jadi kaasan hanya menyiapkan makanan apa saja yang harus dikonsumsinya. Itu demi anakmu juga kan?" Ucap Kushina dengan senyum yang terlihat salah tingkah.
"Kaasan menyebalkan!" Ucap Naruto cemberut.
"Kau ini sudah besar Naruto! masih saja bersikap seperti itu." Minato ikut berkomentar, sambil meminum kopinya yang mulai dingin.
"Tousan cemburu yaa?" Naruto nyengir menggoda ayahnya, "Hahaha
..tousan cemburu."
"Tidak Naruto!" Minato berkilah, wajahnya mulai konyol membela diri.
"Hahaha..padahal setiap hari tousan tidur dengan kaasan, masih saja cemburu pada anak sendiri." Ejek Naruto, dengan cengiran khasnya.
"Kau nakal Naruto..." Ucap Kushina, mencubit pipi bergaris tiga milik Naruto.
"Aaaa...sakit kaasan!" Naruto menjerit- jerit heboh, Kushina dan Minato tertawa terbahak-bahak melihat Naruto yang memasang tampang kesakitan.
Hinata yang sedari tadi berdiri didekat guci besar disekitar meja makan hanya tersenyum tipis melihat kedekatan Naruto dan kedua orangtuanya, enggan menghampiri dan merusak suasana hangat itu.
Namun ternyata Minato menyadari kedatangan Hinata yang sudah berdiri didekat mereka.
"Hei? Hinata-chan kenapa berdiri saja disitu?" Ucap Minato.
"Kemarilah Hinata-chan..." Kushina-pun mengajak Hinata bergabung, Naruto memalingkan wajahnya sebal.
Dengan langkah ragu Hinata mendekat, melihat Naruto Hinata malas duluan. Tatapan benci Hinata pada Naruto juga disadari Kushina.
"S-selamat pagi?" Ucap Hinata, kemudian menggeser kursi dan duduk berhadapan dengan Naruto.
"Selamat pagi Hinata-chan..." Minato dan Kushina menyambut Hinata dengan senang.
"Nah Hinata, kau harus makan ikan buatan kaasan ya. Ikan sangat baik untuk kesehatanmu dan bayimu." Kushina sibuk menyiapkan makanan untuk Hinata.
"Ano...kaasan biar aku mengambilnya sendiri" Hinata mengambil piring yang tadinya dipegang Kushina, karena merasa tidak enak.
"Kau manja sekali!" Naruto sebal melihat kaasan nya perhatian terhadap Hinata.
"Siapa yang manja? kau saja yang terlalu sensitif Naruto!" Kilah Hinata, pipinya menggembung sebal.
"Heii... kalian jangan ribut, kalau kalian tidak bisa akur...tousan akan menyuruh kalian tinggal diapartemen berdua saja!" Ucap Minato mendeathglare Naruto dan Hinata.
"Tidak...tidak mau Minato tousan." Hinata langsung gugup atas pernyataan Minato.
"Aku juga tidak mau!" Naruto juga menolak.
"Ya sudah... sekarang makanlah, dan Naruto cepat habiskan makananmu, nanti kau terlambat." Ujar Kushina.
"Suapi kaasan..." Rengek Naruto manja.
"Kau tidak malu pada Hinata-chan Naruto?" Tanya Kushina.
"Biar dia tau, kaasan hanya menyayangiku." Jawab Naruto melirik Hinata yang mulai menyantap ikanya.
Hinata menatap Naruto tajam.
"Apa?! kau mau protes?" Tanya Naruto, bibirnya mengerucut.
"Aku tidak peduli Naruto, dasar manja.." Dengus Hinata pelan, tetapi itu tetap saja didengar Naruto.
"Kau bilang apa ha!"
"Tidak ada!"
"Aku dengar! kau bilang aku manja!"
"Yasudah, kenapa tanya!"
"Hei Naruto!" Kushina mulai gerah dengan sikap menantu dan anaknya yang mulai saling menunjukan ketidak cocokan, mereka benar-benar seperti anak kecil.
Keduanya terdiam mendengar Kushina mulai marah.
"Kelihatanya kalian memang harus tinggal berdua saja diapartemen," Wajahnya yang biasanya lembut kini terlihat serius, "Supaya kalian bisa saling membantu dan menjaga." Ucap Minato yakin.
"Tapi tousan ak-"
"Tidak ada yang namanya tapi!" Minato memotong kalimat protesan Naruto. "Kalian sudah membuat jam makan pagiku terlambat 15 menit." Lanjut minato, sementara Kushina hanya menghela nafasnya.
Keduanya masih diam, mungkin menyesal telah membuat Minato kehilangan kesabaran.
"Ini semua gara-gara kau," Bisik Naruto, mendeathglare Hinata yang duduk berhadapan denganya.
"Aku juga tidak mau Naruto! ini salahmu!" Berteriak seakan tidak memperdulikan ada Minato dan Kushina, Hinata mulai jengah. "Coba saja kalau kau
tidak membuatku hamil!" Hinata emosi dan berteriak-teriak, memarahi Naruto.
"Salahmu! Salahmu terlalu subur! Aku kan hanya melakukanya sekali, kenapa kau langsung hamil begitu?!" Ucap Naruto yang membuat kedua orang tuanya sweetdrop.
"Lagipula, aku yakin itu bukan anaku!" Ujar Naruto, kontan semua kaget. Termasuk Hinata yang terlihat sangat terpukul.
"Cukup Naruto! kau sudah keterlaluan!" Bentak Minato.
"Aku sudah selesai, aku sudah kenyang." Ucap Hinata dan berdiri dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Minato dan Kushina begitu saja. Sekilas Kushina melihat mata Hinata basah.
"Aku juga sudah selesai!" Naruto ikut berdiri akan beranjak dari kursinya.
"Naruto...kau harus minta maaf pada Hinata-chan!" Perintah Kushina.
"Kenapa selalu aku kaasan?"
"Karena kau memang salah!" Ucap Minato.
"Bulan depan kau tidak boleh ikut liburan ke pulau bali, jika Hinata belum memaafkanmu." Lanjut Kushina.
"Baiklah...baiklah, aku akan minta maaf. Tapi nanti kalau aku pulang sekolah, sekarang aku harus pergi." Ucap Naruto, kemudian menyandang tas sekolahnya yang sedari tadi ada dibelakang tempat ia duduk. Kemudian pergi meninggalkan Minato dan Kushina setelah sebelumnya berpamitan.
x0x
Rambut blondenya bergerak-gerak oleh tiupan angin yang berhembus pelan, duduk diatas atap sekolah yang lebih mirip landasan hellicopter. Terdapat pagar pembatas disekeliling sisinya.
Naruto duduk menyandarkan tubuhnya pada tembok yang tidak terkena sinar matahari, bersedekap, pandanganya lurus kedepan. Pikiranya sedang dikuasai oleh hal-hal yang membuatnya pusing beberapa minggu ini.
Mulai ia gagal dalam olympiade kimia dan gagal mendapat mobil idamanya, melampiaskan kekesalan pada Hinata, dan sekarang ia harus menikah dalam usia yang sangat muda. Hancur, hidupnya terasa hancur.
Tapi lebih hancur mana dibandingkan dengan Hinata? gadis itu lebih pintar darinya, seharusnya gadis itu masih disini, belajar. Mengembangkan kemampuanya, bukan dirumah, memasak dan nantinya malahan akan mengurus bayi. Dan itu semua karena siapa? karena dirinya.
Dan perlakuan apa yang selama ini ia lakukan untuk menebus semua kesalahanya? tidak ada. Selama ini ia malah selalu bersikap seenaknya kepada Hinata, berbuat kasar, tidak mau mengakui perbuatan nistanya, malah menuduh Hinata hamil dengan lelaki lain. Betapa berdosanya dirinya mengingat semua itu.
Bugh! Tangan kekar itu meninju tembok yang tidak bersalah, meluapkan segala rasa yang ada didalam dadanya.
