I Love You, Because My Little Cat Chapter 7
I Love You, Because My Little Cat Chapter 7
Fuyuhhh, pda akhrinya bisa ngepost juga walau sedkit telat #gomen m(_ _)m
Ya sudah dri pda saia dilempar sepatu sebaiknya lanjut ajh yuq ^^
happy reading~
Post by Chimunk
I Love you, Because my little cat
Story : Hyugazumaki
Disclaimner : Masashi Kishimoto
Pairing : Naruto X Hinata
Rate : T
Warning : OOC, Alur cepat, ide pasaran.
..
I Love You, Because My Little Cat
Chapter : 7/11
Pagi kembali menyapa, udara yang sejuk dan segar masih memanjakan tubuh kekar sang Namikaze muda, untuk tetap tidur dengan tampan dibawah selimut tebalnya.
Pintu kamarnya dibuka seseorang, dan berlahan mendekati Naruto yang masih memeluk guling kesayangan. Mengusap kepala kuning sang anak, memperhatikan wajah tampan yang sangat mirip denganya.
"Naruto? bangunlah." Ucap sang ayah yang kini telah menjadi kakek.
Naruto tetap tidak bergeming, memang Naruto susah bangun. Itupun juga sifat yang dimiliki Minato.
"Hei bangunlah..." Mengguncang-guncang tubuh Naruto, "Dasar anak bandel! pantas saja Kushina sering mengomelimu!"
"Ngg..." Menyingkirkan tangan ayahnya yang sedari tadi mencoba membangunkanya.
"Bangun Naruto! temani kaasanmu dirumah sakit!"
"Hoooamh... kerumah sakit?" Naruto membuka matanya, mendengar kata rumah sakit. Ia baru ingat bahwa Hinata melahirkan dan Kushina menungguinya semalaman.
"Iya, nanti sore Hinata-chan sudah boleh pulang, jadi sekalian kau jemput mereka karena tousan ada pertemuan dengan klien dari Indonesia".
"Baiklah...aku berangkat nanti." Masih memeluk gulingnya.
"Oh iya Tousan beritahu, putra Hinata sangat mirip denganmu." Lanjut Minato.
"Ah... benarkah?" Berbalik menatap ayahnya, "Baguslah, itu artinya Hinata tidak tidur dengan pria lain."
"Memangnya kenapa kalau Hinata tidur dengan pria lain? kau cemburu? tidak rela?, bukankah dulu kau sangat berharap Hinata hamil dengan pria lain?, kau mulai menyukai Hinata-chan? ternyata Sasuke-kun benar" Brondong Minato, wajahnya menyelidik geli melihat Naruto memerah pipinya.
"Sasuke bilang apa?! dasar! tidak kusangka Uchiha satu itu suka bergosip!"
"Ahahaha... Sasuke tidak bilang apa-apa, hanya saja tadi pagi dia buru-buru pulang setelah kau mengigau menyebut nama Hinata dan kau memeluk Sasuke."
"Apa!" Melonjak dari tidurnya, "Tidak! menjijikan! pasti itu tidak benar! si Teme pasti bohong"
"Hahaha... Sasuke tidak suka berbohong sepertimu, tousan tidak menyangka kau bisa juga jatuh cinta." Ejek Minato, bersedekap dan ekspresi ayahnya membuat Naruto semakin salah tingkah.
"Sudahlah tousan jangan menggodaku seperti itu," Menggembungkan pipinya yang telah memerah sedari tadi, terlihat lucu bagi seorang Naruto.
"Hahahaha... ya sudah cepatlah bergegas, kaasan sudah menunggumu." Mengusap kepala kuning Naruto, kemudian berdiri hendak meninggalkan anaknya sendiri.
"Baiklah...baiklah...aku bangun"
.
.
.
Berjalan tergesa-gesa, lebih tepatnya berlari kecil dikoridor rumah sakit elite itu. Manik safir indahnya sesekali melihat jam ditangan kirinya, mengumpat karena ruangan yang dicarinya tidak juga ditemukan, sementara handphonenya tak berhenti berdering sedari tadi. Enggan menjawab karena pasti hanya omelan yang akan didengarnya, tapi bukankah itu lebih baik? setidaknya setelah dimarahi ia bisa bertanya dimana kamar Hinata berada.
Merogoh telephone pintar dari saku celana jeans yang terlihat mahal itu, dan menempelkan ditelinganya setelah sebelumnya mengusap kekiri layar lcd hp untuk menerima panggilan.
