I Love You, Because My Little Cat Chapter 3

I Love You, Because My Little Cat Chapter 3


NaruHina


Maaf Gan baru terbit ^^ langsng ajh yuq 
Oh ya klo ad yg branggapan fic ini tidak baik diambil sisi positif ya ajh karena smuanya pasti memiliki negatif and positif ^^/ 
Happy Reading~

Post by Dennis


I Love you, because my little cat

Story : Hyugazumaki

Disclaimed : Masashi Kishimoto

Warning : Typo, Ooc, alur cepat, ide pasaran

Pairing : Naruto X Hinata

I Love you, because my little cat

Chapter : 3/11

Langit yang siang tadi cerah kini telah berubah warna menjadi jingga, menandakan sore telah datang. Beberapa siswa yang mengikuti pelajaran tambahan kini sudah keluar kelas dan segera memenuhi jalanan kestasiun kereta terdekat untuk segera pulang kerumah masing-masing. Termasuk Hinata dan Sakura yang hari itu tidak dijemput Itachi.

Hinata yang berjalan beriringan dengan gadis bersurai merah muda itu sesekali bercanda disore yang sejuk, sampai Sakura memulai obrolan yang sedikit serius.

"Hinata..." Sakura melirik Hinata yang berjalan disampingnya, ingin menanyakan sesuatu tapi Sakura ragu.

"Iya Sakura?" Jawab gadis bersurai ungu pekat itu yang berjalan menundukan kepalanya, sesekali rambutnya yang indah menari-nari diudara karena tertiup angin sore yang teduh.

"Eh..tidak Hinata..." Sakura tidak jadi bertanya, Sakura takut menyinggung Hinata.

"Ada apa? ada yang ingin kau tanyakan?" Tanya Hinata memiringkan kepalanya melihat ekspresi murung sahabat permen kapasnya itu.

"Ah s-sebenarnya..." Sakura mendadak gagap seperti Hinata waktu masih disekolah dasar.

"Hm?" Hinata mengerutkan keningnya, mencoba menebak-nebak apa yang akan ditanyakan Sakura.

"Eh, a..maaf Hinata, aku hanya..." Sakura menghentikan kalimatnya, bergelut dengan perasaanya sendiri, sampaikan atau tidak.

"Ada apa? kau membuatku penasaran Sakura..." Hinata masih memasang wajah keponya.

"Eh...itu, aku..aku maaf, aku khawatir jika ternyata kau ternyata hamil Hinata." Ucap Sakura dengan wajah yang saat ini benar-benar gugup.

Pernyataan yang terlontar dari bibir Sakura sukses membuat Hinata membulatkan 'amethyts'nya, Hinata tak percaya dan juga tidak pernah berfikir sampai kesitu, dalam hatinya pun khawatir pernyataan Sakura itu benar.

"M-maaf Hinata, melihatmu akhir-akhir ini yang sering mual dan gemar memakan buah berasa asam... dan kejadian aneh lainya i-itu," Sakura kembali mengingat-ingat dengan sebuah artikel tentang tanda-tanda kehamilan, dan itu yang kini Hinata alami. Mengingat kejadian yang menimpa sahabat Hyuuganya itu.

"Maaf Hinata... itu seperti tanda-tanda kehamilan." Sakura menghentikan langkahnya, ia tatap sahabatnya yang kini mematung, dilihatnya ada aura ketakutan didiri Hinata.

"Tidak Sakura...aku tidak percaya." Ucap Hinata lirih, tak dipungkiri perasaan Hinata kini takut, dalam hati ia membenarkan kata-kata Sakura, walau tidak berpengalaman, tapi setidaknya Hinata juga pernah mendengar soal tanda-tanda kehamilan yang kini ia alami.

"Hinata... apa sebaiknya kita buktikan? a-aku..aku berharap hasilnya negatif." Ucap Sakura, mencoba memberi Hinata harapan yang baik.

"Aku takut Sakura..." Ucap Hinata lirih.

"Akan aku temani kau Hinata, aku berjanji menemanimu." Jawab Sakura meyakinkan Hinata.

x0x

Kamar bernuansa putih dan sedikit warna ungu dibeberapa bagian itu sunyi, walau disana ada dua anak manusia yang biasanya menimbulkan suara kegaduhan dan membuat pria bernama Neji pusing karena tingkah mereka. Tapi kali ini sepertinya masing-masing dari mereka enggan untuk memulai suatu percakapan.

Hinata masih berdiri didepan Sakura yang duduk diranjang Hinata yang bersprei ungu pudar. Tangan Hinata membawa sebuah 'test pack' kehamilan, raut wajah ragu juga kekhawatiran tersirat dari kulit wajahnya yang seputih salju.