"Hinata... maaf." Ucapnya lirih. "Tapi aku sangat takut menerima kenyataan ini. Aku tidak siap..."
x0x
"Hinata-chan..." Ibu cantik bersurai merah itu mengusap lembut rambut menantu kesayanganya yang sedari tadi masih meringkuk menangis atas perlakuan Naruto tadi pagi.
"Kenapa Naruto selalu jahat padaku Kushina kaasan?" Isak Hinata, matanya sudah terlihat membengkak karena sudah terlalu lama menangis.
"Hinata...maafkan Naruto." Hanya itu yang selalu keluar dari bibir Kushina, sedangkan bagi Hinata, bagaimana ia bisa memaafkan seseorang yang telah menghancurkan hidupnya? bahkan meminta maaf juga tidak. Tidak...Hinata berat untuk memaafkan pemuda itu.
"Hinata...ayolah makan dulu, kaasan tidak mau kau sakit." Ujar Kushina yang masih gigih membujuk Hinata untuk makan, karena sedari tadi pagi Hinata belum sarapan.
"Aku tidak lapar kaasan." Jawab Hinata,
"Tapi makanlah sedikit untuk bayimu"
"Kaasan aku tidak mau..."
Kushina benar-benar pusing meladeni Naruto dan Hinata, semua keras kepala. Bagi Kushina ini seperti sedang mengasuh dua balita.
"Hinata...kau boleh minta makan apa saja, asalkan kau makan." Kushina mulai merayu.
"B-benarkah?" Hinata memastikan.
"Iya, memangnya kau sedang ingin makan apa?" Tanya Kushina dengan sabar.
Mengusap airmatanya sendiri dengan punggung tanganya, lalu bergerak duduk dari posisi meringkuknya, "A-aku ingin makan kue mochi."
"Mochi? baiklah, nanti biar kaasan minta Naruto belikan untukmu ya?"
"Huum..." Hinata mengangguk senang,
"Sekarang kau harus makan dulu Hinata."
"Baiklah kaasan".
x0x
"Aaarrghhh!" Naruto mengacak rambut kuningnya, wajahnya masam setelah menerima telepon dari Kushina beberapa menit yang lalu, kemudian memasukan smartphonenya kedalam saku kemejanya lagi.
"Kau kenapa lagi Dobe?" Tanya pemuda raven yang sedang merapikan buku-buku pelajaranya dimeja.
"Kaasan memintaku mampir ke toko kue, untuk membeli kue mochi" Jawab Naruto masih nampak kesal.
"Turuti saja." Jawab Sasuke enteng.
"Aku malu, apa kata dunia jika pemuda setampanku membeli kue?" Menatap Sasuke seakan meminta pendapatnya.
"Hm memangnya kenapa?"
"Seorang pria tidak berbelanja." Naruto menarik tanganya dan melipatnya didadanya, bersedekap.
"Memangnya siapa yang makan mochi? Kushina basan setauku tidak makan kue semacam itu?"
"Wanita hamil itu yang meminta." Jawab Naruto mengerucutkan bibirnya malas.
"Hn? Istrimu maksudnya?"
"Ah... anak angkat keluargaku lebih pantasnya" Jawab Naruto.
"Jangan begitu Dobe."
"Ahh...iya terserahlah" Naruto mengalah, malas berdebat dengan Sasuke.
"Sasuke? apa kau percaya tentang keinginan yang harus dituruti saat wanita hamil?" Tanya Naruto dengan wajah serius.
"Maksudnya apa?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya melirik Naruto tak mengerti.
"Kaasan bilang Hinata sedang ngidam, dan dia ingin makan kue mochi dan harus aku yang membelikanya bukan yang lain." Ujar Naruto, masih dengan ekspresi yang serius.
"Ngidam? apa itu ngidam? aku belum pernah dengar istilah itu. Lalu apa masalahnya?" Tanya Sasuke, tidak biasanya ia begitu ingin tahu masalah Naruto.
"Kaasan bilang jika tidak dituruti bayi Hinata akan cacat, kaasan tidak mau mempunyai cucu yang cacat." Naruto mengingat-ingat kata Kushina ditelepon tadi.
"Benarkah begitu? kalau begitu belikan saja, kau tidak mau kan anakmu cacat?"
Naruto tampak berfikir, "Ah aku tidak peduli!" kemudian berubah fikiran lagi, "Tapi...Teme? ayo antarkan aku."
"Tidak mau"
"Ayolah..."
"Sudah kubilang tidak mau!"
"Aaaahh...ayolah..." Naruto menarik tangan Sasuke begitu saja, meninggalkan ruang kelas mereka yang sudah sepi. Seperti biasa walau Sasuke selalu bersikap dingin dan acuh namun tidak pernah bisa menolak keinginan sahabat kuningnya itu.
.
.
"Tadaima..."
"Naruto...kau sudah pulang?" Kushina menyambut Naruto dan tersenyum ketika mengetahui putranya membawa bungkusan ditas plastik.
"Itu pasti mochi buat Hinata-chan?"
"Iya seperti yang kaasan minta" Jawab Naruto malas.
"Sekarang berikanlah pada Hinata."
"Kenapa harus aku kaasan? aku lelah mau istirahat."
"Karena kau juga harus meminta maaf! atau tidak berangkat ke bali?!" Ancam Kushina dengan wajah yang mengerikan.
"Heee? iya iya baiklah.." Dengan malas Naruto naik kelantai atas, untuk menemui Hinata.
Ketika tubuh tegapnya sudah berada didepan pintu berwarna putih itu, Naruto ragu. Mengetuk pintu atau dia langsung pergi kekamarnya saja untuk tidur dan mengabaikan Hinata. Tapi bagaimana jika ibunya tau dan melarangnya kebali?
Akhirnya Naruto memutuskan untuk mengetuk pintu istrinya.
Tok...tok..tok...
"Masuklah...tidak dikunci." Tidak tahu siapa yang mengetuk pintu Hinata mempersilahkan begitu saja, mungkin Kushina kaasan pikirnya.
Greek... pintu terbuka lebar menampakan sesosok gadis, bukan! tapi wanita sedang menyisir rambut indigonya yang panjang didepan kaca riasnya.
"Aaaa! mau apa kau!" Kaget saat mengetahui siapa yang masuk kekamarnya.
"Hanya mengantarkan mochi, kalau tidak mau ya sudah biar aku buang." Naruto berbalik ingin meninggalkan kamar Hinata.
"A-aku mau." Jawab Hinata dengan cepat, Naruto pun berbalik dan memberikan sekotak mochi beraneka macam rasa.
Setelah mochi berpindah tangan ditangan Hinata, Naruto masih berdiri canggung didepan Hinata.
"Kenapa masih disitu?!, kau tidak akan memaksaku lagi kan?" Selidik Hinata.
"Tch! aku hanya ingin minta maaf"
"Soal apa?"
"Soal menuduhmu hamil dengan pria lain"
"Oh itu..."
"Iya...tapi itu bukan berarti aku menerima anak yang kau kandung!"
"Terserah! aku juga tidak peduli pada bayi ini!, kaasanmu saja yang memaksaku!"
"Terserahlah, sebaiknya kita jangan sering bertengkar. Aku tidak mau tinggal diapartemen berdua denganmu."
"Apa lagi aku, aku tidak mau tinggal berdua dengan sampah"
"Kau bilang apa?!"
"Sampah!"
"Aku baru saja meminta maaf kau malah mencari gara-gara!" Wajah tampan yang sudah terlihat lelah Naruto memerah, sedikit terusik oleh kata-kata Hinata.
"Aku hanya bicara sampah! kenapa kau sangat sensitif?" Menghadap cermin dan mengacuhkan Naruto yang masih berdiri disampingnya.
"Siapa yang kau bilang sampah?"
"Tidak ada! dasar kuning! bodoh!"
"Kau bilang aku kuning bodoh?! lihat saja anak yang kau lahirkan nanti! biar saja dia mirip denganku! kuning bodoh!"
"Tidak! aku tidak mau punya anak sepertimu! dasar Nanas!"