"Iya kaasan?" Raut wajah tan itu terlihat pasrah, bersiap menerima bentakan dari Kushina "Aku sudah sampai, hanya saja aku tersesat", diam mendengarkan suara ibunya yang entah bilang apa, "Iya aku memang bodoh, sekarang dimana kamarnya?" diam lagi, tapi mengerucutkan bibirnya. "Baiklah baiklah.." Menghela nafas lalu memasukan hpnya kesaku lagi. Lalu berjalan lurus dan berbelok kekanan. Setelah sekitar 3 menit akhirnya menemukan kamar yang dia cari.
Memegang gagang pintu berwarna putih dan membukanya. 'Kriieeett...' Melongokan kepala kuningnya, yang langsung disambut suara Ibu habeneronya.
"Masuklah jangan seperti pencuri!"
Yang pertama kali didapatinya ketika memasuki kamar itu adalah ibunya yang sedang
mengemasi beberapa barang, dan tentu saja Hinata yang sedang mendekap Ryuki. Wajah Hinata cerah sekali, terasa sangat lama wajah itu tak ia lihat, padahal baru kemarin ia tidak bertemu Hinata.
"Ha-hai gendut." Ucapnya canggung, tetapi masih berusaha santai dan tidak ada perasaan apa-apa. Padahal semalaman kepala kuningnya itu dipenuhi bayangan wanita yang saat ini terlihat sebal, namun enggan menanggapi dengan teriakan seperti biasanya, karena tidak mau mengagetkan makhluk yang tidur didekapanya itu.
Canggung, Naruto memilih mendekati kaasanya yang berdiri agak jauh dari ranjang Hinata.
"Naruto... jangan ganggu Hinata," Ucap Kushina yang melihat Naruto mendekatinya.
"Tidak, aku hanya menyapa"
"Kaasan dengar kau mengejeknya!, dan kenapa kau sangat terlambat menjemput kami?ha!? Kau pikir ini jam berapa!" Omel Kushina.
"Maaf, tadi aku ketiduran lagi kaasan" Jawabnya malas-malasan.
"Kau memang selalu begitu, yasudahlah bagaimana kalau kau menggendong putramu?, kau tau wajahnya sangat mirip denganmu" Tawar Kushina yang sudah selesai merapikan barang bawaanya.
Naruto yang tidak berani menatap Hinata dan bayinya memilih diam, dan melirik sekilas pada bayi didekapan Hinata.
"Nanti saja dirumah, sekarang ayo cepat pulang."
"Jangan! kau tidak boleh menyentuh Ryuki!" Ucap Hinata tiba-tiba, "Kau tidak boleh menyentuhnya Naruto!"
Menoleh dan terpaksa menatap Hinata, "Aku juga tidak mau menggendongnya! bau ompol, menjijikan!" Cibir Naruto. "Biar kau saja yang bau ompol sendirian!".
Hinata membuka mulutnya, tampak akan menjawab Naruto.
"Narutoo...Hinata! hentikan!" dan Kushina menghentikan kalimat yang akan terlontar dari bibir Hinata.
"Berhentilah bersikap seperti itu, kalian sudah menjadi orang tua." Omel Kushina serius, sementara Naruto mendekapan kedua tanganya didada berpaling keluar jendela.
"Daripada kalian terus bertengkar disini, ayo kita pulang!, menalukan saja", Ucap Kushina tegas, "Bawa tas itu Naruto, kau keluarlah dulu. Biar Kaasan dan Hinata menyusul."
"Dari dulu selalu merepotkan" Ucap Naruto lirih.
"Kau sudah berani membantah kaasan?" Hardik Kushina melirik tajam Naruto.
"Eh!" Kaget dengan wajah konyolnya, "Tidak-tidak...baiklah aku mengerti."
Tanpa diperintah duakali Naruto bergegas mengambil dua tas berisi pakaian Hinata dan bayinya, lalu keluar begitu saja meninggalkan Kushina dan Hinata.
.
.
.
Mobil hitam mewah milik Naruto berjalan menyusuri jalanan kota Konoha yang sudah mulai gelap, lampu-lampu jalan sudah menyala menghiasi jalanan yang yang tak pernah sepi itu.
Mobil berisi Naruto, Kushina dan Hinata beserta bayinya itu berjalan lambat, tentu saja ini bukan kebiasaan Naruto yang suka kebut-kebutan. Melainkan Kushina yang sedari tadi tidak hentinya memarahi Naruto jika mobil melaju sedikit cepat.