Lalu sebuah anggukan dari Sakura seakan mendorong Hinata untuk memberanikan dirinya untuk melakukan 'tes' kehamilan dengan alat sederhana tersebut.

"Hh...lakukanlah Hinata." Sakura menepuk pelan dan mengusap lengan Hinata mencoba meyakinkan Hinata.

"Baiklah Sakura." Hinata mencoba tersenyum ditengah genderang dadanya yang makin berdegup. Walaupun begitu, dia tetap harus membuktikan agar pertanyaan dalam hatinya dan Sakura terjawab.

Hinata sudah dikamar mandinya, lalu mengambil 'urin' dan dimasukan kedalam wadah kecil, dengan tangan yang bergetar Hinata memasukan alat berbentuk seperti lidi pipih berwarna putih dan ada satu strip warna merah pada alat itu. Masih dengan perasaan yang takut Hinata menunggui hasilnya.

1 menit...

2 menit...

'Tuhan semoga hasilnya negatif' doa Hinata dalam hati, peluh mulai menetes dari pilipisnya.

4 menit...

'Aku mohon Tuhan...aku mohon...' Hinata memejamkan matanya, degup jantungnya kini benar-benar memacu dengan keras, seakan ingin meloncat keluar dari dadanya.

5 menit...

Hinata membuka iris lavendernya berlahan, meletakan wadah kecil sebagai penampung 'urin' nya diatas closed yang tertutup, kemudian melihat 'test pack' yang masih dipegang tangan kananya.

Manik 'amethyst' unik itu terbelalak, bibir mungil berwarna 'peach' itu juga membuka lebar, sementara semua aliran darahnya terasa mengalir dan berhenti dikepalnya. Dunia kini terasa berhenti berputar.

"T-tidak mungkin" Suara Hinata tercekat, jantungnya seakan berhenti saat itu juga, "Tidak...aku tidak mau..hiks.." Bulir bening itu sudah meleleh dipipi mulusnya, Sementara kini tubuhnya telah merosot dan terduduk dilantai kamar mandi yang basah dan dingin, kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya, lemas seakan seluruh tulangnya lepas dari tubuhnya

Hidupnya terasa berakhir dan semakin hancur setelah melihat benda itu bergaris dua, menandakan bahwa gadis bermarga Hyuuga itu positif hamil. Hamil dari hasil sebuah hubungan haram, hasil dari pemerkosaan yang dilakukan Naruto Namikaze, putra tunggal keluarga Namikaze yang sangat terhormat.

"Tidaaak...aku tidak mau..!hiks..haaa...! " Jerit Hinata, sampai seluruh isi rumahnya mendengar, termasuk ayahnya yang sedang mengetikan sesuatu dilaptopnya.

"Hinata...!" Sakura yang menungguinya didalam kamar terkejut oleh suara Hinata, Sakura seketika berlari menemui sahabatnya yang tengah menjerit-jerit histeris mengacak-acak rambut yang biasanya rapi dan indah itu.

"Hinata..." Sakura memeluk Hinata, Sakura sudah tau apa yang terjadi hanya dengan melihat benda bergaris merah yang masih digenggam Hinata. "Hinata..." Hanya kata itu yang mampu diucapkan Sakura, sementara 'emerald' nya juga mulai meneteskan butiran bening merasakan kesedihan sahabatnya itu.

"AKU TIDAK MAU SAKURAAAA! AKU TIDAK MAU! AKU TAK SUDI!.." Tangis Hinata histeris, mengacak-acak lagi rambut 'indigo' nya hingga beberapa helai rambut itu tercabut dari akarnya. Hinata benar-benar tidak peduli lagi teriakanya akan membuat dirinya dikerubuti banyak orang.

"Sudah Hinata...tenanglah." Sakura mendekap erat tubuh Hinata yang dingin, "Kumohon Hinata tenanglah.." Sakura masih memohon.

"AKU TIDAK MAU! BAJINGAN! NARUTO BAJINGAAAAN..HAAAA! Hinata semakin menjadi-jadi, dia memukul-mukul perutnya sendiri dengan kedua tanganya, tak perduli lagi rasa sakit akibat pukulan itu.

"Hentikan Hinata! Sudah jangan lakukan itu!" Dengan tangisnya Sakura mencoba menahan tangan Hinata yang masih memukul-mukul perutnya, Hinata berharap janin itu mati dan tidak pernah ada ada lagi dirahimnya.