"Lihat saja anakmu sudah terkena kutukanku!"
"Pergiiii kau Naruto!" Hinata berdiri dan mendorong tubuh kekar Naruto dengan tanganya.
"Aku tidak mau!"
"Pergiiii! dasar Nanas!"
"Shikamaru yang nanas bukan aku!"
"Pergi...!" Hinata berhasil mendorong tubuh Naruto keluar kamarnya dan 'Blam!' Pintu kamar Hinata tertutup
"Dasar wanita aneh" Menggerutu dan berjalan kekamar sebelah, membuka knop pintu dan masuk kedalam kamar pribadinya.
Sementara didalam kamar Hinata berdiri dibalik pintu, dadanya berdegup kencang. Entah kenapa Hinata merasakan hal yang menyebalkan tapi juga menggelitik perasaanya.
Iris lavendernya melirik kotak berisi mochi, mochi yang dibelikan Naruto suami yang sangat menyebalkan bagi Hinata. Dengan segera Hinata membuka kue yang entah kenapa sangat diinginkanya sejak beberapa hari yang lalu.
"Umm...nyam.." Memasukan satu butir kue berbentuk bulat berisi cokelat itu. Tersenyum tipis saat membayangkan Naruto yang tinggi gengsi itu membeli kue. Pasti ibu-ibu atau wanita-wanita yang berada ditoko itu mentertawakanya.
"Ini seperti mengerjai Naruto, biarkan saja." Hinata mengulum senyumnya, seperti ada rencana jahat dipikirkanya.
x0x
Masih teringat perkataan Kushina tiga bulan yang lalu saat Naruto harus menuruti apa yang Hinata minta dalam masa ngidam. Dan selama itu juga Hinata berkesempatan mengerjai Naruto, walau tak setimpal tapi cukuplah sebagai tindak sedikit pertanggungjawaban Naruto atas perbuatanya.
Sudah banyak yang Hinata minta, termasuk hal-hal yang tidak masuk akal. Seperti ingin makan semangka berbentuk hati, dan saat itu pula dengan sebal Naruto berjuang mati-matian mencari buah tak lazim itu. Tentunya tanpa bantuan dari anak buah ayahnya, karena Minato melarang mereka membantu Naruto. Naruto selalu menolak, tapi berbagai ancaman dari Kushina selalu membuatnya menurut.
Seperti malam ini, disaat semua sudah terlelap dalam tidurnya wanita yang perutnya kini sudah sedikit membesar malah berguling kekanan dan kekiri, tidak bisa tidur. Ingin memakan sesuatu, sate ayam bumbu kecap.
"Haaaah...tidak boleh sekrang, besok saja!" Gumamnya pada diri sendiri, menutup wajahnya dengan bantal.
"Tapi aku ingin makan sekarang..." Diliriknya jam dimeja lampu dekat ranjangnya, sudah menunjukan pukul 23.12.
"Naruto pasti sudah tidur." Hinata beranjak dari tidurnya, membuka pintu dan keluar kamar, melangkahkan kakinya kekamar Naruto.
'Tok...tok..tok...' Suara ketukan pintu tak membuat Naruto bergerak sedikitpun.
Hinata menunggunya beberapa saat, tetapi sang pemilik kamar tak bergeming.
"Naruto...bangun!" Lelah menunggu akhirnya Hinata mencoba membuka pintu kamar Naruto.
'Kriieeet...' "Tidak terkunci?" Hinata berjalan berlahan mendekati Naruto yang tidur memeluk guling berwarna orange senada dengan spreinya, walau lampu hanya bersinar temaram cukup membuat wajah tampan Naruto terlihat dalam keremangan.
Tangan mungil Hinata menyentuh berlahan pundak Naruto yang naik turun teratur karena nafasnya, menggoyangkan pelan tubuh suaminya yang beberapa bulan lalu ia benci. Lalu? apakah saat ini Hinata tidak membenci Naruto?, semua bisa berubah. Pernah dengar istilah 'Tumbuhnya cinta sebab karena kebiasaan'. Ah tapi diantara mereka tidak pernah ada tanda-tanda cinta.
"Naruto...Naruto...bangunl ah"
"Nggh..." Menepis tangan yang menggoyang-goyangkan tubuhnya dan kembali terlelap.
"Tch! dasar pemalas! bangun Naruto! bangun!" Hinata menggoyangkan tubuh Naruto dengan kasar, sementara Naruto hanya menggeliat malas.
"Ngg...apa lagi Hinata?" Namun matanya masih terpejam, 'Hinata? sejak kapan Hinata berani masuk kedalam kamarnya? ah pasti hanya mimpi'. Membuka iris safirnya dengan perlahan, dan ia dapati wanita yang beberapa bulan ini menyusahkanya berjongkok sedekat ini wajahnya.
"Haa! mau apa kau!" Naruto berjingkat kaget, ternyata suara yang memanggilnya tadi nyata.
"Maaf Naruto..." Memainkan kedua telujuknya didepan dada, wajahnya memerah gugup melihat Naruto yang ternyata bertelanjang dada. Mengekspose tubuh seksinya.
"Mau apa kau kemari?"
"A-aku...aku ingin makan sate ayam.."
"Apa?! ini sudah malam dan kau ingin makan?, aku tidak akan menurutimu!"
"Memangnya kenapa? kau lupa pesan kaasan? aku akan mengadukanmu!" Berbalik dan ingin meninggalkan Naruto.
"Mau kemana?" Menarik tangan Hinata untuk tetap tinggal, "Jangan suka mengadu yang tidak-tidak pada pada kaasan"
"Tidak jika kau menurutiku!"
"Baiklah aku akan pergi tapi berhubung ini sudah malam, ada syaratnya" Naruto menyeringai, sementara Hinata merasakan firasat yang buruk.
"A-apa?"
"Cium aku"
"Dasar kau hentai!" Hinata memukul Naruto dengan tanganya.
"Hanya cium"
"Tidak mau!" Wajah putih Hinata memerah, walau tidak terlihat tetapi Naruto menyadarinya.
"Hahahaha... kenapa kau malu begitu, aku hanya bercanda" Terkekeh melihat tingkah Hinata.
"Menyebalkan!" Hinata mengerucutkan bibirnya menutupi rasa malunya digoda Naruto.
"Baiklah baiklah...aku berangkat. tapi aku tidak menjamin selarut ini masih ada penjual sate." Naruto bergegas turun dari tempat tidurnya, mrngambil kaos putihnya dan memakainya.
"Na-Naruto..."
"Apa lagi? dasar merepotkan"
"Pastikan penjualnya berkumis dan botak!"
"Permintaan macam apa itu?!"
"Ayolah, aku ingin makan sate seperti itu, yang penjualnya berkumis tebal dan botak!"
"Bunuh saja aku Hinata!"
x0x
Tinggal selama tujuh bulan bersama keluarga Namikaze tidak buruk juga bagi Hinata yang mulai terbiasa dengan lingkungan keluarga barunya itu. Semua penghuni rumah mewah itu ramah dan hangat, maid dan pengawal pribadi keluarga kaya itu juga semua baik pada Hinata. Apalagi Kushina dan Minato sangat perhatian dan menyayanginya.
Jikapun ada alasan Hinata tidak betah tinggal bersama keluarga Namikaze itu hanyalah karena Naruto yang sering mengganggunya. Namun semua itu tidak lagi menjadi masalah besar bagi Hinata, karena dengan senang hati Kushina akan menghajar dan memarahi Naruto karena mengganggu Hinata.
Hinata sendiri lebih senang jika Naruto tinggal diapartemenya, itu artinya ia tidak perlu mengalami hal-hal aneh karena perbuatan Naruto.
Seperti kemarin-kemarin saat Hinata hamil muda, Naruto memilih tinggal diapartemen. Apalagi kalau bukan menghindari ngidam Hinata yang membuat kepalanya pusing.