"Kapan sampainya ya... rasanya seperti perjalanan ke pulau bali waktu itu", Geruto Naruto yang tetap fokus menatap kedepan, sembari menyetir mobilnya.
"Yang penting sampai Naruto, aku tidak mau cucuku menangis ketakutan karena kau menyetir dengan tidak hati-hati!" Ucap Kushina yang duduk disamping Naruto.
"Bukankah dia seorang pria? seorang pria sejati tidak takut ngebut sepertiku kaasan." Jawab Naruto.
Bletak! "Kau bodoh Naruto! dia bayi!" Kushina memukul kepala Naruto.
"Aww! kaasan sakit!" Menggosok-gosok kepalanya yang panas, Hinata hanya tersenyum mengejek melihat Naruto kesakitan.
"Jangan memukulku seenaknya begitu, kebiasaan buruk Kaasan, aku kan sedang menyetir." Protes Naruto bersungut-sungut.
"Ahhahahahaha... maaf maaf Naruto" Kushina mengusap-usap kepala kuning jabrik itu dan meminta maaf.
"Bagaimana kalau tadi aku kehilangan keseimbangan kaasan?"
"Ah tidak akan, kaasan kan tau mana yang berbahaya dan tidak" Ucapnya ngawur.
"Sok tau" Cibir Naruto sebal..
"Hiik...ooeeek..." Ryuki bangun dan menangis, mungkin sedikit kaget dengan suara Kushina dan Naruto.
"Ssh...cup..cup..sayang...
"Hei... kau bangun cucuku yang manis?, maaf membangunkanmu..." Kata Kushina menengok kekursi belakang dimana ada Hinata dan cucunya, lalu mengusap pelan kepala kuningnya, mirip Naruto.
Sementara Naruto melirik melalui kaca didepanya, mencuri-curi pandang wajah Hinata sedari tadi, juga berharap sedikit saja melihat wajah bayi yang disebut Minato dan Kushina mirip denganya. Namun sayang, Hinata mendekapnya terus, dan selalu saja topi bayi beserta selimut itu semakin menghalangi bagaimana indahnya wajah Ryuki putranya.
Ryuki masih menangis dengan mata terpejam khas seorang bayi, padahal Hinata sudah mencoba menenangkanya.
"Mungkin dia haus Hinata?", Kata Kushina yang memutar duduknya lagi demi menyentuh Ryuki yang masih menangis. "Biarkan dia minum, bayi memang begitu"
Apa? minum? maksud Kushina, Hinata harus menyusui Ryuki? sementara ada Naruto didepanya? oh come on Kushina... tidak mungkin sang hime akan mau.
Tapi ini demi sang pangeran kecil, Hinata menyiapkan dirinya untuk menyusui Ryuki. Masih belum terbiasa dengan bayinya Hinata masih kikuk menyusui tanpa bantuan Kushina, karena Kushina duduk didepan terpaksa Hinata berusaha sendiri menyusui Ryuki, yah walau Kushina sudah mengarahkan tetap saja masih sulit bagi Hinata.
Tidak lama kemudian Ryuki berhenti menangis, Hinata berhasil menyusui Ryuki tanpa bantuan Kushina yang memegangi Ryuki, Kushina hanya mengarahkan. Dengan wajah imutnya Ryuki minum Asinya dengan tenang.
Naruto diam-diam pipinya memerah melirik Hinata lagi dari kaca diatasnya, melihat Hinata yang menyusui Ryuki, tidak apa-apa bukan? toh Hinata adalah istrinya yang sah, bahkan jika menyentuhnya tidak ada yang boleh melarangnya pikir Naruto.
"Kau lihat apa Naruto!" Bentak Kushina yang menangkap basah safir indah Naruto melihat Hinata. Sementara Hinata yang tidak menyadari sedari tadi dilirik Naruto mendesis pelan.
"Dasar mesum!" Kata Hinata membenarkan selimut Ryuki untuk menghalangi pandangan Naruto kedadanya.
"Aku tidak lihat apa-apa, kau terlalu percaya diri dasar manja." Cibir Naruto,
"Biar saja! daripada mesum!"
"Jangan teriak-teriak nanti jahitanmu lepas," masih mengejek Hinata.
"Siapa yang dijahit?! jangan sok tau! pirang jelek!"