"Hiks..hiks..kenapa...kenapa harus aku Sakura? Apa salahku pada Naruto?" Tangis Hinata mulai mengontrol emosi, "AKU TIDAK SUDI RAHIMKU DIKOTORI BENIH PEMUDA BRENGSEK ITU SAKURA...aku tidak mau!". Teriak Hinata mengeluarkan seluruh emosi yang selama ini dipendamnya.

Sakura hanya bisa mengusap-usap rambut Hinata dan memeluknya lagi berharap itu akan memberi Hinata sedikit kekuatan.

Tubuh Hinata melemah, pandanganya kabur, sayup-sayup dia mendengar suara Sakura memanggil-manggil namanya, suara beberapa orang yang memasuki kamarnya. Setelah itu semua tampak gelap dari penglihatan Hinata.

x0x

Hinata mengerjapkan iris uniknya, tubuhnya terasa hangat dan nyaman. kamar dan tempat tidurnya memang bersih, hangat, dan nyaman, maklum saja memang kamar seorang 'princes' seharusnya memang begitu, sedangkan bajunya yang basah tadi kini telah berganti 'piyama' berwarna merah hati.

Ketika kesadaranya telah benar-benar pulih matanya menyapu pandang sekelilingnya, yang ia lihat pertama kali adalah sahabat merah mudanya yang tersenyum hangat, Sakura duduk dipinggiran tempat tidur Hinata.

'Astaga Sakura menunggui sampai selarut ini' Batin Hinata, seragamnya juga masih menempel ditubuhnya yang ramping.

"Hinata? kau sudah sadar?" Tanya Sakura.

"Hu'um" Hinata membalas senyuman Sakura dan mengangguk.

"Minumlah teh hangatmu dulu." Sakura mengambil teh hangat yang tadi disiapkan oleh pelayan keluarga Hyuuga dan memberikanya pada sahabat 'lavender' nya.

"Terima kasih Sakura." Hinata meminum teh hangat yang diberikan Sakura, kemudian duduk bersandar disandaran 'bed' besarnya.

"Bagaimana keadaanmu? katakan jika kau butuh sesuatu Hinata." Sakura mengusap-usap pundak Hinata. Hinata hanya menundukkan wajahnya, perasaanya masih sakit.

Hinata meletakan tangan kananya diatas perutnya dan dielusnya pelan, kemudian wajahnya berubah sendu kembali. Dan beberapa saat kemudian pundaknya berguncang-guncang, ada setetes, duatetes kemudian bertetes-tetes air yang jatuh mengenai tangan Hinata yang kini telah meremas perutnya. Sakura yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa memasang wajah khawatir lagi.

"Hinata..." Panggil Sakura.

"Hiks..hiks..hiks.. Aku tidak mau Sakura..." Tangis Hinata pelan.

"Aku mengerti Hinata, aku mengerti. Biarkan paman Hiashi yang mengurus semua ini." Ucap Sakura, suaranya juga parau karena sedari tadi dia juga menangisi sahabatnya itu.

"Tou-san?" Hinata mengangkat wajahnya mensejajarkan dengan Sakura, tatapan terkejut terpancar dari iris 'lavender' yang biasanya indah itu.

Sakura mengangguk pelan, "Maaf Hinata, aku menceritakan semuanya kepada paman Hiashi dan Neji-nii," Ada pancaran bersalah terukir diwajah Sakura.

"J-jadi tou-san dan Neji-nii sudah t-tau? tau s-semuany?" Hinata tak kalah tetkejut, iris uniknya melebar, Ayah dan kakaknya sudah tau semuanya. Sekarang apa yang harus dia hadapi lagi.

Hinata benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukanya, ayahnya pasti malu, keluarganya pasti sangat membencinya, Neji juga.

Manik 'lavender' itu masih mengalirkan air suci yang terus membasahi pipinya, kalau boleh memilih dia ingin mati dan tidak berurusan dengan segala kerumitan ini. Tapi sahabat 'pink' nya itu terus disampingnya, memeluk seakan tidak mau sesuatu terjadi padanya.

"Paman Hiashi p-pergi, ke kediaman Namikaze Hinata, beliau sangat marah pada Naruto Hinata." Ucap Sakura membuat dada Hinata semakin sesak, tubuhnya terasa lemah kemudia memeluk Sakura dengan erat berharap Sakura bisa memberinya sedikit ketegaran.

x0x

Dengan raut wajah yang masam Hiashi turun dari mobil hitamnya diikuti dua 'bodyguard' ber-jas hitam. Mobilnya terparkir didepan rumah bergaya jepang yang sudah diberi aksen eropa. Aura pria separuh baya kini hitam, sehitam langit malam itu. Dengan langkah pasti Hiashi berjalan melewati beberapa penjaga rumah elit itu, dan disambut dengan salam yang ramah oleh penjaga-penjaga berpenampilan sangar.