Tapi sudah tiga bulan ini Naruto lebih senang tinggal dirumahnya, tentu saja karena Hinata sudah hamil 8 bulan dan otomatis masa-masa ngidamnya juga sudah berlalu. Kehadiran Naruto membuat Hinata selalu sebal.
Pagi itu dimeja sarapan, Hinata yang perutnya sudah mulai membesar sedang menyiapkan sarapan, mengolesi roti dengan berbagai macam selai dan menyiapkanya disebuah piring besar. Minato dan Kushina memang lebih suka menyiapkan masakan sendiri dari pada disiapkan maid, karena menurut Kushina jika semua disiapkan maid keindahan menjadi sebuah keluarga itu tidak terasa, maka dari itu Kushina juga mengajarkan Hinata untuk menyiapkan sarapan dan mengurus suami secara mandiri.
Sedang asik mengolesi roti tawar dengan selai mata Hinata melirik kesamping saat suara langkah seseorang menuruni tangga. Memutar kembali manik lavendernya memperhatikan rotinya, tidak tertarik menyapa pemilik langkah yang ternyata adalah Naruto.
"Hei gendut." Sapa pria berkulit tan yang sudah berdiri disamping Hinata, "Aku mau roti isi nanas." Kemudian duduk dikursi makanya, aroma citrus menguar dari tubuhnya dan menyapa hidung Hinata.
Hinata melirik malas kearah suaminya yang ternyata sudah berseragam sekolah rapi, "Jangan panggil aku gendut!" Hinata membentak Naruto, "Dan hari ini tidak ada selai nanas! habis." Ucap Hinata kesal.
Kushina yang sedang memanaskan daging cincang didapur hanya menggeleng mendengar menantu dan anaknya sudah ribut pagi-pagi.
Naruto mengambil roti yang sudah diolesi selai cokelat dan memakanya, "Nyam..." memakan dengan lahap roti buatan Hinata.
"Rasanya aneh, selai apa ini?"
"Kalau rasanya aneh kenapa kau habiskan!, dasar menyebalkan!"
"Hehehe...jangan marah, nanti badanmu bertambah gendut." Ucap Naruto, membuat Hinata mendelikan matanya.
"Kau selalu memanggilku gendut! Dobe!"
"Hei...kenapa kau jadi ikut-ikutan Teme memanggilku Dobe?"
"Karena kau memang Dobe!, apa kau tidak terima aku memanggilmu dengan panggilan sayang kalian?"
"Panggilan sayang? apa maksudnya?"
"Iya kau dan Sasuke kan pacaran?"
"Enak saja, aku masih tertarik pada perempuan"
"Menjijikan dasar gay!"
"Kalau aku gay kau tidak akan hamil!"
Blush... wajah Hinata memerah.
"Hei..hei..kalian hentikan, bertengkar terus. kalian kan sebentar lagi akan menjadi orang tua? dan Naruto hari ini terakhir kau kesekolah kan?" Ibu bersurai merah dan panjang itu sudah berada diantara mereka, meletakan piring berisi daging cincang yang sudah dibumbui, kemudian duduk disamping anaknya.
"Iya, dan besok adalah pesta kelulusan" Menggigit lagi roti keduanya.
"Oh ya, mungkin sebentar lagi Hinata-chan juga akan melahirkan, tahun ini tahun keberuntunganmu Naruto" Kushina tersenyum mengusap kepala kuning anakmya.
"Jadi sebentar lagi dirumah ini akan ada seorang bayi ya, ah pasti berisik" Gumam Naruto. Hinata meliriknya dengan sebal.
"Hehehem...pasti akan menyenangkan Naruto" Jawab Kushina.
maaf ya yang menunggu karena ada msalah sdkit jdi ketunda sebentar, jadi mari kita lanjutkan lagi next chapnya lagi ditunggu 1jm lgi ^^
so Happy Reading~
Post by Dennis
I Love you, because my little cat
Story/Author : ©Hyugazumaki
Disclaimed : ©Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : Typo, OOC, Abal, Cerita pasaran
.
I Love you, because my little cat
Chapter : 5/11
...
Naruto merebahkan tubuhnya dibed berseprei cokelat tua bermotif pusaran air, kedua tanganya menutupi wajahnya. Entah apa yang sedang sikepala kuning itu sembunyikan, sampai-sampai harus menutup wajah tampanya itu. Berlahan Naruto membuka tanganya, seulas senyum mengembang diwajahnya. Menerawang mengingat pernikahan konyol yang ia jalani beberapa jam yang lalu.
Tanganya menyentuh bibirnya sendiri dengan ibu jari, mengusap berlahan bibir yang telah terpaksa digunakan untuk mencium kening sang istri, tak dipungkiri hal itu membuat pemuda kepala durian itu terbayang-bayang kejadian yang seharusnya ia anggap biasa saja. Tidak, tidak bisa... kulit Hinata terlalu lembut untuk dilupakan begitu saja oleh pemuda blonde ini.
Berfikir bahwa kini ia telah resmi menjadi seorang suami dari Hinata, itu artinya ia memang boleh menyentuh Hinata, bebas. Senyuman cabul tiba-tiba menghiasi wajah tampanya. Mengingat hangat dan lembut kulit Hinata waktu ia peluk dengan paksa waktu itu.
"Aaaarrrghh..." Mengacak-acak rambut kuningnya yang memang sudah acak-acakan, berharap bayangan tentang Hinata rontok berjatuhan dari dalam kepalanya. Namun hal itu sama sekali tidak berhasil, mata amethyst Hinata yang unik malah kini melintas dalam otaknya, wajah Hinata yang tadi ia lihat sangat cantik sepanjang upacara pernikahan, dan bibir tipis berwarna peach membayang didalam kepalanya.
Naruto memejamkan manik safirnya, menghela nafas dalam-dalam, lalu menghembuskanya berlahan. Membuka matanya menerawang langit-langit kamarnya yang berwarna putih, tanganya terangkat keatas seakan meraih sesuatu.
" .TA..." Lirihnya mengeja nama Hinata diatas udara, "Aaarrghhh...baka! baka! baka!" Umpat Naruto kembali mengacak-acak blondenya, sadar tingkahnya aneh.
"Hah... sebaiknya aku mandi, otaku rasanya benar-benar terganggu." Naruto merutuki kelakuanya yang mulai konyol. Kemudian beranjak dari tempat tidurnya dan mandi.
x0x
Pagi telah menyapa kembali, burung-burung berkicau menambah suasana pagi yang sejuk dan segar semakin menenangkan.
Hinata yang masih tertidur berselimutkan selimut hangat berlahan membuka matanya, suara burung yang berkicau diatas pohon disamping kamarnya itu mengusik ketenangan Hinata.
"Ngh..." Hinata menarik kedua tanganya keatas, berkedip-kedip beberapa saat untuk membiasakan matanya dari cahaya yang lumayan menyilaukan. Lalu Hinata duduk mengucek kedua matanya dengan punggung tanganya, menguap dengan malas. Sampai kesadaranya mulai normal dan melihat sekeliling kamar.
"Hhah... ternyata bukan mimpi" Dengus Hinata menyadari bahwa kemarin ia telah resmi menjadi nyonya Namikaze, istri dari Naruto Namikaze, pria brengsek yang sudsh merenggut kesucianya. Dan kamar ini adalah kamarnya yang baru, kamar sebagai bagian dari keluarga Namikaze. Dan ketika ia nanti keluar kamar dan turun dilantai bawah, bukan lagi Neji dan ayahnya yang akan dia temui. Melainkan Minato dan Kushina.
"Haaah..." Hinata kembali menghela nafasnya dalam-dalam, rasanya sangat malas menghadapi hari-harinya kedepan. Iris lavendernya melirik kekanan, dimana jam meja berbentuk kucing manis itu menunjukan pukul 06.00. 'Jamnya mirip Naruto, bodoh!' senyum meremehkan.
"Humm..hhookk..." Hinata membungkam mulutnya yang baru saja mentertawakan Naruto yang mirip jam mejanya. Rasa mual yang beberapa hari ini ia alami kembali datang. 'Sial' Hinata langsung pergi kekamar mandinya, mencondongkan badanya kewastafel.