"Heii... sudahlah, apa tidak bisa kalian ini rukun? Ryuki-chan tidak mungkin dibesarkan dikeadaan yang seperti ini kan?" Ucap Kushina yang lagi-lagi harus menjadi penengah.
Enggan meladeni Naruto, begitu juga dengan Naruto yang enggan meladeni Hinata mereka memilih diam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Dan tak berapa lama mobil mewah itu memasuki halaman luas kediaman Namikaze.
Naruto memarkirkan mobilnya didepan pintu masuk rumahnya, dan beberapa penjaga menghampiri mobil itu, membuka pintu mobil dan mereka bertiga keluar dari dalamnya. Lalu bergegas masuk, beberapa maid menawarkan diri untuk menggendong bayi Hinata, tapi Hinata menolak dan memilih menggendong putranya yang beberapa jam lalu tak ingin ia sentuh. Naruto langsung melenggang ingin masuk kedalam kamarnya dengan wajah jengkel andalanya.
"Naruto bawa Ryuki keatas, bantu Hinata me-"
"Tidak usah kaasan aku bisa sendiri." Kata Hinata, menolak bayinya dibawa Naruto.
"Yasudahlah... kau memang cepat belajar Hinata."
Naruto yang beberapa saat lalu menghentikan langkahnya untuk mendengar kaasanya semakin sebal ketika mendengar Hinata benar-benar tidak menginkan bayinya disentuh Naruto. Dan jangan salahkan Naruto jika mulai hari ini dia akan membenci Hinata lagi.
Meneruskan niat sebelumnya yaitu masuk kamar dan kembali tidur, Naruto segera pergi meninggalkan dua wanita yang menurutnya menyebalkan itu. Dan seperti dugaan Naruto, Kushina dan Hinata kembali mengacuhkanya. 'Menyebalkan!'
"Besok rekan-rekan tousan dan teman kaasan akan mengunjungimu Hinata, ingin melihat bayi tampan ini" Kata Kushina mencubit lembut pipi kemerahan milik Ryuki. "Sekarang istirahatlah dulu, bawa Ryuki masuk kamar, kau yakin bisa sendiri?"
"Baik Kaasan terima kasih, sepertinya masih ada sedikit tenaga untuk naik keatas." Ucap Hinata dengan senyum yang selalu diberikan kepada siapapun, kecuali Naruto.
"Iya sudah, nanti kaasan akan menyusulmu." Kata Kushina.
.
.
.
"Ooeeekk...oooeekk...nnnn.
Berguling kekiri dan kekanan, tengkurap lalu terlentang lagi, menutup telinga dengan bantal besarnya, berganti bersembunyi dibalik selimut tebalnya, tidak! semua itu tidak membantu pemuda blonde itu tidak mendengar lagi tangis Ryuki yang setiap jam mengganggu tidurnya.
"Aaaarrrghh! berisik sekali!" decihnya, sembari meremas rambut kuningnya frustasi. Tidak habis pikir apa yang dilakukan Hinata, hanya membuat bayinya diam saja tidak bisa. Kan bisa ia berikan balon, permen atau gula kapas seperti difilm-film yang pernah Naruto lihat itu. Setaunya anak kecil akan diam jika diberi salah satunya, tapi Ryuki itu kan masih bayi pikirnya. Daripada dia berfikir hal yang tak masuk akal, lebih baik jika dia melabrak Hinata secara langsung, agar Ryuki kembali diam.
Beranjak dari tempat tidurnya dengan piyama berwarna silver miliknya, berjalan kekamar Hinata yang berdampingan dengan kamarnya, wajahnya kesal. Lalu menggedor pintu berwarna putih itu dengan sedikit kasar.
"Hoe Hinata! berisik sekali!" Ucapnya bersungut-sungut, 'Brak! brak!' "Wooe! bayimu bisa diam tidak! berisik ttbayo!" Teriak Naruto dari luar, "Aku mau tidur!"
Sementara Hinata yang sedang berusaha menenangkan Ryuki memandang pintunya dengan kesal, bagaimana tidak? sudah sangat lelah tubuhnya, lelah hatinya. Kini malah Naruto menggedor-gedor pintunya dengan keras, seperti mau menangis saja rasanya.
Hinata berfikir seandainya kemarin-kemarin dia menerima tawaran Kushina untuk mengambil pengasuh bayi selama Kushina menemani Minato ke Sunagakure, mungkin dirinya tidak akan selelah ini. Sungguh sayang, sifat keras kepala dan percaya pada diri sendirinya malah membuatnya kerepotan seperti ini.