"Selamat malam Hyuuga-sama.. " Sapa seorang kepala penjaga terlihat sudah hafal dengan Hiashi.

"Hn" Sebuah anggukan untuk merespon sambutan yang ramah dari kepala penjaga rumah Namikaze.

"Anda pasti ingin bertemu tuan Namikaze, silahkan..silahkan masuk, akan saya panggilkan" Orang itu mempersilahkan Hiashi masuk dan memperilahkan Hiashi duduk.

Memang bukan hanya sekali ini Hiashi berkunjung kekediaman Namikaze, namun bukan dengan keadaan yang tidak baik seperti kali ini, Hiashi biasanya datang kerumah mewah itu hanya untuk urusan kerja dan dengan aura yang bersahabat.

"Aku tidak butuh duduk! cepat panggil tuanmu kemari!" Hiashi membentak laki-laki yang dikenalnya bernama Hidan.

"B-baik Hyuuga-sama." Sontak Hidan terkejut dan bergegas memanggil tuanya.

Beberapa saat kemudian munculah seorang laki-laki paruh baya bersurai kuning menghampiri Hiashi yang masih berdiri dengan aura membunuh, Berbeda dengan Hiashi wajahnya masih sangat muda dan ramah.

"Selamat malam Hiashi-san. Apa kabar? lama sekali Hiashi-san tidak berkunjung kem- "

"Mana anakmu?!" Hiashi membentak dan memotong kalimat Minato, wajah Minato yang tadi dihiasi keramahan kini terlihat bertanya-tanya.

"Ma-maksudnya Naruto? Hiashisan?" Tanya Minato heran.

"Siapa lagi? anakmu cuma satu, dan memang hanya itu yang ingin aku bunuh!" Ucap Hiashi, wajah Minato kini benar-benar bengong dan tidak mengerti.

"Bunuh? ah...jangan bercanda Hiashi-san." Minato mencoba menanggapi dengan pikiran sedingin mungkin, berharap Hiashi memang bercanda.

"Aku tidak ingin bertele-tele lagi Minato! mana anakmu yang brengsek itu! aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri!"

"Maaf Hiashi-san sebenarnya ada apa? sebaiknya kita bicarakan secara baik-baik." Ucap Minato mencoba menenangkan Hiashi yang terlihat sangat serius dengan ucapanya.

"Tidak ada yang harus dibicarakan, aku hanya ingin membunuh anakmu yang telah berani menodai putriku!" Ujar Hiashi, sontak membuat pria penyandang marga Namikaze tersebut membulatkan matanya.

"Apa maksudnya Hiashi-san?"

"Aku tidak mengerti, kenapa kau gagal mendidik anakmu itu, sampai dia berani memperkosa putriku dan membuat dia hamil!" Hiashi sudah tidak bisa membendung emosinya lagi. "Hati orang tua mana yang tidak sakit hati mengetahui putrinya dilecehkan seperti itu Minato?!".

"Minato..." Suara keputusasaan membuat Minato mengalihkan pandangan kebelakangnya, disana sudah berdiri wanita berambut merah panjang menitikan airmatanya.

"K-Kushina..."

"Apa yang diperbuat putra kita Minato..." Tanya Kushina sambil menangis tidak percaya.

"Dia memperkosa putriku! anak yang kalian banggakan itu bajingan! sampah!" Jawab Hiashi.

"Tidaak! putraku tidak seperti itu Hyuuga-san!" Teriak Kushina disela tangisnya.

"Kushina.." Ucap minato pelan, "Maaf Hiashi-san, sebaiknya kita bicarakan pelan-pelan. Naruto juga belum pulang kerumah. Jika itu semua benar perbuatan Naruto kami berjanji, kami akan bertanggung jawab." Ucap Minato menenangkan Hiashi.

Tak lama kemudian pintu rumah Namikaze terbuka.

"Tadaima...Kaa-san, Tou-san. eh..." Naruto berhenti ketika menatap sepasang mata 'amethyst' menatap dirinya dengan aura membunuh. Sepasang mata yang tak asing bagi Naruto, karena ada pemilik mata seperti itu disekolahanya. 'Mungkinkah ini ayah Hinata' Tanyanya dalam hati.

Sementara Sasuke yang berada dibelakang Naruto tak kalah terkejut, 'Habis kau dobe' Ucapnya dalam hati.



Bersambung

Comments

Post a Comment