"Hoooeek...uhuk! Mmhhooek!"
Kushina yang sedang mengiris sayuran membantu maidnya memasak didapur mendongakan kepalanya keatas, kekamar Hinata. Tersenyum 'Aku dulu waktu mengandung Naruto juga begitu Hinata-chan' batin Kushina.
Hinata menatap pantulan dirinya dicermin, mengelap dengan tissu bibirnya yang terlihat basah.
"Ini menyiksa sekali!" Dengusnya pelan, lalu mengelus perutnya pelan. "Kalau tidak karena Kushina kaasan aku tidak sudi mengandungmu! bodoh! Naruto bodoh!" Hinata menggembungkan pipinya, menghentakan kakinya pelan, Kesal.
"Kaasan yakin kau tidak akan menyesal melahirkanya Hinata." Ucap ibu bersurai merah dan indah itu, mengagetkan Hinata.
"Eh?" Hinata membalik tubuhnya, berhadapan dengan Kushina yang entah sejak kapan berada dipintu kamar mandi yang tidak ditutup Hinata.
"Kudengar kau muntah-muntah, kemarilah..." Kushina tersenyum manis, dan menggandeng tangan Hinata keluar kamar mandi, kemudian duduk ditepian bed.
"Itu namanya morning sickness, dan itu wajar dialami oleh wanita yang hamil. Ini pil untuk mengurangi rasa mualmu." Kushina masih tersenyum hangat sembari menyodorkan pil pengurang rasa mual untuk wanita hamil kepada Hinata. Hinata menyambutnya dengan wajah yang tidak enak.
"Beristirahatlah, kau terlihat pucat nanti biar pelayan mengantarkan sarapan untukmu"
"Aku tidak apa-apa kaasan, sebentar lagi aku akan turun" Jawab Hinata.
"Baiklah kalau begitu, mandilah dengan air hangat. Naruto dan tousan sudah menunggu kita untuk sarapan." Ucap Kushina, mengelus pucuk rambut biru gelap Hinata.
"Um..hu'um." Hinata mengangguk dan tersenyum, lalu Kushina beranjak keluar dari kamar menantunya.
Kushina menuruni tangga yang menghubungkan lantai satu dan kamar atas, lalu berjalan kemeja makan, membaur bersama Naruto dan suami kuningnya yang sudah duduk manis dimeja makan. Kedua orang pria yang sangat mirip itu menyambut Kushina dengan senyuman yang juga samgat mirip.
"Mana Hinata-chan Kushina?" Tanya Minato yang memang tau bahwa Kushina memanggil Hinata untuk makan.
"Hinata bilang akan menyusul, kasihan sekali Hinata sangat tersiksa dengan kehamilanya." Ucap Kushina, menceritakan keadaan Hinata.
"Jangan terlalu memanjakanya kaasan, dari kemarin kaasan terus memperhatikan Hinata." Naruto terlihat cemburu, wajahnya cemberut dengan seragam sekolah yang lengkap.
"Hei? kau cemburu Naruto?, tidak malu dengan seragamu?" Selidik Ibunya iseng.
"Siapa yang cemburu?" Jawab Naruto "Aku hanya tidak suka kaasan terlalu dekat denganya."
"Naruto... memangnya kenapa? kau sudah membuat kesalahan yang sangat besar. Dan hanya dengan ini kaasan membantumu bertanggung jawab, kau seharusnya juga bersikap baik pada Hinata." Kushina mencoba menjelaskan. "Masih untung Hiashi-san tidak membiarkanmu dipenjara, dan malahan mempercayakan putrinya untuk tinggal bersama kita! bukan begitu Minato?" Lanjut Kushina, Minato hanya mengangguk mengiyakan istrinya yang selalu banyak bicara. Atau kalau tidak istrinya akan marah.
"Iyaa aku mengerti, aku sangat menyayangi kaasan. Aku hanya takut kaasan berbalik tidak memperdulikanku!" Naruto protes.
"Kaasan sangat menyayangimu Natuto" Jawab Kushina, mengusap kepala kuning anaknya.
"Tadi kaasan tidak membangunkanku, malah menyiapkan makanan untuk Hinata." Naruto masih protes,
"Hahaha... maaf Naruto, Hinata-chan kan baru pertama kali hamil, jadi kaasan hanya menyiapkan makanan apa saja yang harus dikonsumsinya. Itu demi anakmu juga kan?" Ucap Kushina dengan senyum yang terlihat salah tingkah.
"Kaasan menyebalkan!" Ucap Naruto cemberut.
"Kau ini sudah besar Naruto! masih saja bersikap seperti itu." Minato ikut berkomentar, sambil meminum kopinya yang mulai dingin.
"Tousan cemburu yaa?" Naruto nyengir menggoda ayahnya, "Hahaha
..tousan cemburu."
"Tidak Naruto!" Minato berkilah, wajahnya mulai konyol membela diri.
"Hahaha..padahal setiap hari tousan tidur dengan kaasan, masih saja cemburu pada anak sendiri." Ejek Naruto, dengan cengiran khasnya.
"Kau nakal Naruto..." Ucap Kushina, mencubit pipi bergaris tiga milik Naruto.
"Aaaa...sakit kaasan!" Naruto menjerit- jerit heboh, Kushina dan Minato tertawa terbahak-bahak melihat Naruto yang memasang tampang kesakitan.
Hinata yang sedari tadi berdiri didekat guci besar disekitar meja makan hanya tersenyum tipis melihat kedekatan Naruto dan kedua orangtuanya, enggan menghampiri dan merusak suasana hangat itu.
Namun ternyata Minato menyadari kedatangan Hinata yang sudah berdiri didekat mereka.
"Hei? Hinata-chan kenapa berdiri saja disitu?" Ucap Minato.
"Kemarilah Hinata-chan..." Kushina-pun mengajak Hinata bergabung, Naruto memalingkan wajahnya sebal.
Dengan langkah ragu Hinata mendekat, melihat Naruto Hinata malas duluan. Tatapan benci Hinata pada Naruto juga disadari Kushina.
"S-selamat pagi?" Ucap Hinata, kemudian menggeser kursi dan duduk berhadapan dengan Naruto.
"Selamat pagi Hinata-chan..." Minato dan Kushina menyambut Hinata dengan senang.
"Nah Hinata, kau harus makan ikan buatan kaasan ya. Ikan sangat baik untuk kesehatanmu dan bayimu." Kushina sibuk menyiapkan makanan untuk Hinata.
"Ano...kaasan biar aku mengambilnya sendiri" Hinata mengambil piring yang tadinya dipegang Kushina, karena merasa tidak enak.
"Kau manja sekali!" Naruto sebal melihat kaasan nya perhatian terhadap Hinata.
"Siapa yang manja? kau saja yang terlalu sensitif Naruto!" Kilah Hinata, pipinya menggembung sebal.
"Heii... kalian jangan ribut, kalau kalian tidak bisa akur...tousan akan menyuruh kalian tinggal diapartemen berdua saja!" Ucap Minato mendeathglare Naruto dan Hinata.
"Tidak...tidak mau Minato tousan." Hinata langsung gugup atas pernyataan Minato.
"Aku juga tidak mau!" Naruto juga menolak.
"Ya sudah... sekarang makanlah, dan Naruto cepat habiskan makananmu, nanti kau terlambat." Ujar Kushina.
"Suapi kaasan..." Rengek Naruto manja.
"Kau tidak malu pada Hinata-chan Naruto?" Tanya Kushina.
"Biar dia tau, kaasan hanya menyayangiku." Jawab Naruto melirik Hinata yang mulai menyantap ikanya.
Hinata menatap Naruto tajam.
"Apa?! kau mau protes?" Tanya Naruto, bibirnya mengerucut.
"Aku tidak peduli Naruto, dasar manja.." Dengus Hinata pelan, tetapi itu tetap saja didengar Naruto.
"Kau bilang apa ha!"
"Tidak ada!"
"Aku dengar! kau bilang aku manja!"