"Ssstt... sayang tolong berhentilah menangis, aku mohon..." Ucap Hinata, mencium mulut mungil yang terbuka karena menangis itu.
"Hinata! ayolah jangan biarkan anakmu menangis!" Teriak Naruto dari luar, "Kau tau aku sangat mengantuk!", sungguh tega sekali Naruto itu. Padahal beberapa yang bulan lalu sifatnya sudah tak sekejam dulu, tapi mengapa sikapnya kembali kasar dan menyebalkan seperti itu?! batin Hinata kesal.
"Aku sedang berusaha membuatnya diam Naruto! jika memang kau terganggu kenapa kau tidak tinggal saja diapatemenmu ha?!" Bentak Hinata sudah tida dapat dia bendung lagi.
"Kenapa kau mengusirku! kau pikir ini rumah siapa?!" Balas Naruto dari balik pintu kamar Hinata, wajah emosi konyolnya terlihat lucu.
Sedangkan Hinata tidak merespon, mengabaikan suami kuningnya yang semakin menyebalkan. Hinata masih sibuk dengan Ryuki, berusaha menyusuinya tapi Ryuki menolak, malah memilih terus menangis. "Ssshht...Lord Ryuki Namikaze yang tampan, kasihanilah kaasanmu ini nak..jangan nakal" Ucap Hinata lirih sembari mengelus-elus pipi yang semakin memerah karena menangis itu.
Menempelkan dengan lembut hidungnya ke hidung bayinya, "Apa yang kau inginkan sayang? kaasan mencintaimu, kaasan menyayangimu...kumohon Ryuki berhentilah menangis." Ucap Hinata lagi, berharap Ryuki mengerti. Naruto yang merasa tidak dianggap Hinata berdecak kesal dan meninggalkan kamar Hinata begitu saja.
Kembali mencoba menyusui Ryuki, memperlakukanya dengan lembut. Beberapa hari ini semakin sering berinteraksi dengan Ryuki, membuat perasaan Hinata sebagai seorang ibu semakin kuat. Ibu baru berambut indigo itu sangat lembut memperlakukan Ryuki, teramat sangat mencintai Ryuki, anak yang dilahirkanya beberapa hari yang lalu.
Ryuki kembali tenang, pasca Naruto menggedor pintunya. dengan imut dan wajah tanpa dosa Ryuki menyusu pada Hinata. Hinata memeluknya dengan hangat, memberi perlindungan senyaman mungkin, mendekap seakan tidak mau bayi yang masih lemah itu terluka sedikitpun walau hanya karena dihinggapi nyamuk.
"Eh...kau diam karena mendengar teriakan Naruto? apa itu artinya kau takut pada tousanmu yang menyebalkan itu?" Tanya Hinata pada Ryuki yang menyipitkan kedua iris safirnya yang mungil itu mulai mengantuk. "Jangan takut, dia itu hanya seorang pengecut yang tidak mau mengakui kesalahanya. Bahkan kau tau kan sayang? dia tidak ada diantara kita saat kau berjuang untuk melihat dunia ini?" Ucap Hinata mengingat kejadian itu.
Sekarang tidurlah sayang, kaasan akan menjagamu, jangan takut pada Naruto yang menyebalkan itu." Ucap Hinata.
Seperti mengerti dan merespon ucapan Hinata Ryuki tersenyum dalam tidurnya, senyum yang tidak bisa diartikan apa maksudnya oleh Hinata, namun seperti senyum yang melukiskan kelicikan, senyum yang seakan berkata 'Lihat saja nanti kaasan dan tousan, aku akan membuat kalian berdua saling mencintai, dengan begitu aku bisa hidup dengan kasih sayang yang penuh dari kalian'.
.
.
.
Keesokan harinya Naruto masih tertidur dikamarnya, setelah semalaman terganggu oleh tangisan Ryuki, akhirnya pukul 4 pagi tadi dia bisa kembali tidur sampai sekarang pukul 09.00, dan walau Ryuki menangis lagi dia sudah tidur nyenyak tidak mendengar suara yang menyebalkan itu lagi. Dan lagi pula ini hari sabtu, jadi Naruto bisa tidur sampai siang karena tidak harus pergi kuliah.
"Oooeeeekkkk! oeeekk... ooeek! Oh god bayi itu kembali menangis dengan keras, sampai membangunkan pria dewasa duplikatnya ini.
"Aaaarrrghhh... dasar anak rubah!" decaknya kesal.
"Ooeeekkk...ooeekkk..." Masih terus menangis dengan kencang, sementara Naruto sudah benar-benar marah.
Bangun dan duduk dikasurnya, menyumpal kedua lubang telinganya dengan jari telunjuknya, tidak sabar lagi Naruto bangkit dan berjalan kekamar Hinata berniat melakukan apa saja agar bayi itu diam. Menyumpal mulutnya mungkin, menutup wajahnya dengan bantal, ah itu terlalu kejam dan sadis.
"Hinata bisakah kau-!" Membuka kamar Hinata dengan kasar, menghentikan teguranya saat safirnya tidak menemukan wanita bermanik amethyst itu disudut manapun.
Yang dia temukan adalah bayi yang sedang menangis diatas ranjang bersprei hijau itu.
'Bagus dia sendirian, itu artinya dia bisa bebas melakukan apa saja pada bayi nakal itu' batin Naruto.
Ryuki masih menangis dengan lantang, "Ryuki-chan sabarlah kaasan sebentar lagi selesai." Ucap Hinata dari dalam kamar mandinya.
Naruto sempat terkejut oleh suara Hinata, tapi mendengar suara gemricik air bisa dipastikan Hinata akan sedikit lama berada didalam kamar mandi.
Mendekati bayi yang sedang sendirian diranjang itu, lebih dekat Naruto melihat putranya itu menangis, kedua tangan mungilnya menggapai-gapai dan kedua pasang kakinya menendang-nendang tak beraturan.
Sepasang safir Naruto membulat sempurnya, rambut blonde seperti miliknya yang pertama kali dia lihat pada bayi itu, lalu iris sebiru langit yang sedikit tertutup karena si empunya sedang menangis, tetapi itu tidak luput dari sepasang safir dewasa yang kini menatapnya. Benar-benar mirip denganya, dan bibir mungil itu bibir yang sama dengan Hinata, kulitnya juga putih seperti Hinata.
Seketika amarah pada dada Naruto hilang entah kemana, tergantikan oleh hujan salju yang mendinginkan dadanya melihat betapa lucunya Ryuki itu, betapa bodohnya dia yang sedari kemarin sebal karena makhluk kecil dihadapanya ini mengeluarkan tangis yang begitu menyakiti telinganya. Dan sungguh, dirinya sebenarnya tidak pernah membenci bayi ini, sejak dia dilahirkan didunia ini bukankah Naruto ingin sekali melihatnya? tapi Hinata melarang, dan saat itu juga Naruto kesal dan memutuskan untuk tidak memperdulikan Hinata dan bayinya lagi. Namun nyatanya ikatan anak dan ayah itu tidak bisa dipungkiri.
Duduk ditepi ranjang, tanganya terulur menyentuh pipi gembil yang kemerahan itu, menyunggingkan senyuman yang cerah khas Namikaze Naruto,
"Hei anak kecil, kucing manis kenapa kau selalu menangis ha?" Ucap Naruto memainkan jari telunjuknya dihidung mungil Ryuki.
"Hei... berhentilah menangis kucing manis, kau tau kau lucu sekali" Ucap Naruto lagi, jari telunjuknya kini ia main-mainkan dibibir Ryuki, dan disambut Ryuki dengan menyambar-nyambar jari Naruto, mungkin Ryuki kira itu adalah Hinata yang sedang menyusuinya, naluri bayi.
"Hahaha...kau membuka mulut, kau kira jariku ini nip-, eh Hinata?" pipinya memerah, tidak meneruskan kata-katanya, karena menurutnya hal itu terlalu vulgar untuk pendengaran Ryuki yang masih sangat polos.
Sementara didalam kamar mandi Hinata sedikit heran, suara tangisan Ryuki tidak terdengar lagi. 'mungkin dia ketiduran lagi, dasar bayi yang menggemaskan' pikir Hinata, meneruskan mandinya.
"Ne? kau diam? kau suka bermain denganku Ryuki-chan?" Kata Naruto, "Ayo kugendong, tapi jangan ngompol ya? tidak lucu jika pria tampan sepertiku bau ompol kan? hehehehe", Naruto nyengir senang, lalu tanganya menggapai tubuh Ryuki beserta selimutnya, berusaha menggendong Ryuki sebisanya.