"Yasudah, kenapa tanya!"
"Hei Naruto!" Kushina mulai gerah dengan sikap menantu dan anaknya yang mulai saling menunjukan ketidak cocokan, mereka benar-benar seperti anak kecil.
Keduanya terdiam mendengar Kushina mulai marah.
"Kelihatanya kalian memang harus tinggal berdua saja diapartemen," Wajahnya yang biasanya lembut kini terlihat serius, "Supaya kalian bisa saling membantu dan menjaga." Ucap Minato yakin.
"Tapi tousan ak-"
"Tidak ada yang namanya tapi!" Minato memotong kalimat protesan Naruto. "Kalian sudah membuat jam makan pagiku terlambat 15 menit." Lanjut minato, sementara Kushina hanya menghela nafasnya.
Keduanya masih diam, mungkin menyesal telah membuat Minato kehilangan kesabaran.
"Ini semua gara-gara kau," Bisik Naruto, mendeathglare Hinata yang duduk berhadapan denganya.
"Aku juga tidak mau Naruto! ini salahmu!" Berteriak seakan tidak memperdulikan ada Minato dan Kushina, Hinata mulai jengah. "Coba saja kalau kau
tidak membuatku hamil!" Hinata emosi dan berteriak-teriak, memarahi Naruto.
"Salahmu! Salahmu terlalu subur! Aku kan hanya melakukanya sekali, kenapa kau langsung hamil begitu?!" Ucap Naruto yang membuat kedua orang tuanya sweetdrop.
"Lagipula, aku yakin itu bukan anaku!" Ujar Naruto, kontan semua kaget. Termasuk Hinata yang terlihat sangat terpukul.
"Cukup Naruto! kau sudah keterlaluan!" Bentak Minato.
"Aku sudah selesai, aku sudah kenyang." Ucap Hinata dan berdiri dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Minato dan Kushina begitu saja. Sekilas Kushina melihat mata Hinata basah.
"Aku juga sudah selesai!" Naruto ikut berdiri akan beranjak dari kursinya.
"Naruto...kau harus minta maaf pada Hinata-chan!" Perintah Kushina.
"Kenapa selalu aku kaasan?"
"Karena kau memang salah!" Ucap Minato.
"Bulan depan kau tidak boleh ikut liburan ke pulau bali, jika Hinata belum memaafkanmu." Lanjut Kushina.
"Baiklah...baiklah, aku akan minta maaf. Tapi nanti kalau aku pulang sekolah, sekarang aku harus pergi." Ucap Naruto, kemudian menyandang tas sekolahnya yang sedari tadi ada dibelakang tempat ia duduk. Kemudian pergi meninggalkan Minato dan Kushina setelah sebelumnya berpamitan.
x0x
Rambut blondenya bergerak-gerak oleh tiupan angin yang berhembus pelan, duduk diatas atap sekolah yang lebih mirip landasan hellicopter. Terdapat pagar pembatas disekeliling sisinya.
Naruto duduk menyandarkan tubuhnya pada tembok yang tidak terkena sinar matahari, bersedekap, pandanganya lurus kedepan. Pikiranya sedang dikuasai oleh hal-hal yang membuatnya pusing beberapa minggu ini.
Mulai ia gagal dalam olympiade kimia dan gagal mendapat mobil idamanya, melampiaskan kekesalan pada Hinata, dan sekarang ia harus menikah dalam usia yang sangat muda. Hancur, hidupnya terasa hancur.
Tapi lebih hancur mana dibandingkan dengan Hinata? gadis itu lebih pintar darinya, seharusnya gadis itu masih disini, belajar. Mengembangkan kemampuanya, bukan dirumah, memasak dan nantinya malahan akan mengurus bayi. Dan itu semua karena siapa? karena dirinya.
Dan perlakuan apa yang selama ini ia lakukan untuk menebus semua kesalahanya? tidak ada. Selama ini ia malah selalu bersikap seenaknya kepada Hinata, berbuat kasar, tidak mau mengakui perbuatan nistanya, malah menuduh Hinata hamil dengan lelaki lain. Betapa berdosanya dirinya mengingat semua itu.
Bugh! Tangan kekar itu meninju tembok yang tidak bersalah, meluapkan segala rasa yang ada didalam dadanya.
"Hinata... maaf." Ucapnya lirih. "Tapi aku sangat takut menerima kenyataan ini. Aku tidak siap..."
x0x
"Hinata-chan..." Ibu cantik bersurai merah itu mengusap lembut rambut menantu kesayanganya yang sedari tadi masih meringkuk menangis atas perlakuan Naruto tadi pagi.
"Kenapa Naruto selalu jahat padaku Kushina kaasan?" Isak Hinata, matanya sudah terlihat membengkak karena sudah terlalu lama menangis.
"Hinata...maafkan Naruto." Hanya itu yang selalu keluar dari bibir Kushina, sedangkan bagi Hinata, bagaimana ia bisa memaafkan seseorang yang telah menghancurkan hidupnya? bahkan meminta maaf juga tidak. Tidak...Hinata berat untuk memaafkan pemuda itu.
"Hinata...ayolah makan dulu, kaasan tidak mau kau sakit." Ujar Kushina yang masih gigih membujuk Hinata untuk makan, karena sedari tadi pagi Hinata belum sarapan.
"Aku tidak lapar kaasan." Jawab Hinata,
"Tapi makanlah sedikit untuk bayimu"
"Kaasan aku tidak mau..."
Kushina benar-benar pusing meladeni Naruto dan Hinata, semua keras kepala. Bagi Kushina ini seperti sedang mengasuh dua balita.
"Hinata...kau boleh minta makan apa saja, asalkan kau makan." Kushina mulai merayu.
"B-benarkah?" Hinata memastikan.
"Iya, memangnya kau sedang ingin makan apa?" Tanya Kushina dengan sabar.
Mengusap airmatanya sendiri dengan punggung tanganya, lalu bergerak duduk dari posisi meringkuknya, "A-aku ingin makan kue mochi."
"Mochi? baiklah, nanti biar kaasan minta Naruto belikan untukmu ya?"
"Huum..." Hinata mengangguk senang,
"Sekarang kau harus makan dulu Hinata."
"Baiklah kaasan".
x0x
"Aaarrghhh!" Naruto mengacak rambut kuningnya, wajahnya masam setelah menerima telepon dari Kushina beberapa menit yang lalu, kemudian memasukan smartphonenya kedalam saku kemejanya lagi.
"Kau kenapa lagi Dobe?" Tanya pemuda raven yang sedang merapikan buku-buku pelajaranya dimeja.
"Kaasan memintaku mampir ke toko kue, untuk membeli kue mochi" Jawab Naruto masih nampak kesal.
"Turuti saja." Jawab Sasuke enteng.
"Aku malu, apa kata dunia jika pemuda setampanku membeli kue?" Menatap Sasuke seakan meminta pendapatnya.
"Hm memangnya kenapa?"
"Seorang pria tidak berbelanja." Naruto menarik tanganya dan melipatnya didadanya, bersedekap.
"Memangnya siapa yang makan mochi? Kushina basan setauku tidak makan kue semacam itu?"
"Wanita hamil itu yang meminta." Jawab Naruto mengerucutkan bibirnya malas.
"Hn? Istrimu maksudnya?"
"Ah... anak angkat keluargaku lebih pantasnya" Jawab Naruto.
"Jangan begitu Dobe."
"Ahh...iya terserahlah" Naruto mengalah, malas berdebat dengan Sasuke.
"Sasuke? apa kau percaya tentang keinginan yang harus dituruti saat wanita hamil?" Tanya Naruto dengan wajah serius.
"Maksudnya apa?" Sasuke mengangkat sebelah alisnya melirik Naruto tak mengerti.
"Kaasan bilang Hinata sedang ngidam, dan dia ingin makan kue mochi dan harus aku yang membelikanya bukan yang lain." Ujar Naruto, masih dengan ekspresi yang serius.