Walau tidak pernah punya pengalaman sedikitpun soal mengendong bayi, Naruto berusaha menyentuhnya dengan selembut mungkin, lagi-lagi hanyalah insting seorang ayah yang menuntunya.
Setelah berhasil memindahkan Ryuki dari bed ketanganya Naruto tersenyum senang, mendekatkan wajahnya kewajah Ryuki, menghirup aroma Ryuki, minyak telon dan bedak lavender yang harum.
"Waaahh... kau wangi sekali, tampan dan wangi persis sepertiku kan kucing kecil?" Lalu menempelkan hidungnya dipipi kiri Ryuki, menghirup aroma khas baby Ryuki.
"Pipimu benar-benar halus ya... seperti pipi Hinata hehe, kau kucing yang sangat manis", Oh kejadian itu sudah sangat lama Naruto, dan kau masih mengingat betapa halusnya pipi Hinata? benarkah saat itu kau benar-benar mabuk?, Cengiranya kembali mengembang indah menikmati kelucuan Ryuki.
"NARUUTOOOOO!" Entah kapan keluarnya dari kamar mandi, makhluk indigo itu sudah berkacak pinggang didepan pintu kamar mandinya, amethystnya menatap Naruto tajam, wajah dan gerak tubuhnya yang biasanya halus itu kini tampak menyeramkan, mirip dengan Hiashi dan Neji dimata Naruto yang kini membulat karena terkejut.
"Hi-hinata?" Glek! Susah payah menelan ludahnya sendiri, antara kaget dan terkesiap oleh penampilan Hinata.
Melangkah dengan pasti kearah Naruto yang sedang menggendong Ryuki, bersiap merebut Ryuki dari tangan Naruto. Tidak perduli penampilanya kini mengundang naluri kelelakian Naruto terusik, rambut indigo yang basah, tubuhnya hanya terbalut handuk ungu sebatas dada dan pahanya.
"Siapa yang kau bilang kucing ha!" Teriaknya didepan Naruto, "Dan kembalikan putraku! jangan menyentuhnya Naruto!" berusaha mengambil Ryuki dari gendongan Naruto, namun Naruto tetap menahan Ryuki.
"Kau ini kenapa?!, aku hanya berusaha membuatnya berhenti menangis!" Kata Naruto mempertahankan Ryuki.
"Tidak boleh! berikan Ryuki padaku dasar rubah jelek!"
"Aku hanya ingin menggendongnya! apa salahnya ha?!"
"Pokoknya tidak boleh!" Teriak Hinata menarik-narik Ryuki dari dekapan Naruto, sementara Ryuki malah tersenyum lebar tubuhnya terguncang kesana kemari dan mendengar kedua orang tuanya berebut dirinya.
Masih terjadi perebutan bayi secara sengit antara Naruto dan Hinata, sekali Ryuki berada didekapan Naruto, lalu ketangan Hinata, lalu ketangan Naruto lagi, kemudian ditangan Hinata lagi, handuknya mulai longgar karena kegiatan rebut merebut itu, dan 'plaash' handuk ungu itu sukses melorot dari tubuh Hinata, satu-satunya penutup tubuhnya.
"Uwaaaahh..." Naruto melongo, mengagumi keindahan didepan matanya.
Waktu terasa berhenti berputar bagi keduanya, Naruto dengan kekagumanya, Hinata dengan keterkejutanya.
1 detik
2 detik
3 detik
"Kyaaaaaa!" teriak Hinata histeris, sadar satu-satunya penutup tubuhnya itu terlepas begitu saja dibawah kakinya. Sontak tanganya melepaskan Ryuki begitu saja ditangan Naruto dan menutupi sebisanya bagian tubuhnya yang tidak boleh dilihat siapapun, dan dengan cepat menyambar selimut untuk menutupinya.
"Apa yang kau lihat Naruto! pergi! cepat pergi!" Teriak Hinata, memejamkan matanya malu.
"A...eh..." Naruto mengusap hidungnya yang mimisan dengan punggung tanganya, lalu dengan cepat berlari membawa Ryuki bersamanya.
"Narutooo! dasar rubah jelek! kurang ajaar" Teriak Hinata pada Naruto yang membawa Ryuki keluar, dirinya malu semalu malunya, kalau boleh, sekarang ini Hinata ingin mengubur dirinya sedalam-dalamnya agar tidak bertemu Naruto lagi.
.
.
.
Duduk dikursi taman belakang rumah yang hijau dan sejuk, Naruto menimang-nimang Ryuki yang tak berhenti tersenyum melihat wajah Naruto yang terus menggodanya.