"Ngidam? apa itu ngidam? aku belum pernah dengar istilah itu. Lalu apa masalahnya?" Tanya Sasuke, tidak biasanya ia begitu ingin tahu masalah Naruto.
"Kaasan bilang jika tidak dituruti bayi Hinata akan cacat, kaasan tidak mau mempunyai cucu yang cacat." Naruto mengingat-ingat kata Kushina ditelepon tadi.
"Benarkah begitu? kalau begitu belikan saja, kau tidak mau kan anakmu cacat?"
Naruto tampak berfikir, "Ah aku tidak peduli!" kemudian berubah fikiran lagi, "Tapi...Teme? ayo antarkan aku."
"Tidak mau"
"Ayolah..."
"Sudah kubilang tidak mau!"
"Aaaahh...ayolah..." Naruto menarik tangan Sasuke begitu saja, meninggalkan ruang kelas mereka yang sudah sepi. Seperti biasa walau Sasuke selalu bersikap dingin dan acuh namun tidak pernah bisa menolak keinginan sahabat kuningnya itu.
.
.
"Tadaima..."
"Naruto...kau sudah pulang?" Kushina menyambut Naruto dan tersenyum ketika mengetahui putranya membawa bungkusan ditas plastik.
"Itu pasti mochi buat Hinata-chan?"
"Iya seperti yang kaasan minta" Jawab Naruto malas.
"Sekarang berikanlah pada Hinata."
"Kenapa harus aku kaasan? aku lelah mau istirahat."
"Karena kau juga harus meminta maaf! atau tidak berangkat ke bali?!" Ancam Kushina dengan wajah yang mengerikan.
"Heee? iya iya baiklah.." Dengan malas Naruto naik kelantai atas, untuk menemui Hinata.
Ketika tubuh tegapnya sudah berada didepan pintu berwarna putih itu, Naruto ragu. Mengetuk pintu atau dia langsung pergi kekamarnya saja untuk tidur dan mengabaikan Hinata. Tapi bagaimana jika ibunya tau dan melarangnya kebali?
Akhirnya Naruto memutuskan untuk mengetuk pintu istrinya.
Tok...tok..tok...
"Masuklah...tidak dikunci." Tidak tahu siapa yang mengetuk pintu Hinata mempersilahkan begitu saja, mungkin Kushina kaasan pikirnya.
Greek... pintu terbuka lebar menampakan sesosok gadis, bukan! tapi wanita sedang menyisir rambut indigonya yang panjang didepan kaca riasnya.
"Aaaa! mau apa kau!" Kaget saat mengetahui siapa yang masuk kekamarnya.
"Hanya mengantarkan mochi, kalau tidak mau ya sudah biar aku buang." Naruto berbalik ingin meninggalkan kamar Hinata.
"A-aku mau." Jawab Hinata dengan cepat, Naruto pun berbalik dan memberikan sekotak mochi beraneka macam rasa.
Setelah mochi berpindah tangan ditangan Hinata, Naruto masih berdiri canggung didepan Hinata.
"Kenapa masih disitu?!, kau tidak akan memaksaku lagi kan?" Selidik Hinata.
"Tch! aku hanya ingin minta maaf"
"Soal apa?"
"Soal menuduhmu hamil dengan pria lain"
"Oh itu..."
"Iya...tapi itu bukan berarti aku menerima anak yang kau kandung!"
"Terserah! aku juga tidak peduli pada bayi ini!, kaasanmu saja yang memaksaku!"
"Terserahlah, sebaiknya kita jangan sering bertengkar. Aku tidak mau tinggal diapartemen berdua denganmu."
"Apa lagi aku, aku tidak mau tinggal berdua dengan sampah"
"Kau bilang apa?!"
"Sampah!"
"Aku baru saja meminta maaf kau malah mencari gara-gara!" Wajah tampan yang sudah terlihat lelah Naruto memerah, sedikit terusik oleh kata-kata Hinata.
"Aku hanya bicara sampah! kenapa kau sangat sensitif?" Menghadap cermin dan mengacuhkan Naruto yang masih berdiri disampingnya.
"Siapa yang kau bilang sampah?"
"Tidak ada! dasar kuning! bodoh!"
"Kau bilang aku kuning bodoh?! lihat saja anak yang kau lahirkan nanti! biar saja dia mirip denganku! kuning bodoh!"
"Tidak! aku tidak mau punya anak sepertimu! dasar Nanas!"
"Lihat saja anakmu sudah terkena kutukanku!"
"Pergiiii kau Naruto!" Hinata berdiri dan mendorong tubuh kekar Naruto dengan tanganya.
"Aku tidak mau!"
"Pergiiii! dasar Nanas!"
"Shikamaru yang nanas bukan aku!"
"Pergi...!" Hinata berhasil mendorong tubuh Naruto keluar kamarnya dan 'Blam!' Pintu kamar Hinata tertutup
"Dasar wanita aneh" Menggerutu dan berjalan kekamar sebelah, membuka knop pintu dan masuk kedalam kamar pribadinya.
Sementara didalam kamar Hinata berdiri dibalik pintu, dadanya berdegup kencang. Entah kenapa Hinata merasakan hal yang menyebalkan tapi juga menggelitik perasaanya.
Iris lavendernya melirik kotak berisi mochi, mochi yang dibelikan Naruto suami yang sangat menyebalkan bagi Hinata. Dengan segera Hinata membuka kue yang entah kenapa sangat diinginkanya sejak beberapa hari yang lalu.
"Umm...nyam.." Memasukan satu butir kue berbentuk bulat berisi cokelat itu. Tersenyum tipis saat membayangkan Naruto yang tinggi gengsi itu membeli kue. Pasti ibu-ibu atau wanita-wanita yang berada ditoko itu mentertawakanya.
"Ini seperti mengerjai Naruto, biarkan saja." Hinata mengulum senyumnya, seperti ada rencana jahat dipikirkanya.
x0x
Masih teringat perkataan Kushina tiga bulan yang lalu saat Naruto harus menuruti apa yang Hinata minta dalam masa ngidam. Dan selama itu juga Hinata berkesempatan mengerjai Naruto, walau tak setimpal tapi cukuplah sebagai tindak sedikit pertanggungjawaban Naruto atas perbuatanya.
Sudah banyak yang Hinata minta, termasuk hal-hal yang tidak masuk akal. Seperti ingin makan semangka berbentuk hati, dan saat itu pula dengan sebal Naruto berjuang mati-matian mencari buah tak lazim itu. Tentunya tanpa bantuan dari anak buah ayahnya, karena Minato melarang mereka membantu Naruto. Naruto selalu menolak, tapi berbagai ancaman dari Kushina selalu membuatnya menurut.
Seperti malam ini, disaat semua sudah terlelap dalam tidurnya wanita yang perutnya kini sudah sedikit membesar malah berguling kekanan dan kekiri, tidak bisa tidur. Ingin memakan sesuatu, sate ayam bumbu kecap.
"Haaaah...tidak boleh sekrang, besok saja!" Gumamnya pada diri sendiri, menutup wajahnya dengan bantal.
"Tapi aku ingin makan sekarang..." Diliriknya jam dimeja lampu dekat ranjangnya, sudah menunjukan pukul 23.12.
"Naruto pasti sudah tidur." Hinata beranjak dari tidurnya, membuka pintu dan keluar kamar, melangkahkan kakinya kekamar Naruto.
'Tok...tok..tok...' Suara ketukan pintu tak membuat Naruto bergerak sedikitpun.
Hinata menunggunya beberapa saat, tetapi sang pemilik kamar tak bergeming.
"Naruto...bangun!" Lelah menunggu akhirnya Hinata mencoba membuka pintu kamar Naruto.
'Kriieeet...' "Tidak terkunci?" Hinata berjalan berlahan mendekati Naruto yang tidur memeluk guling berwarna orange senada dengan spreinya, walau lampu hanya bersinar temaram cukup membuat wajah tampan Naruto terlihat dalam keremangan.