"Hahaha...kau lihat wajah kaasanmu yang lucu tadi?" Ucap Naruto pada bayinya.
"Naa...aauuh.." Seolah menanggapi pertanyaan Naruto Ryuki memandang safir Naruto.
"Ahahaha apa? ya kau juga menganggap kaasanmu itu manis?" Tanya Naruto, mengernyitkan dahinya mencoba memahami maksud Ryuki yang hanya 'haa..auuh...aaiih' sejak tadi.
"Selamat pagi tuan muda?" Sapa dua orang maid yang entah dari mana datangnya, lalu menghampiri Naruto dan Ryuki, niatnya hanya menyapa. Tapi ternyata pesona sang Namikaze kecil membuat keduanya mendekat ingin melihat dari dekat.
"Iya selamat pagi," Cengirnya ramah pada dua orang berseragam sama itu, yang diketahui bernama Ayame dan Tayuya.
"Waaah...tuan muda sedang bersama tuan muda Lord Ryuki," Ucap gadis berambut hitam panjang itu.
"Waaahhh... tampan sekali bayi tuan muda," Ucap gadis berambut merah satunya.
Naruto terkekeh senang, melihat kedua maidnya mengagumi bayi digendonganya itu, tapi kedua maid itu tidak berani menyentuh bayinya. Naruto mengerti bahwa kedua orang itu ingin sekali menyentuh Ryuki.
"Kalau kalian ingin menyentuhnya tidak apa-apa," Ucap Naruto memamerkan deretan gigi putihnya.
"Be-benarkah tuan?" Tanya Ayame tidak percaya, tapi wajahnya berbinar senang.
"Tentu saja boleh," Cengirnya lagi, Naruto memang terkenal dengan keramahanya dirumah itu, tidak pernah memperlakukan para assistan rumah tangganya dengan rendahan.
"Waaahh...lucunya," Ucap Tayuya membelai pipi Ryuki yang halus.
"Lord Ryuki-kun memang sangat mirip anda tuan muda," Ucap Ayame antusias "Mata birunya yang indah, rambut kuning ini juga seperti tuan, kalau bibirnya seperti Hinata-san, kulitnya juga putih seperti kaasanya, benar-benar tampan",
"Hahahaha... dia memang tampan sepertiku," Ujarnya percaya diri.
"Hehehe... tuan bisa saja," balas Ayame senang.
"Sayangnya pipinya tidak ada tiga garis seperti tuan muda, kalau ada sudah pasti tuan muda dan tuan Ryuki semakin mirip, bukan begitu Tayuya?" Tanya Ayame pada Tayuya yang sedari tadi tidak banyak bicara dan memilih menggoda bayi Ryuki yang tersenyum saat Tayuya menggelitik pipi gembilnya.
"Benar.." Ucap Tayuya singkat, dan kembali menggoda Ryuki yang sangat menggemaskan.
"Hahaha...kalian bisa saja," Naruto terkekeh senang.
"Kalau begitu, kami mohon diri dulu tuan, masih ada pekerjaan yang harus kami selesaikan." Ucap Ayame dan mencubit lengan Tayuya yang masih sibuk dengan Ryuki.
Berhenti menggoda Ryuki dan berdiri mensejajarkan dirinya dengan Ayame, kemudian membungkuk mengikuti Ayame.
"Iya selamat bekerja." Ucap Naruto sembari tersenyum lebar.
Setelah kedua maid itu menghilang dari pandangan Naruto, Naruto kembali memperhatikan Ryuki yang menatapnya dengan tersenyum.
"Apa? kau senang semua orang memanggilmu tampan?" Ucap Naruto,
"Aaah...auuuh...aaooh"
"Haa? iya aku mengerti kau lebih tampan dariku." Ucap Naruto seolah-olah Ryuki menjawab Naruto.
"Naruto!"
Naruto menengokan kepalanya kesumber suara, dan melihat Hinata segera mendekatinya.
"Sudah memakai baju rupanya?, kau lebih cantik jika seperti tadi." Ucapnya Naruto saat Hinata sudah mendekatinya.
"Apa yang kau katakan?!, kembalikan putraku!" Teriak Hinata, mengambil paksa Ryuki dari tangan Naruto.
Naruto hanya melongo melihat Hinata berhasil merebut Ryuki darinya, dan Hinata menatap tajam pada Naruto.
Bersambung
Comments
Post a Comment