Tangan mungil Hinata menyentuh berlahan pundak Naruto yang naik turun teratur karena nafasnya, menggoyangkan pelan tubuh suaminya yang beberapa bulan lalu ia benci. Lalu? apakah saat ini Hinata tidak membenci Naruto?, semua bisa berubah. Pernah dengar istilah 'Tumbuhnya cinta sebab karena kebiasaan'. Ah tapi diantara mereka tidak pernah ada tanda-tanda cinta.
"Naruto...Naruto...bangunl
"Nggh..." Menepis tangan yang menggoyang-goyangkan tubuhnya dan kembali terlelap.
"Tch! dasar pemalas! bangun Naruto! bangun!" Hinata menggoyangkan tubuh Naruto dengan kasar, sementara Naruto hanya menggeliat malas.
"Ngg...apa lagi Hinata?" Namun matanya masih terpejam, 'Hinata? sejak kapan Hinata berani masuk kedalam kamarnya? ah pasti hanya mimpi'. Membuka iris safirnya dengan perlahan, dan ia dapati wanita yang beberapa bulan ini menyusahkanya berjongkok sedekat ini wajahnya.
"Haa! mau apa kau!" Naruto berjingkat kaget, ternyata suara yang memanggilnya tadi nyata.
"Maaf Naruto..." Memainkan kedua telujuknya didepan dada, wajahnya memerah gugup melihat Naruto yang ternyata bertelanjang dada. Mengekspose tubuh seksinya.
"Mau apa kau kemari?"
"A-aku...aku ingin makan sate ayam.."
"Apa?! ini sudah malam dan kau ingin makan?, aku tidak akan menurutimu!"
"Memangnya kenapa? kau lupa pesan kaasan? aku akan mengadukanmu!" Berbalik dan ingin meninggalkan Naruto.
"Mau kemana?" Menarik tangan Hinata untuk tetap tinggal, "Jangan suka mengadu yang tidak-tidak pada pada kaasan"
"Tidak jika kau menurutiku!"
"Baiklah aku akan pergi tapi berhubung ini sudah malam, ada syaratnya" Naruto menyeringai, sementara Hinata merasakan firasat yang buruk.
"A-apa?"
"Cium aku"
"Dasar kau hentai!" Hinata memukul Naruto dengan tanganya.
"Hanya cium"
"Tidak mau!" Wajah putih Hinata memerah, walau tidak terlihat tetapi Naruto menyadarinya.
"Hahahaha... kenapa kau malu begitu, aku hanya bercanda" Terkekeh melihat tingkah Hinata.
"Menyebalkan!" Hinata mengerucutkan bibirnya menutupi rasa malunya digoda Naruto.
"Baiklah baiklah...aku berangkat. tapi aku tidak menjamin selarut ini masih ada penjual sate." Naruto bergegas turun dari tempat tidurnya, mrngambil kaos putihnya dan memakainya.
"Na-Naruto..."
"Apa lagi? dasar merepotkan"
"Pastikan penjualnya berkumis dan botak!"
"Permintaan macam apa itu?!"
"Ayolah, aku ingin makan sate seperti itu, yang penjualnya berkumis tebal dan botak!"
"Bunuh saja aku Hinata!"
x0x
Tinggal selama tujuh bulan bersama keluarga Namikaze tidak buruk juga bagi Hinata yang mulai terbiasa dengan lingkungan keluarga barunya itu. Semua penghuni rumah mewah itu ramah dan hangat, maid dan pengawal pribadi keluarga kaya itu juga semua baik pada Hinata. Apalagi Kushina dan Minato sangat perhatian dan menyayanginya.
Jikapun ada alasan Hinata tidak betah tinggal bersama keluarga Namikaze itu hanyalah karena Naruto yang sering mengganggunya. Namun semua itu tidak lagi menjadi masalah besar bagi Hinata, karena dengan senang hati Kushina akan menghajar dan memarahi Naruto karena mengganggu Hinata.
Hinata sendiri lebih senang jika Naruto tinggal diapartemenya, itu artinya ia tidak perlu mengalami hal-hal aneh karena perbuatan Naruto.
Seperti kemarin-kemarin saat Hinata hamil muda, Naruto memilih tinggal diapartemen. Apalagi kalau bukan menghindari ngidam Hinata yang membuat kepalanya pusing.
Tapi sudah tiga bulan ini Naruto lebih senang tinggal dirumahnya, tentu saja karena Hinata sudah hamil 8 bulan dan otomatis masa-masa ngidamnya juga sudah berlalu. Kehadiran Naruto membuat Hinata selalu sebal.
Pagi itu dimeja sarapan, Hinata yang perutnya sudah mulai membesar sedang menyiapkan sarapan, mengolesi roti dengan berbagai macam selai dan menyiapkanya disebuah piring besar. Minato dan Kushina memang lebih suka menyiapkan masakan sendiri dari pada disiapkan maid, karena menurut Kushina jika semua disiapkan maid keindahan menjadi sebuah keluarga itu tidak terasa, maka dari itu Kushina juga mengajarkan Hinata untuk menyiapkan sarapan dan mengurus suami secara mandiri.
Sedang asik mengolesi roti tawar dengan selai mata Hinata melirik kesamping saat suara langkah seseorang menuruni tangga. Memutar kembali manik lavendernya memperhatikan rotinya, tidak tertarik menyapa pemilik langkah yang ternyata adalah Naruto.
"Hei gendut." Sapa pria berkulit tan yang sudah berdiri disamping Hinata, "Aku mau roti isi nanas." Kemudian duduk dikursi makanya, aroma citrus menguar dari tubuhnya dan menyapa hidung Hinata.
Hinata melirik malas kearah suaminya yang ternyata sudah berseragam sekolah rapi, "Jangan panggil aku gendut!" Hinata membentak Naruto, "Dan hari ini tidak ada selai nanas! habis." Ucap Hinata kesal.
Kushina yang sedang memanaskan daging cincang didapur hanya menggeleng mendengar menantu dan anaknya sudah ribut pagi-pagi.
Naruto mengambil roti yang sudah diolesi selai cokelat dan memakanya, "Nyam..." memakan dengan lahap roti buatan Hinata.
"Rasanya aneh, selai apa ini?"
"Kalau rasanya aneh kenapa kau habiskan!, dasar menyebalkan!"
"Hehehe...jangan marah, nanti badanmu bertambah gendut." Ucap Naruto, membuat Hinata mendelikan matanya.
"Kau selalu memanggilku gendut! Dobe!"
"Hei...kenapa kau jadi ikut-ikutan Teme memanggilku Dobe?"
"Karena kau memang Dobe!, apa kau tidak terima aku memanggilmu dengan panggilan sayang kalian?"
"Panggilan sayang? apa maksudnya?"
"Iya kau dan Sasuke kan pacaran?"
"Enak saja, aku masih tertarik pada perempuan"
"Menjijikan dasar gay!"
"Kalau aku gay kau tidak akan hamil!"
Blush... wajah Hinata memerah.
"Hei..hei..kalian hentikan, bertengkar terus. kalian kan sebentar lagi akan menjadi orang tua? dan Naruto hari ini terakhir kau kesekolah kan?" Ibu bersurai merah dan panjang itu sudah berada diantara mereka, meletakan piring berisi daging cincang yang sudah dibumbui, kemudian duduk disamping anaknya.
"Iya, dan besok adalah pesta kelulusan" Menggigit lagi roti keduanya.
"Oh ya, mungkin sebentar lagi Hinata-chan juga akan melahirkan, tahun ini tahun keberuntunganmu Naruto" Kushina tersenyum mengusap kepala kuning anakmya.
"Jadi sebentar lagi dirumah ini akan ada seorang bayi ya, ah pasti berisik" Gumam Naruto. Hinata meliriknya dengan sebal.
"Hehehem...pasti akan menyenangkan Naruto" Jawab Kushina.
Bersambung
Hahaha lucu yang hinata ngidam sate
ReplyDeleteCerita apaan nih,, to seru jg..haha
ReplyDeleteLUCU BANGET PENULISNYA PINTER BIKIN CERITA YA
ReplyDelete